Jumat, 10 Juli 2020

DI UJUNG CINTA ALMIRA

Mencintai dan dicintai adalah sesuatu yang biasa terjadi dalam sebuah cerita kehidupan. Sebab pada dasarnya kita hidup atas dasar rasa cinta yang dimulai dari saling beradu pandang dan kisah cinta pada pandangan pertama para orang tua kita.
Cinta adalah sebuah kata yang suci dan tak berbatas yang besarnya meliputi alam semesta. Yang jika diteriakkan maka gaungnya akan sampai ke segala arah penjuru semesta. Setiap makhluk dikaruniai rasa cinta, sebuah kata yang dalam diamnya telah mempersatukan alam semesta sehingga mengikuti kehendak Tuhan.
Jika saja kita tanya satu per satu pada setiap manusia maka mereka pasti memiliki kisah cintanya masingmasing. Cintalah yang kemudian membuat manusia kadang bahagia dan kadang menderita. Karena kata pepatah, bahwa cinta tidak harus memiliki. Ada berjutajuta kisah cinta bahkan bermilyar milyar kisah cinta. Cinta adalah kata yang paling puitis di seluruh alam raya ini yang juga memiliki daya magis yang sangat dahsyat. Sebuah kalam illahi yang jika diucapkan akan membuat jagat raya ini tunduk dan hening.
Salah satu kisah cinta yang saat ini terjadi ada pada sosok kembang desa yang bernama Almira. Sudah lama ia terpesona dan jatuh hati kepada Rasyid. Dia adalah salah satu jamaah Rasyid yang paling rajin. Bahkan dialah yang selama ini membantu Rasyid dalam mengajari anakanak kecil membaca Al Qur’an dari ba’da maghrib sampai waktu isya’ tiba.
Almira, gadis cantik asli kampung itu. Ayahnya adalah seorang mantan kepala desa yang disegani. Melihat parasnya yang cantik, kehalusan budi, serta senyuman yang selalu tersungging dari mulutnya, maka laki – laki mana yang tidak ingin mempersuntingnya.
Namun sayang, hati kembang desa ini kini sudah tertambat pada seorang laki – laki yang bernama Rasyid, lakilaki yang dipandang Almira sebagai sosok yang bisa membimbing dan mengayominya dalam melewati bahtera kehidupan.
Sudah sejak lama Almira berusaha mengambil perhatian Rasyid. Untuk menunjukkan ketulusan cintanya tersebut, Almira rela untuk membantu Rasyid dalam menjalankan aktivitas dakwahnya di kampung tersebut. Bukan saja ia membantu aktivitas Rasyid di mushola, namun di luar musholapun ia mebantu Rasyid dalam mengkoordinir para jamaah perempuan dalam menjalankan aktivitasaktivitas keagamaan yang lainnya. Maka tidaklah aneh ketika sekarang Almira dikenal sebagai Ibu Rasyid.
Mendapat julukan sebagai Ibu Rasyid tersebut tentulah sangat menggembirakan hati Almira, meskipun secara malumalu ia purapura menolak panggilan tersebut.
Sebesar apapun rasa cinta Almira kepada Rasyid, hanya bisa ia wakilkan dengan isyarat – isyarat, sebab tidak elok rasanya jika seorang perempuan mengugkapkan rasa cintanya terlebih dahulu kepada seorang laki – laki.
Selama bertahuntahun Almira terus dengan setia menyertai Rasyid dalam dakwahnya. Namun entah kenapa ia merasa bahwa Rasyid tidak pernah membalas rasa cintanya tersebut. Sikap Rasyid terhadap Almira sama saja dengan sikap Rasyid terhadap warga masyarakat yang lainnya. Kadang Almira merasa jengkel kepada Rasyid yang tidak pernah mengerti tentang perasaannya selama ini. Namun sayang, rasa jengkelnya itu masih kalah besar dengan rasa cintanya terhadap Rasyid.
Sampai suatu ketika Rasyid mendapat fitnah. Akhirnya dengan rasa yang sangat berat Almira dengan ditemani Sarah memberanikan diri untuk menemui Rasyid di balebale bambu depan rumahnya.
Melalui pertemuan itulah Almira menyatakan rasa cintanya yang selama ini tidak diucapkan kepada Rasyid. Dengan berlinang air mata, Almira menyatakan kesiapannya untuk menerima Rasyid apa adanya dan akan menemaninya dalam suka maupun duka.
Suasanapun menjadi hening, yang terdengar saat itu hanyalah isak tangis Almira yang sebetulnya jauh di dalam hatinya merasakan kelegaan karena telah berhasil mengungkapkan rasa cintanya yang telah bertahuntahun lamanya ia pendam.
Sementara itu Rasyid hanya diam dan terpaku mendengar segala ucapan Almira. Pikirnya setengah tidak percaya bahwa Almira terlihat benarbenar mencintanya secara tulus. Disaat warga kampung itu sudah tidak percaya lagi kepadanya, ternyata masih ada orang yang bersedia untuk hidup dan mati dengannya.
Rasyid tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia sangat paham dengan rasa yang sekarang diungkapkan Almira kepadanya. Jatuh cinta memang tidak bisa dilogikakan. Namun sayang, jauh di dalam lubuk hati Rasyid masih tersimpan nama Rahmah, wanita pujaan anak Mama Kiai yang sekarang belum tentu statusnya apakah dia sudah menikah atau belum.
Namun demikian, tidak mungkin rasanya Rasyid berterus terang kepada Almira tentang Rahmah. Rasyid masih memikirkan tentang perasaan Almira. Namun demikian, Rasyid tetap harus menanggapi perasaan Almira pada saat itu.
“Mira,  Aku  sangat  menghormati  rasa yang Kau
ungkapkan kepadaku. Tentang perasaan Mira kepadaku, Aku ucapkan terima kasih. Aku bisa merasakan ketulusan dan kasih sayangmu dengan jelas. Tapi tahukah Mira bahwa saat ini masih banyak yang harus Aku lakukan. Tidak mungkin rasanya Aku melibatkan Mira atas perbuatan yang telah Aku lakukan. Biarkan Aku membayar segala perbuatan yang pernah Aku mulai Mira.” Ucap Rasyid lirih sambil menunduk menahan air mata yang mulai berkacakaca.
Mendengar ucapan itu Almira hanya menganggukanggukkan kepala sambil tidak kuasa menahan tangisnya yang semakin deras. Sementara Sarah memeluk Almira dengan sangat erat dengan mata yang berkacakaca.

***
Tidak disangka oleh Rasyid sebelumnya bahwa kedatangan Almira akan berkepanjangan dan menimbulkan ketersinggungan bagi keluarga Almira yang termasuk keluarga terpandang di kampung tersebut. Seperti halnya kejadian pagi itu tepat sehari setelah kedatangan Almira ke rumahnya Rasyid. Alfian, kakak lakilaki Almira yang terkenal tempramental itu tibatiba berteriakteriak di depan rumah Rasyid dengan membawa sebilah kayu rotan yang berukuran besar. Alfian berteriak kepada Rasyid untuk  segera  keluar  rumah dan menghadapinya se
bagai seorang lakilaki.
Rasyid yang terbiasa menikmati secangkir kopi dan ubi bakar di balebale depan rumahpun terpaksa pagi itu mengurungkan niat. Dirinya hanya diam di dalam rumah sambil mendengarkan ocehan Alfian yang merasa terhina karena adiknya ditolak cinta oleh Rasyid.
Dalam teriakannya Alfian menuduh bahwa Rasyid telah menggunakan gunaguna sehingga Almira jatuh cinta kepadanya. Kemudian Alfian juga menyebut Rasyid sebagai manusia yang tidak tahu diri karena menurutnya, Rasyid seharusnya merasa terangkat derajatnya oleh Almira yang berasal dari keluarga terpandang. Apalagi sekarang Rasyid sebagai seorang manusia terhinakan yang sedang dibenci oleh warga di kampung tersebut.
Mendengar segala ocehan Alfian tersebut Rasyid hanya diam saja di dalam rumah. Tidak sedikitpun ia berkeinginan untuk menemui Alfian yang sedang diliputi oleh angkara murka tersebut. Bukannya Rasyid tidak berani, namun ia merasa bahwa hal itu akan siasia jika dihadapi mengingat sudah tidak ada lagi warga kampung yang bersimpati terhadapnya. Meskipun beberapa kali terdengar di luar Alfian memukulmukul pintu rumahnya dengan rotan yang ia bawa, tidak sedikitpun Rasyid bergeming. Rasyid hanya terdiam sampai akhirnya Alfian tidak terdengar lagi teriakannya. 
Karena  dipandang  Rasyid  sudah  tidak mungkin
lagi bisa memenuhi janjinya untuk menghadirkan Si
Manusia Koboi, ditambah lagi permasalahan yang diakibatkan oleh penolakan Rasyid terhadap Almira. Maka warga kampung sudah bulat untuk segera mempersilakan Rayid meninggalkan kampung tersebut. Sementara karena di kampung itu sangat memerlukan seorang tokoh agama untuk memimpin dan mengajari ibadah para warga maka kemudian segenap pengurus memutuskan untuk segera mendatangkan ustadz baru sebagai pengganti Rasyid yang tinggal beberapa hari lagi akan menunaikan janjinya untuk pergi dari kampung itu.
Singkat cerita kemudian datanglah seorang ustadz baru yang berasal dari pondok pesantren yang sama dengan Rasyid. Dia adalah Yusuf Maulana yang akrab dengan nama panggilan Yusuf. Yusuf yang dahulu sering diminta Rasyid untuk mengantarkan suratnya kepada Rahmah, dan sekarang diisukan sudah menjadi suami Rahmah.
Melihat Yusuf, Rasyid dengan sangat gembira menyambutnya dengan sambutan khas ala sahabat dekat. Dengan kedatangan Yusuf ke kampung itu, Rasyid sudah sangat faham dengan perasaan Mama Kiai yang pasti merasa sangat malu mendengar peristiwa memalukan yang menimpanya. Sehingga Mama Kiai harus mengirimkan dari salah satu dari murid kesayangannya itu.
Pada saat pertama pertemuannya, Rasyid belum menceritakan apa yang telah dialaminya kepada Yusuf. Ia hanya bertanya mengenai kabar Mama Kiai beserta kabar dari seluruh warga pondok pesantren yang telah lama ia tidak kunjungi. Yusuf pun mengerti akan kondisi yang sedang dialami Rasyid saat ini. Oleh karena itu ia tidak memulai pembicaraan ke arah sana terlebih dahulu. Setelah Rasyid yang membukanya terlebih dahulu. Yusuf hanya menyampaikan pesan dari Mama Kiai yang meminta Rasyid untuk langsung mampir sejenak ke pondok pesantren setelah ia meninggalkan kampung itu.
Setelah kedatangan Yusuf ke kampung itu, secara otomatis kemudian ia menggantikan seluruh tugas yang sebelumnya dilaksanakan oleh Rasyid. Sementara itu, mengerti akan posisinya saat ini, kemudian Rasyid mulai mengepak barangbarangnya dalam rangka bersiapsiap untuk meninggalkan kampung itu. Saat ini Rasyid tidak lagi berharap kedatangan Si Manusia Koboi. Dan ia pun tidak berusaha untuk mencari keberadaan Si Manusia Koboi. Pernah beberapa kali ia berpikir untuk mencarinya di diskotik tempat ia dan Si Manusia Koboi dahulu. Namun setelah beberapa kali berpikir maka ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya itu. Karena menurut Rasyid, kini sudah saatnya bagi ia untuk mencari ilmu baru di luar sana setelah beberapa tahun ia hanya mengurusi masalah di kampung tersebut. Baginya sudah banyak ilmu yang didapatkan selama ia berada di kampung ini, sekarang ia harus hijrah untuk mencari ilmu dan pengalaman di tempat lain.
Sampai pada suatu malam Rasyid dan Yusuf ber
temu untuk berdiskusi di waktu yang biasa Rasyid dan Si Manusia Koboi habiskan untuk berdiskusi.
“Bagaimana ceritanya sampai Kau dijuluki Si Ustadz Koboi Syid? Yusuf memulai pembicaraan dengan raut muka santai dan sedikit tersenyum kecil menyikapi julukan baru yang diterima Rasyid.
Mendengar pertanyaan itu kemudian Rasyid langsung menceritakan seluruh hal ikhwal kejadiannya tanpa tedeng alingaling mulai dari awal ia bertemu dengan Si Manusia Koboi sampai akhirnya pada kejadian masalah diskotik yang ia alami.
Mendengar penjelasan Rasyid yang panjang lebar itu Yusuf hanya diam dan mendengarkan dengan seksama mengenai alur ceritanya dengan sesekali ia menggelengkan atau menganggukkan kepalanya.
Setelah selesai Rasyid menceritakan apa yang telah menimpa dirinya. Yusuf kemudian mengingatkan kembali tentang kisah Nabi Yusuf yang karena tidak cukup bukti di pengadilan yang menunjukkan bahwa ia adalah termasuk orang yang benar. Maka Nabi Yusuf harus menerima keputusan pengadilan dan menerima keputusan walaupun ia tidak bersalah.
“Aku lihat kisahmu itu mirip dengan kisahnya Nabi Yusuf Syid.” Ucap Yusuf mengakhiri ceritanya.
“Ya… mungkin kirakira seperti itulah Suf.” Ucap Rasyid pendek menanggapi tanggapan Yusuf atas masalahnya.
“Lalu  apa  rencanamu  selanjutnya  Syid?” Tanya
Yusuf penuh dengan rasa ingin tahu.
“Kemana saja Suf. Aku akan melangkahkan kakiku untuk mengetahui lebih banyak ilmu Tuhan yang tidak ada terhingga di muka bumi ini. Mungkin Aku akan menjadi penggembala atau bahkan pedagang kecil di pojok sebuah pasar tradisional, asalkan Aku hidup dengan bebas.”
“Apakah Kamu merasakan ketidakbebasan di sini Syid?”
“Bukan demikian Suf, tapi Aku ingin merasakan hidup yang bebas dari penilaian dan persepsi orangorang di sekitarku yang mengharapkan Aku selalu tampil menjadi malaikat. Aku hanya ingin menjadi bagian yang menguatkan saja Suf. Seperti halnya besi beton yang ada di sebuah bangunan yang walaupun tidak terlihat namun fungsinya sangat penting.” Jelas Rasyid panjang lebar.
Mendengar penjelasan Rasyid, Yusuf hanya bisa menganggukanggukkan kepalanya.
“Tidakkah Kau lebih baik kembali saja ke pondok pesantren untuk mengajar di sana Syid? Aku yakin Mama Kiai pasti akan mengerti setelah Kau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.”
“Aku tidak tahu Suf. Tetapi walaupun Aku tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada Mama Kiai. Namun Aku sangat yakin bahwa mata batin Mama Kiai bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Apalagi Beliau tahu tentang  sepak  terjangku  selama Aku menuntut ilmu di
pesantren.”
“Lalu bagaimana dengan nama baikmu di kampung ini Syid? Apakah Kau akan menerima begitu saja pendapat orang yang telah menyebutmu sebagai Ustadz Koboi?” Tanya Yusuf sambil mengerutkan kulit dahinya.
“Biarkan saja Suf. Aku tidak terlalu memperdulikan hal tersebut. Mungkin lima atau sepuluh tahun lagi, dan setelah berganti orang dan berganti generasi, orang akan segera melupakan tentang siapa itu Rasyid yang sekarang mereka panggil sebagai Ustadz Koboi. Yang terpenting bagiku bahwa Aku di sini sudah mendapatkan pelajaran yang begitu sangat berharga. Pelajaran yang baru kali ini Aku dapatkan selama hidupku.” Ucap Rasyid sambil menghela nafas dalamdalam.
“Aku juga yakin Kau pasti akan mendapatkan pengalaman yang banyak di sini Suf. Aku hanya berpesan bahwa anggaplah segala permasalahan itu sebagai bumbu dari kehidupan, sebagai vitamin untuk kemudian menjadi besar.”
“Tapi tidakkah Kau akan rindu dengan dunia dakwah yang telah Kau laksanakan selama ini Syid?”
“Suf, bagiku sekarang, dakwah adalah sesuatu yang bersifat umum.”
“Maksudmu?”
“Begini Suf, dakwah atau kata lain dari menegakkan kalimat Allah adalah sesuatu yang memiliki arti yang sangat luas. Setiap kegiatan yang kita lakukan yang kemudian ia sejalan dengan apa yang diperintahkan Tuhan maka itulah yang disebut dengan dakwah. Hanya saja memang dakwah itu kadang memerlukan kekuasaan atau harta untuk memperluas wilayah jangkauan atau mempercepat proses sampainya nilai yang dibawa kepada ummat.”
“Lalu kenapa Kau memilih untuk melepaskan kekuasaan sebagai pemuka agama dan memilih lingkup yang lebih kecil Syid?”
Mendengar pernyataan itu Rasyid hanya terdiam dan tidak segera menjawab pertanyaan Yusuf. Ingatannya kemudian teringat kembali kepada peristiwa yang telah menimpanya. Ada sedikit rasa sesak di hatinya ketika mengingat sebuah kenyataan bahwa dirinya sudah tidak dipercaya lagi oleh ummat yang selama ini ia pikirkan kemajuannya siang dan malam.
“Mungkin inilah yang disebut sebagai pilihan hidup Suf. Kini Kau telah banyak belajar terhadap perjalananku. Aku harap Kamu bisa mengambil segala hikmah dari sini. Aku titipkan ummat ini kepadamu. Mudahmudahan mereka bisa mengambil banyak manfaat atas keberadaanmu di sini.”
“Oya, bagaimana hubunganmu dengan Rahmah Suf? Aku dengar Kau sudah mempersuntingnya?”
“Mempersunting apanya Syid? Bukannya Kamu yang suka sama dia?”
“Aku  serius  Suf.  Apakah Kamu sudah memper
sunting Rahmah.”
“Heheee… itu berita yang tidak benar Syid, Aku dan Rahmah tidak pernah menikah. Dan kamipun tidak pernah merencanakan sebuah pernikahan. Rahmah masih menunggumu Syid.” Bisik Yusuf sambil tersenyum kecil.
Mendengar jawaban Yusuf tersebut Rasyid serasa mendapatkan berita yang sangat membahagiakan. Setidaknya berita tersebut adalah pengobat jiwanya pada saat ini. Berita tersebut bagaikan mata air di sebuah padang pasir yang sangat gersang. Rasyid tersenyum kecil dan tertunduk.
“Apakah Kau memberitahunya bahwa Aku yang sering mengirimi surat untuknya?”
“Iya, Aku beritahu semuanya Syid, dan Rahmah sangat senang. Dia menyimpan semua surat yang telah Kau kirimkan kepadanya.”
Sepintas tertangkap oleh juru mata Rasyid sekelebat sosok Si Manusia Koboi di luar mushola itu. Entah itu hanya halusinasi Rasyid saja atau memang benar Si Manusia Koboi itu berada di luar sana dan mungkin dari tadi memperhatikan percakapan antara Rasyid dan Yusuf. Tapi apakah itu hanya halusinasi ataupun bukan, sekarang Rasyid tidak peduli. Tidak ada keinginannya untuk bertemu lagi dengan Si Manusia Koboi. Sesosok manusia aneh yang sampai saat ini tidak memiliki itikad baik untuk membuka siapa identitasnya kepada Rasyid.
Disisi  lain,  jauh di dalam hatinya Yusuf sebetul
nya banyak yang ingin disampaikan kepada Rasyid,
termasuk kritikan terhadap sikap Rasyid yang sekarang ini. Namun sengaja Yusuf tidak mengutarakannya kepada Rasyid mengingat dirinya sangat faham terhadap kondisi yang sedang dialami oleh sahabatnya itu. Sesuai dengan pesan Mama Kiai kepada dirinya untuk membiarkan Rasyid menempuh jalan yang ingin ditempuhnya. Biarkan Rasyid untuk belajar menentukan langkahnya sendiri, yang terpenting langkahnya itu tidak bertentangan dengan apa yang diajarkan Islam. Karena menurut Mama Kiai, bahwa pada dasarnya kita samasama sedang dalam proses mencari Tuhan.
Haripun terus berlalu. Tidak terasa bahwa waktu yang disyaratkan oleh warga masyarakat sudah habis. Ini berarti besok Rasyid harus keluar dari kampung tersebut. Kampung yang tentunya menyimpan sejuta kenangan di benak Rasyid.
Dalam tekadnya Rasyid sudah bulat untuk meninggalkan kampung tersebut. Tidak peduli ia dengan segala cacian dan cemoohan orang nantinya atas segala fitnah yang sekarang sedang beredar. Baginya sekarang sudah jelas bahwa ternyata kemarau yang telah terjadi selama bertahuntahun akhirnya hanya selesai oleh hujan sehari. Begitulah sikap masyarakat di daerah itu. Mau dibilang kejam memang kejam. Namun mau dibilang tidak kejam juga tidak kejam, mengingat memang hanya seperti itulah kondisi masyarakat saat ini. Sebuah masyarakat yang sangat mengidolakan sosok manusia suci seperti malaikat yang selalu ada di sisinya untuk membantu segala keluh kesah dan permasalahannya. Yang terpenting bagi Rasyid sekarang dia sudah merasa sedikit lega mengingat Yusuf sudah berada di antara masyarakat kampung itu, masyarakat yang sampai saat ini masih Rasyid kasihi dan khawatirkan akan masa depannya.
Segala barangbarang yang akan dibawanya sudah dipersiapkan Rasyid. Namun hanya beberapa saja baju dan kitab yang dibawanya. Selebihnya ia sumbangkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Sedangkan kitabkitabnya ia sumbangkan kepada perpustakaan mushola agar masyarakat bisa belajar secara mandiri.
Segala bentuk pamit pun sudah Rasyid lakukan. Seperti kepada para tokoh kampung dan semua warga yang dijumpainya di mushola, di jalan, di pasar, atau di sawah. Banyak memang masyarakat yang merasa sedih karena akan ditinggalkan Rasyid. Banyak di antaranya pula yang menaruh simpatik dan memintanya untuk tetap berada di kampung itu meski Rasyid sudah tidak menjadi ustadz lagi. Pribadi Rasyid yang ramah dan penuh dengan semangat memang akan banyak yang merindukannya kelak. Tapi apalah daya, janji tinggallah janji, pada kenyataannya bahwa sudah menjadi keharusan bahwa besok Rasyid harus meninggalkan kampung itu. Kampung sejuta kenangan yang telah membuatnya belajar banyak mengenai kondisi ummat yang sebenarnya ada di dalam masyarakat. Boleh dibilang bahwa kampung itu sempat menjadi surga bagi Rasyid sampai akhirnya sekarang sudah berubah menjadi neraka.

***
Untuk mempersiapkan kepergiannya besok, Rasyid sengaja untuk segera tidur selepas ba’da Isya. Sehingga sebelum waktunya shubuh dan orangorang masih dalam keadaan tidur ia sudah berangkat menuju pondok pesantren tempat ia belajar dahulu untuk menemui Mama Kiai sesuai dengan pesan yang disampaikan olehnya melalui Yusuf tempo hari.
Ketika Rasyid sedang mulai mengantuk di atas tempat tidurnya, terdengar dari luar jendela ada suara yang memanggilnya dengan nada suara berisik namun agak keras.
“Siapa di luar?!?!” Teriak Rasyid bertanya.
“Ini Aku Syid, Aku Si Manusia Koboi.” Jawab orang yang berada di luar itu.
“Kaukah itu?”
“Iya, Aku Syid. Aku ke sini ingin menyelamatkanmu Syid. Aku ikut sedih mendengar cerita dari orangorang mengenai kejadian yang menimpamu.”
“Maaf Aku tidak butuh lagi bantuanmu Saudara.” Jawab Rasyid sambil tetap berbaring di atas tempat tidurnya.
“Jangan begitu Syid, Aku ingin membantumu un
tuk menyelamatkan nama baikmu Syid, sehingga Kau tetap bisa tinggal di kampung yang sangat Kau cintai ini.” Bujuk Si Manusia Koboi kepada Rasyid.
“Tidak Saudara, biarkan saja anggapan buruk kepadaku karena bukankah ini belum sebanding dengan yang dialami Muhammad. Lagian Aku masih punya Tuhan yang maha tahu segalanya. Biarkan kejadian ini hanya Tuhan, Aku, dan Kau yang mengetahuinya.” Jawab Rasyid sambil tetap tidak beranjak dari tempat tidurnya.
“Ah… Kau jangan begitu Syid. Apakah Kau tidak merasa kasihan kepadaku yang merasa sangat bersalah karena telah mengakibatkanmu seperti ini?” Ucap Si Manusia Koboi terus membujuk.
“Tidak Saudara, Kau jangan merasa bersalah kepadaku. Aku justru merasa berterima kasih kepadamu karena selama ini Kau telah memberikan pencerahan kepadaku.
“Baiklah kalau Kau merasa berterima kasih kepadaku. Maka bukakanlah pintu rumahmu untukku. Aku ingin berjumpa untuk yang terakhir kalinya denganmu.” Ucap Si Manusia Koboi tetap membujuk Rasyid agar membukakan pintu rumahnya.
“Enyahlah Kau Saudara, Aku harus segera tidur malam ini agar sebelum shubuh nanti Aku bisa meninggalkan kampung ini.” Ucap Rasyid terakhir kalinya sambil menutupkan kedua matanya. Tidak dipedulikannya lagi apa yang dikatakan Si Manusia Koboi selanjutnya. Mata Rasyid tibatiba terasa sangat mengantuk, dan sukmanya kemudian terbang ke alam mimpi. Suatu alam yang bebas batas, bebas norma, dan bebas nilai. Alam inilah yang digunakan Tuhan untuk menggembalakan sukmasukma manusia yang tetap hidup dan berkreasi sementara badan beristirahat laksana berhenti dari berbakti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar