Jumat, 10 Juli 2020

YANG MUNGKIN TAK AKAN PERNAH KEMBALI

Setelah semua persiapan dirasa cukup, akhirnya Rasyid segera keluar dari rumahnya dengan hanya membawa tas sedang yang hanya beberapa potong pakaian dan beberapa kitab yang dianggapnya masih ia butuhkan.
Dengan perasaan mantap ia kemudian melangkahkan kakinya ke luar pintu rumah dan membiarkan rumah tidak terkunci sesuai dengan pesan bapak pengurus kampung ketika hari kemarin ia berpamitan. Tidak ada seorang pun yang mengantarkan Rasyid dalam kepulangannya. Di saat semua warga masih terlelap tidur dan dibuai mimpimimpinya, Rasyid meninggalkan kampung itu. Menembus pekatnya malam yang sangat dingin laksana selimutnya dewi malam yang sedang dirundung duka rindu karena menanti cahaya bulan yang tidak juga kunjung keluar di malam itu.
Ketika Rasyid sedang khusyuk berjalan, tibatiba
dilihatnya sosok Si Manusia Koboi yang sedang duduk di atas salah satu batu besar yang ada di pinggir jalan. Sepertinya Si Manusia Koboi itu sudah memperhatikan Rasyid dari tadi. Terlihat dari pantulan sinar lampu yang berasal dari rumah warga, wajah Si Manusia Koboi seperti sedang tertawa kecil melihat Rasyid. Namun tidak ada sedikit pun keinginan Rasyid untuk menyapanya, sampai pada saat dirinya tepat berada di depan Si Manusia Koboi pun tidak sepatah katapun ia sampaikan. Rasyid seolah tidak melihat Si Manusia Koboi sama sekali. Si Manusia Koboi pun hanya tersenyum melihat kejadian seperti itu dan ia pun hanya terdiam saja seperti patung di atas batu. Rasyid terus saja melanjutkan perjalanannya tanpa menoleh lagi ke belakang. Namun setelah beberapa jauh dari arah Si Manusia Koboi, tibatiba terdengar Si Manusia Koboi itu memanggil Rasyid dengan nada suara khasnya.
“Syid, apakah Kau tidak mau berpamitan terlebih dahulu kepadaku Syid? Manusia yang selama ini menemanimu di saat Kau sedang menghabiskan waktu malam bersama Tuhanmu?” Ucap Si Manusia Koboi dengan setengah berteriak.
Mendengar panggilan tersebut, Rasyid menghentikan langkahnya serta kemudian menjawab.
“Kalau Kau sudah tahu lebih daripada Aku, kenapa kemudian Aku harus memberitahumu kembali?” Ucap Rasyid sambil tersenyum kecil tanpa menoleh lagi kea rah Si Manusia Koboi.
“Hahahaaa… baiklah kalau begitu wahai Ustadz Penggembala atau Ustadz Koboi. Do’aku akan selalu ada di dalam setiap langkah kakimu.” Pungkas Si Manusia Koboi yang kemudian tertangkap oleh juru mata Rasyid sudah tidak ada di tempatnya semula.
Tanpa memperdulikan apaapa lagi kemudian Rasyid bergegas untuk menemui Mama Kiai di pondok pesantren tempat dirinya dahulu menimba ilmu yang berjarak terhitung jauh dari tempat itu.

***
Singkat cerita kemudian Rasyid telah sampai di tempat yang dituju, yaitu pondok pesantren tempat dirinya dahulu menimba ilmu. Dari kejauhan dia sudah dapat melihat banyak perubahan yang terjadi di tempat itu jika dibandingkan dengan kondisi pada saat dahulu ketika ia sedang menimba ilmu. Terlihat walaupun masih sederhana namun sekarang bangunannya sudah semakin banyak. Masjidnya pun sekarang sudah bertingkat dan megah dibandingkan dahulu yang masih kecil dan tidak bertingkat. Terlihat santrisantri yang sedang beraktivitas di dalam menyiratkan kesibukan namun tidak terlepas dari kebersahajaan dan keramahan. Melihat hal tersebut Rasyid menjadi teringat dan merasa sangat rindu akan masamasa ketika dirinya dahulu sedang menuntut ilmu bersama temantemannya yang kini sudah tidak tahu keberadaannya.
Setelah  berpamitan  kepada  penjaga gerbang pe
santren, akhirnya ia langsung kemudian menuju tempat kediaman Mama Kiai. Terlihat olehnya bahwa satusatunya bangunan yang tidak berubah sedikitpun di tempat itu hanyalah rumahnya Mama Kiai yang masih terlihat sederhana namun bersih dan mengesankan ketenangan dan kedamaian.
Seperti biasanya, waktu setelah Isya adalah waktu bebas para santri di mana mereka dipersilakan untuk belajar pengetahuan umum di mana mereka sekolah di sekolah umum pada pagi hingga siang harinya. Di pesantren ini para santri didik untuk berdisiplin supaya mereka bisa menyeimbangkan antara pengetahuan umum dengan pengetahuan agama. Mendidik para santri agar menjadi manusiamanusia yang berakhlaqul karimah serta selalu berpegang teguh kepada ajaran kepada yang telah dicontohkan oleh Muhammad SAW. Membentuk para santri agar selalu dinamis serta luwes dalam berinteraksi dengan sesamanya.
Sesampainya di depan rumah Mama Kiai, didapatinya beliau sedang berdiri menyambutnya dengan senyumannya yang khas. Dengan bergegas kemudian Rasyid menyalami Mama Kiai dan kemudian memeluknya eraterat.
“Bagaimana kabarmu Syid?” Tanya Mama Kiai setelah Rasyid melepaskan pelukannya.
“Alhamdulillah baik Mama. Berkat do’a Mama beserta keluarga besar di sini.” Jawab Rasyid sambil memperhatikan sosok Mama Kiai yang terlihat tidak ada perubahan semenjak dirinya meninggalkan pondok pesantren itu. Mama Kiai terlihat awet muda meskipun sosoknya sudah mendekati usia kepala tujuh.
“Silakan duduk Syid, Mama sudah agak lama menunggumu di sini.”
“Mama mendapat kabar dari mana bahwa saya akan datang malam ini?”
“Syid, Mama ini sudah lama mengenalmu, jadi ada saja firasat batin bahwa Rasyid akan datang pada malam hari ini.” Ucap Mama Kiai sambil tersenyum kecil dan kembali mengajak duduk Rasyid di kursi yang berada di depan rumahnya.
Rasyid kemudian duduk mengikuti ajakan Mama Kiai. Namun baru saja ia duduk, Rasyid sudah dikagetkan oleh seorang santri yang kebetulan lewat di depan rumanya Mama Kiai. Yang membuat Rasyid kaget adalah karena wajah dari santri itu mirip sekali dengan muka Si Manusia Koboi. Sontak kemudian Rasyid bertanya kepada Mama Kiai.
“Maaf Mama, siapakan santri yang barusan lewat tadi itu?”
“Emang kenapa Syid?” Tanya Mama Kiai kembali kepada Rasyid.
“Sepertinya Saya kenal dia Mama. Orang yang akhirakhir ini selalu menemui saya dan berdiskusi di mushola kampung tempat saya mengabdikan diri.”  
“Hehehe… Mungkin itu  hanya  kemiripan  wajah
saja Syid. Lagian Mama tidak hafal nama semua santri yang ada di sini. Sudah ada yang mengurusinya masingmasing. Mama hanya mengawasi dan tidak terlalu banyak turun ke halhal yang bersifat teknis.” Jawab Mama Kiai tenang.
“Oya Syid, Mama selama ini banyak mendengar kabar beritamu selama Rasyid berada di daerah tempat mengabdi.”
“Iya Mama, terima kasih sudah banyak memperhatikan Saya. Saya ke sini juga mau sekalian mohon maaf kepada Mama dan keluarga besar pesantren di sini karena selama Saya berada di tempat pengabdian sudah banyak mengecewakan semua keluarga besar di sini. Ini sematamata hanya karena kebodohan dan keterbatasan ilmu yang masih saya miliki.” Ucap Rasyid langsung kepada tujuan dengan suara lirih penuh dengan rasa takzim.
“Dahulu juga Mama sewaktu seusiamu mengabdi di tempat tersebut Syid. Mama yakin, apapun hasilnya, Kau pasti telah belajar banyak tentang kondisi keumatan yang sekarang sedang terjadi. Di situlah perlu adanya sebagian orang yang senantiasa untuk menyerukan kepada kebaikan. Kamu jangan terlalu bersalah atas pandangan orang terhadapmu. Yang terpenting pakailah selalu hati nuranimu yang terbimbing oleh Al Qur’an dan Al Hadits sebagai radar untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Syid, manusia sangat memerlukan berbagai pengalaman batin sehingga bisa menjadi semakin bijak di dalam hidupnya. Dengan kebijakan tersebutlah akan semakin memperbesar rasa syukur dan ikhlas pada setiap ruang jiwa manusia.” Ucap Mama Kiai panjang lebar.
“Apakah Kamu bertemu dengan Yusuf Syid?” Tanya Mama Kiai mengalihkan pembicaraan.
“Iya Mama, dari Yusuflah saya mendapatkan pesan Mama untuk datang ke sini.” Ucap Rasyid pelan.
“Biarkanlah Yusuf untuk belajar lebih banyak di sana. Mama rasa di usianya yang masih muda ia memerlukan banyak pengalaman yang bermacammacam sebab sebagai pemuka agama maka ia harus terbiasa dan tahu untuk hidup di luar mesjid atau pesantren. Seperti yang pernah dicontohkan oleh Kanjeng Nabi dahulu dan para ulamaulama besar setelah Beliau tiada. Sebab sekali sudah menjadi pemuka agama maka tanggung jawab itu akan senantiasa melekat di atas pundaknya sehingga meskipun raga berada di ruang tahanan maka batin, pemikiran, dan jiwa harus senantiasa menunaikan tanggung jawab tersebut. Itulah makna sejati dari khoirunnaas anfauhum linnaas. Seorang pemuka agama dituntut untuk selalu menjadi manusia yang berguna bagi sebanyakbanyaknya manusia. Sehingga dalam kondisi yang seperti apapun harus bisa menginspirasi manusiamanusia lain untuk senantiasa selalu memberikan manfaat bagi manusia dan seluruh alam semesta. Harus bisa menginspirasi dari mulai pimpinan sampai yang dipimpin sehingga barisan jamaah ummat ini senantiasa rapi dan tertib yang kemudian akan melahirkan sebuah negeri yang baldatun toyyibatun wa robbun gofuur karena diisi oleh individuindividu yang senantiasa berbuat yang terbaik dalam setiap peran yang diembannya.” Ucap Mama Kiai panjang lebar, penuh dengan rasa tanggung jawab sebagai pendidik bagi Rasyid sehingga lupa untuk mempersilakan Rasyid yang terlihat masih capek setelah perjalanan jauh untuk minum minuman yang sudah tersedia di depan mereka.
Setelah beberapa saat keduanya terdiam kemudian Mama Kiai melanjutkan pembicaraannya.
“Syid, Mama sengaja mengundangmu ke sini untuk memintamu melanjutkan sekolah ke universitas. Lalu apakah Kamu masih memiliki kemauan untuk belajar Syid?” Tanya Mama Kiai yang sebelumnya tidak disangka terlebih dahulu oleh Rasyid tentang pertanyaan Mama Kiai yang terkesan tibatiba seperti itu.
“Maksud Mama apa? Saya masih belum mengerti?” Tanya Rasyid dengan penuh rasa heran.
“Syid, di zaman yang seperti ini diperlukan pengetahuan umum untuk memahami secara benar Al Qur’an dan Al Hadits karena Islam harus didakwahkan dengan cara yang masuk akal dan up to date sehingga Kau bisa membuat surga bagi siapapun, dari yang muda sampai yang tua; dari yang pemimpin sampai yang dipimpin; dari yang miskin sampai yang kaya; dan dari yang lembut budi pekertinya sampai yang keras perwatakannya. Sebagai pemuka agama Kau harus memiliki bacaan yang banyak sehingga Kau bisa memahami masyarakat yang terus berubah, terus maju, dan dinamis. Kau dituntut untuk bisa memberikan pendidikan kepada ummat sehingga ummat memiliki semangat untuk bangkit dan berjuang.” Pungkas Mama Kiai kepada Rasyid yang terlihat menunduk sambil sesekali menganggukkan kepala.
“Bagaimana Syid?”
“Kalau begitu saya mengikuti apa yang Mama Kiai sarankan saja.” Jawab Rasyid pendek.
“Kalau begitu, setelah ini Kau tinggal di sini saja Syid. Kamu bantu Mama dan para pengajar di sini untuk membangun pondok pesantren ini sambil Kau kuliah lagi. Apalagi bukankah Kau sekarang sudah tidak punya tujuan lagi untuk pulang?”
Mendengar hal itu Rasyid hanya mengangguk pelan sambil menerawang masamasa kecilnya dahulu. Semenjak bapak dan ibunya meninggal ia kemudian dititipkan oleh pamannya kepada Mama Kiai untuk diasuh. Sekarang Rasyid sudah tidak tahu tentang dimana keberadaan pamannya. Kini hanya Mama Kiai dan keluarga besar pondok pesantren inilah yang merupakan keluarganya setelah ia gagal untuk menjalin hubungan persaudaraan di kampung tempat mengabdinya dahulu.
Entah kemudian Tuhan akan membimbing Rasyid
sampai di titik batas yang mana. Yang terpenting sekarang bagi Rasyid hanyalah bisa menghaturkan banyak rasa syukurnya kepada Tuhan atas segala nikmat pembelajaran yang ia dapatkan melalui sikap Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dialah guru bagi semesta alam raya ini yang senantiasa dengan lembut membimbing makhluk-makhlukNya di setiap waktu.


0*Tamat*0

ANTARA SURGA NERAKA

Tidak disadari oleh Rasyid bahwa pengalamannya dengan Si Manusia Koboi ketika masuk ke dalam diskotik masih tersimpan di dalam benaknya. Tempat yang kata Si Manusia Koboi dianggap oleh sebagian besar orang di negeri ini sebagai neraka namun sebagiannya lagi menganggapnya sebagai surga. Anggapan orang terhadap diskotik ini hampir sama dengan pandangan orang terhadap tempattempat pengajian di mana sebagian besar orang menganggap sebagai surga namun sebagian lagi menganggapnya sebagai neraka. Namun dalam kenyataannya, justru dengan perantaraan masuk diskotiklah Rasyid seolah mendapat hentakan yang sangat besar terhadap kalbunya mengenai kondisi keumatan. Hal justru tidak mungkin Rasyid dapatkan ketika ia hanya diam di mushola saja.
Pemikiran yang sangat mendalam tentang makna surga dan neraka itulah yang menghantarkan mimpi Rasyid untuk sampai ke alam antara surga dan neraka.
Dalam perjalanan mimpinya itu Rasyid dipertemukan dengan seorang lakilaki yang seluruh badannya diselimuti oleh cahaya putih yang sejuk dan tidak menyilaukan. Lakilaki itu kemudian mengajak Rasyid ke suatu tempat yang darinya bisa melihat dengan jelas antara kondisi surga dan neraka.
Melihat kedua tempat itu Rasyid hanya diam terperanga. Kedua tempat yang sudah lama ia dengar tentang kabarnya melalui ajaran agamanya. Suatu tempat yang belum pernah ditemuinya; suatu tempat yang walaupun kabarnya sudah sering didengarnya namun dalam kenyataannya, sungguh jauh, bahkan tidak pernah terdetik sekalipun di dalam pikirannya.
Namun setelah lama ia memperhatikan tentang kedua kondisi tempat itu, kemudian ia melihat sebuah kondisi yang sangat menurutnya sangat aneh. Yaitu ada empat jenis manusia yang samasama berpakaian ala koboi di mana dua jenis manusia berada di dalam neraka dan dua jenis manusia lagi ada di dalam surga. Yang membuat Rasyid semakin heran adalah mengenai sikap dari keempat jenis manusia tersebut di mana satu jenis manusia di neraka menangis namun satu jenis manusia yang lainnya seperti sedang berbahagia. Dan satu jenis manusia di surga menangis namun satu jenis manusia yang lainnya sedang berbahagia. Hal inilah yang kemudian menjadikan tanda Tanya besar bagi Rasyid yang kemudian ia tanyakan kepada orang bercahaya yang berada di sampingnya.
“Bisakah Kau menjelaskan kepadaku mengapa ada manusia yang terlihat bahagia ketika berada di neraka sedangkan yang lainnya sangat menderita. Dan mengapa pula ada manusia yang terlihat menderita di dalam surga sedangkan yang lainnya bahagia?” Tanya Rasyid penuh dengan rasa heran.
“Ini hanyalah sebuah perumpamaan duniawi saja Syid. Tidak ada sama sekali hubungannya dengan keadaan yang sesungguhnya di alam surga dan neraka yang sebenarnya di mana semua manusia menderita ketika masuk ke dalam neraka, dan semua orang bahagia untuk selamalamanya ketika masuk ke dalam surga.”
“Maksudmu?”
“Maksudku bahwa di alam dunia itu berbeda dengan di alam pembalasan Syid. Ketika Kau berada di dunia maka Kau diberikan otoritas oleh Tuhan untuk memilih surga atau neraka. Maka dengan bebasnya pulalah Kau bisa memilih diam di Surga atau diam di neraka. Bahkan Kau diberi kebebasan pula untuk merubah neraka menjadi surga, atau sebaliknya merubah surga menjadi neraka.” Jawab Si Manusia Cahaya panjang lebar.
“Aku masih belum mengerti arah pembicaraanmu Saudara.” Tanya Rasyid kembali, sangat serius.
“Syid, kalau dihubungkan dengan keadaan duniawi maka keempat jenis manusia koboi yang sedang Kau lihat itu menggambarkan perilaku manusia yang banyak jenisnya. Ada manusia yang kita anggap mereka ada di neraka namun mereka merasa ada di surga, tetapi ada pula manusia yang kita anggap mereka ada di neraka dan mereka merasakan pula bahwa mereka sedang ada di neraka. Disisi lain ada manusia yang kita anggap mereka sedang ada di surga namun nyatanya mereka sebenarnya merasakan sedang hidup di dalam neraka, tetapi ada pula mereka yang kita anggap sedang berada di surga dan mereka memang merasakan bahwa dirinya memang sedang berada di surga. Semua manusia pada dasarnya ingin berada di surga dan merasakan keberadaan surga itu. Tapi kenyataannya sangatlah sedikit yang sampai ke arah itu. Padahal Tuhan sendiri sudah memberikan sebagian dari sifat kuasanya kepada manusia sehingga manusia itu bisa menggunakan segala potensinya untuk mencapai dan merasakan surga dunia. Bahkan karena sangat sayangnya Tuhan kepada manusia maka Dia memberikan kitab panduan kepada manusia melalui Muhammad yang sangat dikasihiNya sebagai panduan untuk mencapai surga dunia. Tetapi karena keangkuhan manusia itulah maka mereka berpaling dari nikmat Tuhan tersebut sehingga Tuhan menyindir mereka dengan beberapa kali bertanya tentang nikmat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?”
Mendengar penjabaran Si Manusia Cahaya itu Rasyid terdiam beberapa saat sampai kemudian ia bertanya kembali.
“Lalu  menurutmu  apakah fungsi dari neraka dan
surga ini Saudara? Apakah hanya sebagai alat Tuhan menghakimi manusia yang tidak tunduk kepada petunjukNya? Atau dengan kata lain sebagai alat pemuas dendam Tuhan karena Tuhan sakit hati terhadap hambaNya yang membangkang?” Tanya Rasyid agak liar.
Mendengar pertanyaan itu Si Manusia Cahaya tersenyum seperti lucu mendengar pertanyaan Rasyid yang seperti itu.
“Kau Jangan memikirkan sifat Tuhan menurut logika kemakhlukanmu Syid. Berfikirlah mengenai sifat Tuhan dengan logika ala Tuhan.”
“Apa itu logika ala Tuhan Saudara?”
“Logika ala Tuhan adalah logika yang telah disampaikan Tuhan melalui ajaranNya. Persepsi makhluk terhadap zat Tuhannya kadang bersifat parsial dan tidak sanggup meraba seluruh sifat kebesaran Tuhan Yang Maha Agung sehingga dengan kasih sayangnyalah Dia kemudian mengajari makhluk untuk mengenal kebesaranNya melalui 99 sifat yang melekat pada dirinya yang kesemuanya itu Dia rangkum dengan nama Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi. Inilah yang mengisyaratkan kekuasaan yang sangat tidak terbatas bahkan melebihi makna ketidakterbatasan itu sendiri.”
Mendengar penjelasan itu Rasyid menarik nafas beberapa kali. Ia seperti sedang mengeluarkan beban yang selama ini ada di dalam kalbunya. Badannya mendadak  terasa  ringan  dan  kalbunya  kini merasa
sangat rindu yang tiada tara terhadap Tuhannya.
“Jadi Syid, buat apa sekarang Tuhan bersikap murka dan menghakimi manusia? Seperti halnya Tuhan menjelaskan tentang namanamaNya, maka begitu pula Ia menerangkan secara sangat sederhana mengenai berbagai macam kebahagiaan manusia dan berbagai macam kesengsaraan manusia dengan istilah surga dan neraka. Namun kadang manusia, karena keangkuhannya, maka ia salah dalam mendefinisikan apa itu surga dan apa itu neraka sehingga terjadilah seperti yang engkau lihat itu tentang manusia yang senang ketika berada di neraka dan orang yang menderita ketika berada di surga.”
“Salah mendefinisikan? Lalu definisi yang benar itu seperti apa Saudara?” Tanya Rasyid semakin tertarik kepada penjelasan Si Manusia Cahaya.
“Ah… Kau ini suka merendah Syid, bukankah derajatmu lebih mulia daripada Aku? Dan Kau juga yang sering menyebarkannya kepada jemaahmu?”
“Yang mana Saudara, Aku benarbenar tidak mengerti dengan arah pembicaraanmu?!”
“Maaf Aku sudah membuatmu bingung Syid… Begini, bahwa surga dan neraka itu letak perbedaanya ada di hati seperti misalnya tawadlu, tawazun, tekun, sabar, dermawan, ikhlash, syukur, cinta kepada sesama, dan sebagainya dan sebagainya yang bersifat kebaikan. Sedangkan metode untuk mencapai kebaikan yang seperti itu adalah melalui sahadat, shalat, zakat, puasa, dan ibadah haji. Metodemetode tersebut harus dijalankan dengan semangat iman dan ihsan… Menjalankan seluruh metode dengan dibungkus oleh semangat iman dan ihsan itulah yang kemudian akan menghasilkan hati yang memancarkan kebaikan yang merupakan cerminan dari surga. Sedangkan banyak sekarang ini manusia yang semangatnya bukan iman dan ihsan dan metodenya bukan Islam, serta hatinya bukan hati yang surga namun karena hartanya dan karena jabatannya mereka menganggap bahwa mereka sedang berada di surga. Mereka inilah yang Tuhan sindir sebagai manusia yang sesat karena sedang melawan arus terhadap ketetapan yang telah digariskan Tuhan. Tuhan sangat mengasihani manusia yang seperti ini yang tidak juga sadar bahwa dirinya hanyalah seorang makhluk. Sedangkan Tuhan yang memelihara makhluknya tersebut dan pasti tidaklah menghendaki suatu kerusakan sedikit pun terhadap makhlukNya.” Sejenak Si Manusia Cahaya menghentikan pembicaraan beberapa saat dan kemudian ia melanjutkan keterangannya kembali.
“Di sisi lain ada juga manusia yang katanya semangatnya sudah semangat iman dan ihsan, metodenya sudah metode Islam namun hatinya masih hati neraka. Mereka inilah yang seperti engkau lihat manusia yang sedang menangis di dalam surga itu. Pada hakikatnya mereka sedang berada di surga namun tetap saja merasa sedang berada di neraka. Mereka inilah orang yang memiliki panjang anganangan sedangkan mereka dilanda penyakit malas untuk berjuang dan berikhtiar. Hatinya lemah sehingga kadang mereka menggunakan agamanya untuk menutupi kemalasan dan ketidakberdayaan mereka.” Tutur Si Manusia Cahaya panjang lebar.
Beberapa saat kemudian mereka terdiam. Sementara suasana tempat antara surga dan neraka tesebut seperti ruangan kedap suara yang tidak terdengar sesuatu apapun meski di depannya tergambar kesibukan dari suasana surga dan neraka yang sedang dilihat oleh Rasyid dan Si Manusia Cahaya.
Tidak seberapa lama kemudian tibatiba Si Manusia Cahaya terkekeh tertawa sambil melihat ke sekujur tubuh Rasyid. Dan melihat hal tersebut kemudian Rasyid bertanya kepada Si Manusia Cahaya.
“Mengapa Kau melihatku dengan tatapan yang seperti itu Saudara?” Tanya Rasyid heran.
“Aku hanya ingin bertanya kepadamu apakah kamu sadar bahwa dari tadi kamu sedang mengenakan pakaian ala koboi juga?”
Mendengar hal itu Rasyid sontak terkaget melihat pakaian yang sedang ia kenakan sekarang. Ternyata dirinya baru sadar bahwa pakaian yang dari tadi sedang ia kenakan adalah juga pakaian ala koboi, percis seperti pakaian manusia yang dari tadi sedang dilihatnya.
“Heheheee… sebetulnya dari tadi di sini ada lima jenis manusia yang harus kamu pertanyakan nasibnya Syid, termasuk dirimu juga harus Kamu pertanyakan.” Ucap Si Manusia Cahaya tertawa dingin melihat Rasyid yang seperti masih terheranheran karena baru menyadari bahwa dirinya sedang mengenakan pakaian ala koboi.
“Aku? Apa yang harus ditanyakan mengenai Aku Saudara?” Tanya Rasyid sambil tetap merasa setengah tidak percaya.
“Syid, mereka yang dari tadi Kau lihat itu membutuhkan jenis manusia yang membantu mereka untuk menuju jalan yang dikehendaki Tuhan. Jenis manusia yang mampu menempatkan satu kakinya di surga dan satu kakinya yang lain di neraka. Jenis manusia seperti Kamu inilah yang bertugas untuk memenuhi surga dengan orangorang yang bergembira di dalamnya. Engkaulah sebagai koboi akhirat.” Ucap Si Manusia Cahaya yang terdengar oleh Rasyid semakin samar suaranya bersama terbukanya mata Rasyid dari tidurnya karena mendengar suara ayam berkokok yang menandakan bahwa malam sudah hampir selesai dan waktu shubuh akan segera tiba.
Dengan tidak membuang waktu lagi kemudian Rasyid segera bangun dari posisi tidurnya dan kemudian melakukan persiapan untuk segera meninggalkan kampung tersebut menuju pondok pesantren tempat dahulu ia menuntut ilmu.

DI UJUNG CINTA ALMIRA

Mencintai dan dicintai adalah sesuatu yang biasa terjadi dalam sebuah cerita kehidupan. Sebab pada dasarnya kita hidup atas dasar rasa cinta yang dimulai dari saling beradu pandang dan kisah cinta pada pandangan pertama para orang tua kita.
Cinta adalah sebuah kata yang suci dan tak berbatas yang besarnya meliputi alam semesta. Yang jika diteriakkan maka gaungnya akan sampai ke segala arah penjuru semesta. Setiap makhluk dikaruniai rasa cinta, sebuah kata yang dalam diamnya telah mempersatukan alam semesta sehingga mengikuti kehendak Tuhan.
Jika saja kita tanya satu per satu pada setiap manusia maka mereka pasti memiliki kisah cintanya masingmasing. Cintalah yang kemudian membuat manusia kadang bahagia dan kadang menderita. Karena kata pepatah, bahwa cinta tidak harus memiliki. Ada berjutajuta kisah cinta bahkan bermilyar milyar kisah cinta. Cinta adalah kata yang paling puitis di seluruh alam raya ini yang juga memiliki daya magis yang sangat dahsyat. Sebuah kalam illahi yang jika diucapkan akan membuat jagat raya ini tunduk dan hening.
Salah satu kisah cinta yang saat ini terjadi ada pada sosok kembang desa yang bernama Almira. Sudah lama ia terpesona dan jatuh hati kepada Rasyid. Dia adalah salah satu jamaah Rasyid yang paling rajin. Bahkan dialah yang selama ini membantu Rasyid dalam mengajari anakanak kecil membaca Al Qur’an dari ba’da maghrib sampai waktu isya’ tiba.
Almira, gadis cantik asli kampung itu. Ayahnya adalah seorang mantan kepala desa yang disegani. Melihat parasnya yang cantik, kehalusan budi, serta senyuman yang selalu tersungging dari mulutnya, maka laki – laki mana yang tidak ingin mempersuntingnya.
Namun sayang, hati kembang desa ini kini sudah tertambat pada seorang laki – laki yang bernama Rasyid, lakilaki yang dipandang Almira sebagai sosok yang bisa membimbing dan mengayominya dalam melewati bahtera kehidupan.
Sudah sejak lama Almira berusaha mengambil perhatian Rasyid. Untuk menunjukkan ketulusan cintanya tersebut, Almira rela untuk membantu Rasyid dalam menjalankan aktivitas dakwahnya di kampung tersebut. Bukan saja ia membantu aktivitas Rasyid di mushola, namun di luar musholapun ia mebantu Rasyid dalam mengkoordinir para jamaah perempuan dalam menjalankan aktivitasaktivitas keagamaan yang lainnya. Maka tidaklah aneh ketika sekarang Almira dikenal sebagai Ibu Rasyid.
Mendapat julukan sebagai Ibu Rasyid tersebut tentulah sangat menggembirakan hati Almira, meskipun secara malumalu ia purapura menolak panggilan tersebut.
Sebesar apapun rasa cinta Almira kepada Rasyid, hanya bisa ia wakilkan dengan isyarat – isyarat, sebab tidak elok rasanya jika seorang perempuan mengugkapkan rasa cintanya terlebih dahulu kepada seorang laki – laki.
Selama bertahuntahun Almira terus dengan setia menyertai Rasyid dalam dakwahnya. Namun entah kenapa ia merasa bahwa Rasyid tidak pernah membalas rasa cintanya tersebut. Sikap Rasyid terhadap Almira sama saja dengan sikap Rasyid terhadap warga masyarakat yang lainnya. Kadang Almira merasa jengkel kepada Rasyid yang tidak pernah mengerti tentang perasaannya selama ini. Namun sayang, rasa jengkelnya itu masih kalah besar dengan rasa cintanya terhadap Rasyid.
Sampai suatu ketika Rasyid mendapat fitnah. Akhirnya dengan rasa yang sangat berat Almira dengan ditemani Sarah memberanikan diri untuk menemui Rasyid di balebale bambu depan rumahnya.
Melalui pertemuan itulah Almira menyatakan rasa cintanya yang selama ini tidak diucapkan kepada Rasyid. Dengan berlinang air mata, Almira menyatakan kesiapannya untuk menerima Rasyid apa adanya dan akan menemaninya dalam suka maupun duka.
Suasanapun menjadi hening, yang terdengar saat itu hanyalah isak tangis Almira yang sebetulnya jauh di dalam hatinya merasakan kelegaan karena telah berhasil mengungkapkan rasa cintanya yang telah bertahuntahun lamanya ia pendam.
Sementara itu Rasyid hanya diam dan terpaku mendengar segala ucapan Almira. Pikirnya setengah tidak percaya bahwa Almira terlihat benarbenar mencintanya secara tulus. Disaat warga kampung itu sudah tidak percaya lagi kepadanya, ternyata masih ada orang yang bersedia untuk hidup dan mati dengannya.
Rasyid tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia sangat paham dengan rasa yang sekarang diungkapkan Almira kepadanya. Jatuh cinta memang tidak bisa dilogikakan. Namun sayang, jauh di dalam lubuk hati Rasyid masih tersimpan nama Rahmah, wanita pujaan anak Mama Kiai yang sekarang belum tentu statusnya apakah dia sudah menikah atau belum.
Namun demikian, tidak mungkin rasanya Rasyid berterus terang kepada Almira tentang Rahmah. Rasyid masih memikirkan tentang perasaan Almira. Namun demikian, Rasyid tetap harus menanggapi perasaan Almira pada saat itu.
“Mira,  Aku  sangat  menghormati  rasa yang Kau
ungkapkan kepadaku. Tentang perasaan Mira kepadaku, Aku ucapkan terima kasih. Aku bisa merasakan ketulusan dan kasih sayangmu dengan jelas. Tapi tahukah Mira bahwa saat ini masih banyak yang harus Aku lakukan. Tidak mungkin rasanya Aku melibatkan Mira atas perbuatan yang telah Aku lakukan. Biarkan Aku membayar segala perbuatan yang pernah Aku mulai Mira.” Ucap Rasyid lirih sambil menunduk menahan air mata yang mulai berkacakaca.
Mendengar ucapan itu Almira hanya menganggukanggukkan kepala sambil tidak kuasa menahan tangisnya yang semakin deras. Sementara Sarah memeluk Almira dengan sangat erat dengan mata yang berkacakaca.

***
Tidak disangka oleh Rasyid sebelumnya bahwa kedatangan Almira akan berkepanjangan dan menimbulkan ketersinggungan bagi keluarga Almira yang termasuk keluarga terpandang di kampung tersebut. Seperti halnya kejadian pagi itu tepat sehari setelah kedatangan Almira ke rumahnya Rasyid. Alfian, kakak lakilaki Almira yang terkenal tempramental itu tibatiba berteriakteriak di depan rumah Rasyid dengan membawa sebilah kayu rotan yang berukuran besar. Alfian berteriak kepada Rasyid untuk  segera  keluar  rumah dan menghadapinya se
bagai seorang lakilaki.
Rasyid yang terbiasa menikmati secangkir kopi dan ubi bakar di balebale depan rumahpun terpaksa pagi itu mengurungkan niat. Dirinya hanya diam di dalam rumah sambil mendengarkan ocehan Alfian yang merasa terhina karena adiknya ditolak cinta oleh Rasyid.
Dalam teriakannya Alfian menuduh bahwa Rasyid telah menggunakan gunaguna sehingga Almira jatuh cinta kepadanya. Kemudian Alfian juga menyebut Rasyid sebagai manusia yang tidak tahu diri karena menurutnya, Rasyid seharusnya merasa terangkat derajatnya oleh Almira yang berasal dari keluarga terpandang. Apalagi sekarang Rasyid sebagai seorang manusia terhinakan yang sedang dibenci oleh warga di kampung tersebut.
Mendengar segala ocehan Alfian tersebut Rasyid hanya diam saja di dalam rumah. Tidak sedikitpun ia berkeinginan untuk menemui Alfian yang sedang diliputi oleh angkara murka tersebut. Bukannya Rasyid tidak berani, namun ia merasa bahwa hal itu akan siasia jika dihadapi mengingat sudah tidak ada lagi warga kampung yang bersimpati terhadapnya. Meskipun beberapa kali terdengar di luar Alfian memukulmukul pintu rumahnya dengan rotan yang ia bawa, tidak sedikitpun Rasyid bergeming. Rasyid hanya terdiam sampai akhirnya Alfian tidak terdengar lagi teriakannya. 
Karena  dipandang  Rasyid  sudah  tidak mungkin
lagi bisa memenuhi janjinya untuk menghadirkan Si
Manusia Koboi, ditambah lagi permasalahan yang diakibatkan oleh penolakan Rasyid terhadap Almira. Maka warga kampung sudah bulat untuk segera mempersilakan Rayid meninggalkan kampung tersebut. Sementara karena di kampung itu sangat memerlukan seorang tokoh agama untuk memimpin dan mengajari ibadah para warga maka kemudian segenap pengurus memutuskan untuk segera mendatangkan ustadz baru sebagai pengganti Rasyid yang tinggal beberapa hari lagi akan menunaikan janjinya untuk pergi dari kampung itu.
Singkat cerita kemudian datanglah seorang ustadz baru yang berasal dari pondok pesantren yang sama dengan Rasyid. Dia adalah Yusuf Maulana yang akrab dengan nama panggilan Yusuf. Yusuf yang dahulu sering diminta Rasyid untuk mengantarkan suratnya kepada Rahmah, dan sekarang diisukan sudah menjadi suami Rahmah.
Melihat Yusuf, Rasyid dengan sangat gembira menyambutnya dengan sambutan khas ala sahabat dekat. Dengan kedatangan Yusuf ke kampung itu, Rasyid sudah sangat faham dengan perasaan Mama Kiai yang pasti merasa sangat malu mendengar peristiwa memalukan yang menimpanya. Sehingga Mama Kiai harus mengirimkan dari salah satu dari murid kesayangannya itu.
Pada saat pertama pertemuannya, Rasyid belum menceritakan apa yang telah dialaminya kepada Yusuf. Ia hanya bertanya mengenai kabar Mama Kiai beserta kabar dari seluruh warga pondok pesantren yang telah lama ia tidak kunjungi. Yusuf pun mengerti akan kondisi yang sedang dialami Rasyid saat ini. Oleh karena itu ia tidak memulai pembicaraan ke arah sana terlebih dahulu. Setelah Rasyid yang membukanya terlebih dahulu. Yusuf hanya menyampaikan pesan dari Mama Kiai yang meminta Rasyid untuk langsung mampir sejenak ke pondok pesantren setelah ia meninggalkan kampung itu.
Setelah kedatangan Yusuf ke kampung itu, secara otomatis kemudian ia menggantikan seluruh tugas yang sebelumnya dilaksanakan oleh Rasyid. Sementara itu, mengerti akan posisinya saat ini, kemudian Rasyid mulai mengepak barangbarangnya dalam rangka bersiapsiap untuk meninggalkan kampung itu. Saat ini Rasyid tidak lagi berharap kedatangan Si Manusia Koboi. Dan ia pun tidak berusaha untuk mencari keberadaan Si Manusia Koboi. Pernah beberapa kali ia berpikir untuk mencarinya di diskotik tempat ia dan Si Manusia Koboi dahulu. Namun setelah beberapa kali berpikir maka ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya itu. Karena menurut Rasyid, kini sudah saatnya bagi ia untuk mencari ilmu baru di luar sana setelah beberapa tahun ia hanya mengurusi masalah di kampung tersebut. Baginya sudah banyak ilmu yang didapatkan selama ia berada di kampung ini, sekarang ia harus hijrah untuk mencari ilmu dan pengalaman di tempat lain.
Sampai pada suatu malam Rasyid dan Yusuf ber
temu untuk berdiskusi di waktu yang biasa Rasyid dan Si Manusia Koboi habiskan untuk berdiskusi.
“Bagaimana ceritanya sampai Kau dijuluki Si Ustadz Koboi Syid? Yusuf memulai pembicaraan dengan raut muka santai dan sedikit tersenyum kecil menyikapi julukan baru yang diterima Rasyid.
Mendengar pertanyaan itu kemudian Rasyid langsung menceritakan seluruh hal ikhwal kejadiannya tanpa tedeng alingaling mulai dari awal ia bertemu dengan Si Manusia Koboi sampai akhirnya pada kejadian masalah diskotik yang ia alami.
Mendengar penjelasan Rasyid yang panjang lebar itu Yusuf hanya diam dan mendengarkan dengan seksama mengenai alur ceritanya dengan sesekali ia menggelengkan atau menganggukkan kepalanya.
Setelah selesai Rasyid menceritakan apa yang telah menimpa dirinya. Yusuf kemudian mengingatkan kembali tentang kisah Nabi Yusuf yang karena tidak cukup bukti di pengadilan yang menunjukkan bahwa ia adalah termasuk orang yang benar. Maka Nabi Yusuf harus menerima keputusan pengadilan dan menerima keputusan walaupun ia tidak bersalah.
“Aku lihat kisahmu itu mirip dengan kisahnya Nabi Yusuf Syid.” Ucap Yusuf mengakhiri ceritanya.
“Ya… mungkin kirakira seperti itulah Suf.” Ucap Rasyid pendek menanggapi tanggapan Yusuf atas masalahnya.
“Lalu  apa  rencanamu  selanjutnya  Syid?” Tanya
Yusuf penuh dengan rasa ingin tahu.
“Kemana saja Suf. Aku akan melangkahkan kakiku untuk mengetahui lebih banyak ilmu Tuhan yang tidak ada terhingga di muka bumi ini. Mungkin Aku akan menjadi penggembala atau bahkan pedagang kecil di pojok sebuah pasar tradisional, asalkan Aku hidup dengan bebas.”
“Apakah Kamu merasakan ketidakbebasan di sini Syid?”
“Bukan demikian Suf, tapi Aku ingin merasakan hidup yang bebas dari penilaian dan persepsi orangorang di sekitarku yang mengharapkan Aku selalu tampil menjadi malaikat. Aku hanya ingin menjadi bagian yang menguatkan saja Suf. Seperti halnya besi beton yang ada di sebuah bangunan yang walaupun tidak terlihat namun fungsinya sangat penting.” Jelas Rasyid panjang lebar.
Mendengar penjelasan Rasyid, Yusuf hanya bisa menganggukanggukkan kepalanya.
“Tidakkah Kau lebih baik kembali saja ke pondok pesantren untuk mengajar di sana Syid? Aku yakin Mama Kiai pasti akan mengerti setelah Kau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.”
“Aku tidak tahu Suf. Tetapi walaupun Aku tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada Mama Kiai. Namun Aku sangat yakin bahwa mata batin Mama Kiai bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Apalagi Beliau tahu tentang  sepak  terjangku  selama Aku menuntut ilmu di
pesantren.”
“Lalu bagaimana dengan nama baikmu di kampung ini Syid? Apakah Kau akan menerima begitu saja pendapat orang yang telah menyebutmu sebagai Ustadz Koboi?” Tanya Yusuf sambil mengerutkan kulit dahinya.
“Biarkan saja Suf. Aku tidak terlalu memperdulikan hal tersebut. Mungkin lima atau sepuluh tahun lagi, dan setelah berganti orang dan berganti generasi, orang akan segera melupakan tentang siapa itu Rasyid yang sekarang mereka panggil sebagai Ustadz Koboi. Yang terpenting bagiku bahwa Aku di sini sudah mendapatkan pelajaran yang begitu sangat berharga. Pelajaran yang baru kali ini Aku dapatkan selama hidupku.” Ucap Rasyid sambil menghela nafas dalamdalam.
“Aku juga yakin Kau pasti akan mendapatkan pengalaman yang banyak di sini Suf. Aku hanya berpesan bahwa anggaplah segala permasalahan itu sebagai bumbu dari kehidupan, sebagai vitamin untuk kemudian menjadi besar.”
“Tapi tidakkah Kau akan rindu dengan dunia dakwah yang telah Kau laksanakan selama ini Syid?”
“Suf, bagiku sekarang, dakwah adalah sesuatu yang bersifat umum.”
“Maksudmu?”
“Begini Suf, dakwah atau kata lain dari menegakkan kalimat Allah adalah sesuatu yang memiliki arti yang sangat luas. Setiap kegiatan yang kita lakukan yang kemudian ia sejalan dengan apa yang diperintahkan Tuhan maka itulah yang disebut dengan dakwah. Hanya saja memang dakwah itu kadang memerlukan kekuasaan atau harta untuk memperluas wilayah jangkauan atau mempercepat proses sampainya nilai yang dibawa kepada ummat.”
“Lalu kenapa Kau memilih untuk melepaskan kekuasaan sebagai pemuka agama dan memilih lingkup yang lebih kecil Syid?”
Mendengar pernyataan itu Rasyid hanya terdiam dan tidak segera menjawab pertanyaan Yusuf. Ingatannya kemudian teringat kembali kepada peristiwa yang telah menimpanya. Ada sedikit rasa sesak di hatinya ketika mengingat sebuah kenyataan bahwa dirinya sudah tidak dipercaya lagi oleh ummat yang selama ini ia pikirkan kemajuannya siang dan malam.
“Mungkin inilah yang disebut sebagai pilihan hidup Suf. Kini Kau telah banyak belajar terhadap perjalananku. Aku harap Kamu bisa mengambil segala hikmah dari sini. Aku titipkan ummat ini kepadamu. Mudahmudahan mereka bisa mengambil banyak manfaat atas keberadaanmu di sini.”
“Oya, bagaimana hubunganmu dengan Rahmah Suf? Aku dengar Kau sudah mempersuntingnya?”
“Mempersunting apanya Syid? Bukannya Kamu yang suka sama dia?”
“Aku  serius  Suf.  Apakah Kamu sudah memper
sunting Rahmah.”
“Heheee… itu berita yang tidak benar Syid, Aku dan Rahmah tidak pernah menikah. Dan kamipun tidak pernah merencanakan sebuah pernikahan. Rahmah masih menunggumu Syid.” Bisik Yusuf sambil tersenyum kecil.
Mendengar jawaban Yusuf tersebut Rasyid serasa mendapatkan berita yang sangat membahagiakan. Setidaknya berita tersebut adalah pengobat jiwanya pada saat ini. Berita tersebut bagaikan mata air di sebuah padang pasir yang sangat gersang. Rasyid tersenyum kecil dan tertunduk.
“Apakah Kau memberitahunya bahwa Aku yang sering mengirimi surat untuknya?”
“Iya, Aku beritahu semuanya Syid, dan Rahmah sangat senang. Dia menyimpan semua surat yang telah Kau kirimkan kepadanya.”
Sepintas tertangkap oleh juru mata Rasyid sekelebat sosok Si Manusia Koboi di luar mushola itu. Entah itu hanya halusinasi Rasyid saja atau memang benar Si Manusia Koboi itu berada di luar sana dan mungkin dari tadi memperhatikan percakapan antara Rasyid dan Yusuf. Tapi apakah itu hanya halusinasi ataupun bukan, sekarang Rasyid tidak peduli. Tidak ada keinginannya untuk bertemu lagi dengan Si Manusia Koboi. Sesosok manusia aneh yang sampai saat ini tidak memiliki itikad baik untuk membuka siapa identitasnya kepada Rasyid.
Disisi  lain,  jauh di dalam hatinya Yusuf sebetul
nya banyak yang ingin disampaikan kepada Rasyid,
termasuk kritikan terhadap sikap Rasyid yang sekarang ini. Namun sengaja Yusuf tidak mengutarakannya kepada Rasyid mengingat dirinya sangat faham terhadap kondisi yang sedang dialami oleh sahabatnya itu. Sesuai dengan pesan Mama Kiai kepada dirinya untuk membiarkan Rasyid menempuh jalan yang ingin ditempuhnya. Biarkan Rasyid untuk belajar menentukan langkahnya sendiri, yang terpenting langkahnya itu tidak bertentangan dengan apa yang diajarkan Islam. Karena menurut Mama Kiai, bahwa pada dasarnya kita samasama sedang dalam proses mencari Tuhan.
Haripun terus berlalu. Tidak terasa bahwa waktu yang disyaratkan oleh warga masyarakat sudah habis. Ini berarti besok Rasyid harus keluar dari kampung tersebut. Kampung yang tentunya menyimpan sejuta kenangan di benak Rasyid.
Dalam tekadnya Rasyid sudah bulat untuk meninggalkan kampung tersebut. Tidak peduli ia dengan segala cacian dan cemoohan orang nantinya atas segala fitnah yang sekarang sedang beredar. Baginya sekarang sudah jelas bahwa ternyata kemarau yang telah terjadi selama bertahuntahun akhirnya hanya selesai oleh hujan sehari. Begitulah sikap masyarakat di daerah itu. Mau dibilang kejam memang kejam. Namun mau dibilang tidak kejam juga tidak kejam, mengingat memang hanya seperti itulah kondisi masyarakat saat ini. Sebuah masyarakat yang sangat mengidolakan sosok manusia suci seperti malaikat yang selalu ada di sisinya untuk membantu segala keluh kesah dan permasalahannya. Yang terpenting bagi Rasyid sekarang dia sudah merasa sedikit lega mengingat Yusuf sudah berada di antara masyarakat kampung itu, masyarakat yang sampai saat ini masih Rasyid kasihi dan khawatirkan akan masa depannya.
Segala barangbarang yang akan dibawanya sudah dipersiapkan Rasyid. Namun hanya beberapa saja baju dan kitab yang dibawanya. Selebihnya ia sumbangkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Sedangkan kitabkitabnya ia sumbangkan kepada perpustakaan mushola agar masyarakat bisa belajar secara mandiri.
Segala bentuk pamit pun sudah Rasyid lakukan. Seperti kepada para tokoh kampung dan semua warga yang dijumpainya di mushola, di jalan, di pasar, atau di sawah. Banyak memang masyarakat yang merasa sedih karena akan ditinggalkan Rasyid. Banyak di antaranya pula yang menaruh simpatik dan memintanya untuk tetap berada di kampung itu meski Rasyid sudah tidak menjadi ustadz lagi. Pribadi Rasyid yang ramah dan penuh dengan semangat memang akan banyak yang merindukannya kelak. Tapi apalah daya, janji tinggallah janji, pada kenyataannya bahwa sudah menjadi keharusan bahwa besok Rasyid harus meninggalkan kampung itu. Kampung sejuta kenangan yang telah membuatnya belajar banyak mengenai kondisi ummat yang sebenarnya ada di dalam masyarakat. Boleh dibilang bahwa kampung itu sempat menjadi surga bagi Rasyid sampai akhirnya sekarang sudah berubah menjadi neraka.

***
Untuk mempersiapkan kepergiannya besok, Rasyid sengaja untuk segera tidur selepas ba’da Isya. Sehingga sebelum waktunya shubuh dan orangorang masih dalam keadaan tidur ia sudah berangkat menuju pondok pesantren tempat ia belajar dahulu untuk menemui Mama Kiai sesuai dengan pesan yang disampaikan olehnya melalui Yusuf tempo hari.
Ketika Rasyid sedang mulai mengantuk di atas tempat tidurnya, terdengar dari luar jendela ada suara yang memanggilnya dengan nada suara berisik namun agak keras.
“Siapa di luar?!?!” Teriak Rasyid bertanya.
“Ini Aku Syid, Aku Si Manusia Koboi.” Jawab orang yang berada di luar itu.
“Kaukah itu?”
“Iya, Aku Syid. Aku ke sini ingin menyelamatkanmu Syid. Aku ikut sedih mendengar cerita dari orangorang mengenai kejadian yang menimpamu.”
“Maaf Aku tidak butuh lagi bantuanmu Saudara.” Jawab Rasyid sambil tetap berbaring di atas tempat tidurnya.
“Jangan begitu Syid, Aku ingin membantumu un
tuk menyelamatkan nama baikmu Syid, sehingga Kau tetap bisa tinggal di kampung yang sangat Kau cintai ini.” Bujuk Si Manusia Koboi kepada Rasyid.
“Tidak Saudara, biarkan saja anggapan buruk kepadaku karena bukankah ini belum sebanding dengan yang dialami Muhammad. Lagian Aku masih punya Tuhan yang maha tahu segalanya. Biarkan kejadian ini hanya Tuhan, Aku, dan Kau yang mengetahuinya.” Jawab Rasyid sambil tetap tidak beranjak dari tempat tidurnya.
“Ah… Kau jangan begitu Syid. Apakah Kau tidak merasa kasihan kepadaku yang merasa sangat bersalah karena telah mengakibatkanmu seperti ini?” Ucap Si Manusia Koboi terus membujuk.
“Tidak Saudara, Kau jangan merasa bersalah kepadaku. Aku justru merasa berterima kasih kepadamu karena selama ini Kau telah memberikan pencerahan kepadaku.
“Baiklah kalau Kau merasa berterima kasih kepadaku. Maka bukakanlah pintu rumahmu untukku. Aku ingin berjumpa untuk yang terakhir kalinya denganmu.” Ucap Si Manusia Koboi tetap membujuk Rasyid agar membukakan pintu rumahnya.
“Enyahlah Kau Saudara, Aku harus segera tidur malam ini agar sebelum shubuh nanti Aku bisa meninggalkan kampung ini.” Ucap Rasyid terakhir kalinya sambil menutupkan kedua matanya. Tidak dipedulikannya lagi apa yang dikatakan Si Manusia Koboi selanjutnya. Mata Rasyid tibatiba terasa sangat mengantuk, dan sukmanya kemudian terbang ke alam mimpi. Suatu alam yang bebas batas, bebas norma, dan bebas nilai. Alam inilah yang digunakan Tuhan untuk menggembalakan sukmasukma manusia yang tetap hidup dan berkreasi sementara badan beristirahat laksana berhenti dari berbakti.