Oleh: Qiki Qilang Syachbudy
Kita menilai diri kita
dengan mengukur
dari apa yang kita rasa
mampu untuk kita kerjakan.
Orang lain menilai diri
kita dengan mengukur
dari apa yang telah
kita lakukan
(Henry Wadsworth
Longfellow)
Menjadi seorang siswa (mahasiswa) yang penuh optimis dan berjuang
keras memang baik. Namun pada suatu saat tertentu akan ada titik kejenuhan (burn
out) yang membuat kita terdiam sejenak karena tidak tahu apa yang akan kita
kerjakan. Di saat rasa optimis dan semangat kemajuan itu membara dalam dada,
kadang kita merasakan kondisi fisik yang lelah. Sementara masih banyak tugas sekolah
(kuliah), pekerjaan, dan tugas organisasi yang menumpuk. Oleh karena itu, melalui
bab ini saya menganjurkan kepada kawan-kawan untuk dapat melaksanakan kehidupan
yang seimbang.
Seimbang di sini kalau merujuk kepada pendapat Muhammad
Utsman Najati, salah satu pakar Psikologi Islam, diartikan sebagai suatu bentuk
tindakan yang adil, sesuai porsi, sesuai dengan kebutuhan, dan tahu akan
keadaan diri sendiri. Keseimbangan ini biasanya mencakup empat aspek, yaitu aspek bio (jasmani/ fisik), psiko (psikologis), sosial dan spiritual. Orangorang
yang mampu menyeimbangkan keempat aspek tersebutlah yang nantinya akan merasakan
kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin.
Nah, kawan-kawan bisa kita pahami bersama bahwa bekerja
secara totalitas merupakan hal yang sangat bagus, tapi ada saatnya pula kita refreshing
untuk menyegarkan otak. Jangan sampai kita terus memaksa diri dengan terus
menerus bekerja, karena hal itu tidak baik terhadap kesehatan fisik, psikis,
sosial, dan spiritual.
Yang
dimaksud keseimbangan ini pula bukan berarti belajar atau beraktifitas 4 jam, lalu harus
diimbangi oleh hiburan yang 4 jam pula. Maksud saya disini adalah
beraktifitaslah yang optimal, dan hiburan hanya sebagai “bahan bakar” saja. Di saat kita kekurangan ide atau energi barulah
hiburan itu dilakukan. Jangan berpikir hiburan itu buangbuang waktu. Berpikirlah bahwa kita butuh
hiburan untuk keseimbangan.
Yang
patut kita garis bawahi di sini bahwa kata “hiburan” sering
kita selewengkan menjadi suatu aktifitas yang bersifat hurahura. Toh jika kita sepakat bahwa hurahura
dan berbelanja itu sebagai hiburan, tentu sebagian orang ada yang menolaknya
dengan dalih bahwa mereka justru tidak suka dengan hurahura dan berbelanja.
Kita harus menyadari dan berpikir lebih luas bahwa hiburan itu sangat erat kaitannya dengan hobby dan
kesenangan pribadi. Kita harus maklumi bahwa banyak manusia di bumi ini yang mendefinisikan kata hiburan sesuai dengan minat dan hobbynya. Ada manusia yang hiburannya cukup dengan nongkrong di
warkop; ada yang hiburannya menulis; ada yang hiburannya olahraga (sepak bola, badminton,
senam, jogging); ada yang hiburannya jalanjalan ke mall; ada yang hiburannya nonton TV; ada
juga yang hiburannya tidur; ada juga yang hiburannya sembahyang, dan lainnya.
Sekarang
pertanyaannya adalah jenis hiburan apa yang kita sukai?
Maka setelah pertanyaan itu terjawab dengan tepat,
silakan gunakan hiburan itu untuk kesehatan psikologis dan kesehatan jasmani kita, dan
setelah itu jangan lupa untuk beraktifitas kembali dengan
tanpa beban.
Berdasarkan pengalaman pribadi, sebagai siswa (mahasiswa)
aktivis dompet tipis, saya sering melakukan hiburan yang kadang orang tidak
sadar bahwa saya sedang melakukan hiburan. Misalnya saja kadang pada saat jenuh
bekerja saya menyempatkan diri untuk berjalanjalan di dalam kampus sambil
menyapa temanteman yang kebetulan berpapasan. Saya juga kadangkadang
menyempatkan diri minum kopi di warkop sambil menonton TV dan mendengarkan
obrolan para pengunjung yang lain. Setelah pikiran sudah fresh lagi,
saya pulang dan melanjutkan kegiatan.
Alhasil, saya berpikir bahwa soal hiburan adalah
kembali kepada soal pola pikir dan rasa syukur di dalam hati. Jika pola pikir
dan rasa syukur kita gunakan dengan jernih, tentu untuk hiburan itu tidak perlu
ke tempattempat yang mahal dan menghabiskan uang banyak. Kita sesuaikan saja
dengan keuangan yang dimiliki.
Terakhir,
ini adalah soal keyakinan
yang saya yakini selama berstatus siswa (mahasiswa). Orang bilang bahwa untuk
meningkatkan prestasi, usahakan kita dapat selalu mensyukuri segala prestasi
yang didapat dengan berterima kasih kepada Tuhan dan melakukan perayaan. Memang
saya tegaskan bahwa harus ada perayaan atas segala prestasi yang kawan-kawan
capai, karena ini akan menimbulkan efek BOOM!! Contohnya adalah jika kita
mendapat nilai 100 atau nilai A, maka rayakanlah walaupun hanya dengan
segelas teh manis hangat yang diminum saat pagi hari di depan kosan sambil
melihat riangnya burungburung pipit yang sedang menyambut pagi. Kalau kawan-kawan
punya cara lain untuk memberikan reward atas prestasinya, silakan
lakukan selama hal itu tidak melanggar
peraturan agama dan norma
masyarakat. Selamat memperjuangkan citacita dan tetap menyeimbangkan aspek
biopsikososialspiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar