Mencintai
dan dicintai adalah sesuatu yang biasa terjadi dalam sebuah cerita kehidupan.
Sebab pada dasarnya kita hidup atas dasar rasa cinta yang dimulai dari saling
beradu pandang dan kisah cinta pada pandangan pertama para orang tua kita.
Cinta
adalah sebuah kata yang suci dan tak berbatas
yang besarnya meliputi alam semesta. Yang jika diteriakkan maka gaungnya akan
sampai ke segala arah penjuru semesta. Setiap makhluk dikaruniai rasa cinta,
sebuah kata yang dalam diamnya telah mempersatukan alam semesta sehingga
mengikuti kehendak Tuhan.
Jika
saja kita tanya satu per satu pada setiap manusia maka mereka pasti memiliki
kisah cintanya masingmasing. Cintalah yang kemudian membuat manusia kadang
bahagia dan kadang menderita. Karena kata pepatah, bahwa cinta tidak harus
memiliki. Ada berjutajuta kisah cinta bahkan bermilyar milyar kisah cinta.
Cinta adalah kata yang paling puitis di seluruh alam raya ini yang juga
memiliki daya magis yang sangat dahsyat. Sebuah kalam illahi yang jika
diucapkan akan membuat jagat raya ini tunduk dan hening.
Salah
satu kisah cinta yang saat ini terjadi ada pada sosok kembang desa yang bernama
Almira. Sudah lama ia terpesona dan jatuh hati kepada Rasyid. Dia adalah salah
satu jamaah Rasyid yang paling rajin. Bahkan dialah yang selama ini membantu
Rasyid dalam mengajari anakanak kecil membaca Al Qur’an dari ba’da maghrib sampai waktu isya’ tiba.
Almira,
gadis cantik asli kampung itu. Ayahnya adalah seorang mantan kepala desa yang
disegani. Melihat parasnya yang cantik, kehalusan budi, serta senyuman yang
selalu tersungging dari mulutnya, maka laki – laki mana yang tidak ingin
mempersuntingnya.
Namun
sayang, hati kembang desa ini kini sudah tertambat pada seorang laki – laki
yang bernama Rasyid, lakilaki yang dipandang Almira sebagai sosok yang bisa
membimbing dan mengayominya dalam melewati bahtera kehidupan.
Sudah
sejak lama Almira berusaha mengambil perhatian Rasyid. Untuk menunjukkan
ketulusan cintanya
tersebut, Almira rela untuk membantu Rasyid dalam menjalankan aktivitas
dakwahnya di kampung tersebut. Bukan saja ia membantu aktivitas Rasyid di
mushola, namun di luar musholapun ia mebantu Rasyid dalam mengkoordinir para
jamaah perempuan dalam menjalankan aktivitasaktivitas keagamaan yang lainnya.
Maka tidaklah aneh ketika sekarang Almira dikenal sebagai “Ibu Rasyid”.
Mendapat
julukan sebagai Ibu Rasyid tersebut tentulah sangat menggembirakan hati Almira,
meskipun secara malumalu ia purapura menolak panggilan tersebut.
Sebesar
apapun rasa cinta Almira kepada Rasyid, hanya bisa ia wakilkan dengan isyarat –
isyarat, sebab tidak elok rasanya jika seorang perempuan mengugkapkan rasa
cintanya terlebih dahulu kepada seorang laki – laki.
Selama
bertahuntahun Almira terus dengan setia menyertai Rasyid dalam dakwahnya. Namun
entah kenapa ia merasa
bahwa Rasyid tidak pernah membalas rasa cintanya tersebut. Sikap Rasyid
terhadap Almira sama saja dengan sikap Rasyid terhadap warga masyarakat yang
lainnya. Kadang Almira merasa jengkel kepada Rasyid yang tidak pernah mengerti
tentang perasaannya selama ini. Namun sayang, rasa jengkelnya itu masih kalah
besar dengan rasa cintanya terhadap Rasyid.
Sampai
suatu ketika Rasyid mendapat fitnah. Akhirnya dengan rasa yang sangat berat
Almira dengan ditemani Sarah memberanikan diri untuk menemui Rasyid di balebale
bambu depan rumahnya.
Melalui
pertemuan itulah Almira menyatakan rasa cintanya yang selama ini tidak
diucapkan kepada Rasyid. Dengan berlinang air mata, Almira menyatakan
kesiapannya untuk menerima Rasyid apa adanya dan akan menemaninya dalam suka
maupun duka.
Suasanapun
menjadi hening, yang terdengar saat itu hanyalah isak tangis Almira yang
sebetulnya jauh di dalam hatinya merasakan kelegaan karena telah berhasil
mengungkapkan rasa cintanya yang telah bertahuntahun lamanya ia pendam.
Sementara
itu Rasyid hanya diam dan terpaku mendengar segala ucapan Almira. Pikirnya
setengah tidak percaya bahwa Almira terlihat benarbenar mencintanya secara
tulus. Disaat warga kampung itu sudah tidak percaya lagi kepadanya, ternyata
masih ada orang yang bersedia untuk hidup dan mati dengannya.
Rasyid
tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia sangat paham dengan rasa yang
sekarang diungkapkan Almira kepadanya. Jatuh cinta memang tidak bisa
dilogikakan. Namun sayang, jauh di dalam lubuk hati Rasyid masih tersimpan nama
Rahmah, wanita pujaan anak Mama Kiai yang sekarang belum tentu statusnya apakah
dia sudah menikah atau belum.
Namun
demikian, tidak mungkin rasanya Rasyid berterus terang kepada Almira tentang Rahmah.
Rasyid masih memikirkan tentang perasaan Almira. Namun demikian, Rasyid tetap
harus menanggapi perasaan Almira pada saat itu.
“Mira, Aku sangat menghormati rasa yang Kau
ungkapkan
kepadaku. Tentang perasaan Mira kepadaku, Aku ucapkan terima kasih. Aku bisa
merasakan ketulusan dan kasih sayangmu dengan jelas. Tapi tahukah Mira bahwa
saat ini masih banyak yang harus Aku lakukan. Tidak mungkin rasanya Aku
melibatkan Mira atas perbuatan yang telah Aku lakukan. Biarkan Aku membayar
segala perbuatan yang pernah Aku mulai Mira.” Ucap Rasyid lirih sambil menunduk
menahan air mata yang mulai berkacakaca.
Mendengar
ucapan itu Almira hanya menganggukanggukkan kepala sambil tidak kuasa menahan
tangisnya yang semakin deras. Sementara Sarah memeluk Almira dengan sangat erat
dengan mata yang berkacakaca.
***
Tidak
disangka oleh Rasyid sebelumnya bahwa kedatangan Almira akan berkepanjangan dan
menimbulkan ketersinggungan bagi keluarga Almira yang termasuk keluarga
terpandang di kampung tersebut. Seperti halnya kejadian pagi itu tepat sehari
setelah kedatangan Almira ke rumahnya Rasyid. Alfian, kakak lakilaki Almira
yang terkenal tempramental itu tibatiba berteriakteriak di depan rumah Rasyid
dengan membawa sebilah kayu rotan yang berukuran besar. Alfian berteriak kepada
Rasyid untuk segera keluar rumah dan menghadapinya se
bagai seorang lakilaki.
Rasyid yang terbiasa menikmati secangkir kopi dan ubi
bakar di balebale depan rumahpun terpaksa pagi itu mengurungkan niat. Dirinya
hanya diam di dalam rumah sambil mendengarkan ocehan Alfian yang merasa terhina
karena adiknya ditolak cinta oleh Rasyid.
Dalam
teriakannya Alfian menuduh bahwa Rasyid telah menggunakan gunaguna sehingga
Almira jatuh cinta kepadanya. Kemudian Alfian juga menyebut Rasyid sebagai
manusia yang tidak tahu diri karena menurutnya, Rasyid seharusnya merasa
terangkat derajatnya oleh Almira yang berasal dari keluarga terpandang. Apalagi
sekarang Rasyid sebagai seorang manusia terhinakan yang sedang dibenci oleh warga
di kampung tersebut.
Mendengar
segala ocehan Alfian tersebut Rasyid hanya diam saja di dalam rumah. Tidak
sedikitpun ia berkeinginan untuk menemui Alfian yang sedang diliputi oleh
angkara murka tersebut. Bukannya Rasyid tidak berani, namun ia merasa bahwa hal
itu akan siasia jika dihadapi mengingat sudah tidak ada lagi warga kampung yang
bersimpati terhadapnya. Meskipun beberapa kali terdengar di luar Alfian
memukulmukul pintu rumahnya dengan rotan yang ia bawa, tidak sedikitpun Rasyid
bergeming. Rasyid hanya terdiam sampai akhirnya Alfian tidak terdengar lagi
teriakannya.
Karena dipandang Rasyid sudah tidak mungkin
lagi
bisa memenuhi janjinya untuk menghadirkan Si
Manusia
Koboi, ditambah lagi permasalahan yang diakibatkan oleh penolakan Rasyid
terhadap Almira. Maka warga kampung sudah bulat untuk segera mempersilakan
Rayid meninggalkan kampung tersebut. Sementara karena di kampung itu sangat
memerlukan seorang
tokoh agama untuk memimpin dan mengajari ibadah para warga maka kemudian
segenap pengurus memutuskan untuk segera mendatangkan ustadz baru sebagai
pengganti Rasyid yang tinggal beberapa hari lagi akan menunaikan janjinya untuk
pergi dari kampung itu.
Singkat
cerita kemudian datanglah seorang ustadz baru yang berasal dari pondok
pesantren yang sama dengan Rasyid. Dia adalah Yusuf Maulana yang akrab dengan
nama panggilan Yusuf. Yusuf yang dahulu sering diminta Rasyid untuk
mengantarkan suratnya kepada Rahmah, dan sekarang diisukan sudah menjadi suami Rahmah.
Melihat
Yusuf, Rasyid dengan sangat gembira menyambutnya dengan sambutan khas ala
sahabat dekat. Dengan kedatangan Yusuf ke kampung itu, Rasyid sudah sangat
faham dengan perasaan Mama Kiai yang pasti merasa sangat malu mendengar
peristiwa memalukan yang menimpanya. Sehingga Mama Kiai harus mengirimkan dari
salah satu dari murid kesayangannya itu.
Pada
saat pertama pertemuannya, Rasyid belum menceritakan apa yang telah dialaminya
kepada Yusuf. Ia hanya bertanya mengenai kabar Mama Kiai beserta kabar dari
seluruh warga pondok pesantren yang telah lama ia tidak kunjungi. Yusuf pun
mengerti akan kondisi yang sedang dialami Rasyid saat ini. Oleh karena itu ia
tidak memulai pembicaraan ke arah sana terlebih dahulu. Setelah Rasyid yang
membukanya terlebih dahulu. Yusuf hanya menyampaikan pesan dari Mama Kiai yang
meminta Rasyid untuk langsung mampir sejenak ke pondok pesantren setelah ia
meninggalkan kampung itu.
Setelah
kedatangan Yusuf ke kampung itu, secara otomatis kemudian ia menggantikan
seluruh tugas yang sebelumnya dilaksanakan oleh Rasyid. Sementara itu, mengerti
akan posisinya saat ini, kemudian Rasyid mulai mengepak barangbarangnya dalam
rangka bersiapsiap untuk meninggalkan kampung itu. Saat ini Rasyid tidak lagi
berharap kedatangan Si Manusia Koboi. Dan ia pun tidak berusaha untuk mencari
keberadaan Si Manusia Koboi. Pernah beberapa kali ia berpikir untuk mencarinya
di diskotik tempat ia dan Si Manusia Koboi dahulu. Namun setelah beberapa kali
berpikir maka ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya itu. Karena menurut Rasyid,
kini sudah saatnya bagi ia untuk mencari ilmu baru di luar sana setelah
beberapa tahun ia hanya mengurusi masalah di kampung tersebut. Baginya sudah
banyak ilmu yang didapatkan selama ia berada di kampung ini, sekarang ia harus
hijrah untuk mencari ilmu dan pengalaman di tempat lain.
Sampai
pada suatu malam Rasyid dan Yusuf ber
temu
untuk berdiskusi di waktu yang biasa Rasyid dan Si Manusia Koboi habiskan untuk
berdiskusi.
“Bagaimana
ceritanya sampai Kau dijuluki Si Ustadz Koboi Syid? Yusuf memulai pembicaraan
dengan raut muka santai dan sedikit tersenyum kecil menyikapi julukan baru yang
diterima Rasyid.
Mendengar
pertanyaan itu kemudian Rasyid langsung menceritakan seluruh hal ikhwal
kejadiannya tanpa tedeng alingaling mulai dari awal ia bertemu dengan Si
Manusia Koboi sampai akhirnya pada kejadian masalah diskotik yang ia alami.
Mendengar
penjelasan Rasyid yang panjang lebar itu Yusuf hanya diam dan mendengarkan
dengan seksama mengenai alur ceritanya dengan sesekali ia menggelengkan atau
menganggukkan kepalanya.
Setelah
selesai Rasyid menceritakan apa yang telah menimpa dirinya. Yusuf kemudian
mengingatkan kembali tentang kisah Nabi Yusuf yang karena tidak cukup bukti di
pengadilan yang menunjukkan bahwa ia adalah termasuk orang yang benar. Maka
Nabi Yusuf harus menerima keputusan pengadilan dan menerima keputusan walaupun
ia tidak bersalah.
“Aku
lihat kisahmu itu mirip dengan kisahnya Nabi Yusuf Syid.” Ucap Yusuf mengakhiri
ceritanya.
“Ya…
mungkin kirakira seperti itulah Suf.” Ucap Rasyid pendek menanggapi tanggapan
Yusuf atas masalahnya.
“Lalu
apa rencanamu selanjutnya Syid?”
Tanya
Yusuf penuh dengan rasa
ingin tahu.
“Kemana
saja Suf. Aku akan melangkahkan kakiku untuk mengetahui lebih banyak ilmu Tuhan
yang tidak ada terhingga di muka bumi ini. Mungkin Aku akan menjadi penggembala
atau bahkan pedagang kecil di pojok sebuah pasar tradisional, asalkan Aku hidup
dengan bebas.”
“Apakah
Kamu merasakan ketidakbebasan di sini Syid?”
“Bukan
demikian Suf, tapi Aku ingin merasakan hidup yang bebas dari penilaian dan
persepsi orangorang di sekitarku yang mengharapkan Aku selalu tampil menjadi
malaikat. Aku hanya ingin menjadi bagian yang menguatkan saja Suf. Seperti
halnya besi beton yang ada di sebuah bangunan yang walaupun tidak terlihat
namun fungsinya sangat penting.” Jelas Rasyid panjang lebar.
Mendengar
penjelasan Rasyid, Yusuf hanya bisa menganggukanggukkan kepalanya.
“Tidakkah
Kau lebih baik kembali saja ke pondok pesantren untuk mengajar di sana Syid?
Aku yakin Mama Kiai pasti akan mengerti setelah Kau menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi.”
“Aku
tidak tahu Suf. Tetapi walaupun Aku tidak menjelaskan apa yang sebenarnya
terjadi kepada Mama Kiai. Namun Aku sangat yakin bahwa mata batin Mama Kiai
bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Apalagi Beliau tahu
tentang sepak terjangku selama Aku menuntut ilmu
di
pesantren.”
“Lalu
bagaimana dengan nama baikmu di kampung ini Syid? Apakah Kau akan menerima
begitu saja pendapat orang yang telah menyebutmu sebagai Ustadz Koboi?” Tanya
Yusuf sambil mengerutkan kulit dahinya.
“Biarkan
saja Suf. Aku tidak terlalu memperdulikan hal tersebut. Mungkin lima atau
sepuluh tahun lagi, dan setelah berganti orang dan berganti generasi, orang
akan segera melupakan tentang siapa itu Rasyid yang sekarang mereka panggil
sebagai Ustadz Koboi. Yang terpenting bagiku bahwa Aku di sini sudah
mendapatkan pelajaran yang begitu sangat berharga. Pelajaran yang baru kali ini
Aku dapatkan selama hidupku.” Ucap Rasyid sambil menghela nafas dalamdalam.
“Aku
juga yakin Kau pasti akan mendapatkan pengalaman yang banyak di sini Suf. Aku
hanya berpesan bahwa anggaplah segala permasalahan itu sebagai bumbu dari
kehidupan, sebagai vitamin untuk kemudian menjadi besar.”
“Tapi
tidakkah Kau akan rindu dengan dunia dakwah yang telah Kau laksanakan selama
ini Syid?”
“Suf,
bagiku sekarang, dakwah adalah sesuatu yang bersifat umum.”
“Maksudmu?”
“Begini
Suf, dakwah atau kata lain dari menegakkan kalimat Allah adalah sesuatu yang
memiliki arti yang sangat luas. Setiap kegiatan yang kita lakukan yang kemudian
ia sejalan dengan apa yang diperintahkan Tuhan maka itulah yang disebut dengan
dakwah. Hanya saja memang dakwah itu kadang memerlukan kekuasaan atau harta
untuk memperluas wilayah jangkauan atau mempercepat proses sampainya nilai yang
dibawa kepada ummat.”
“Lalu
kenapa Kau memilih untuk melepaskan kekuasaan sebagai pemuka agama dan memilih
lingkup yang lebih kecil Syid?”
Mendengar
pernyataan itu Rasyid hanya terdiam dan tidak segera menjawab pertanyaan Yusuf.
Ingatannya kemudian teringat kembali kepada peristiwa yang telah menimpanya.
Ada sedikit rasa sesak di hatinya ketika mengingat sebuah kenyataan bahwa
dirinya sudah tidak dipercaya lagi oleh ummat yang selama ini ia pikirkan
kemajuannya siang dan malam.
“Mungkin
inilah yang disebut sebagai pilihan hidup Suf. Kini Kau telah banyak belajar
terhadap perjalananku. Aku harap Kamu bisa mengambil segala hikmah dari sini.
Aku titipkan ummat ini kepadamu. Mudahmudahan mereka bisa mengambil banyak
manfaat atas keberadaanmu di sini.”
“Oya,
bagaimana hubunganmu dengan Rahmah Suf? Aku dengar Kau sudah mempersuntingnya?”
“Mempersunting
apanya Syid? Bukannya Kamu yang suka sama dia?”
“Aku
serius Suf. Apakah Kamu sudah
memper
sunting Rahmah.”
“Heheee…
itu berita yang tidak benar Syid, Aku dan Rahmah tidak pernah menikah. Dan
kamipun tidak pernah merencanakan sebuah pernikahan. Rahmah masih menunggumu
Syid.” Bisik Yusuf sambil tersenyum kecil.
Mendengar
jawaban Yusuf tersebut Rasyid serasa mendapatkan berita yang sangat
membahagiakan. Setidaknya berita tersebut adalah pengobat jiwanya pada saat
ini. Berita tersebut bagaikan mata air di sebuah padang pasir yang sangat
gersang. Rasyid tersenyum kecil dan tertunduk.
“Apakah
Kau memberitahunya bahwa Aku yang sering mengirimi surat untuknya?”
“Iya,
Aku beritahu semuanya Syid, dan Rahmah sangat senang. Dia menyimpan semua surat
yang telah Kau kirimkan kepadanya.”
Sepintas
tertangkap oleh
juru mata Rasyid sekelebat sosok Si Manusia Koboi di luar mushola itu. Entah
itu hanya halusinasi Rasyid saja atau memang benar Si Manusia Koboi itu berada
di luar sana dan mungkin dari tadi memperhatikan percakapan antara Rasyid dan
Yusuf. Tapi apakah itu hanya halusinasi ataupun bukan, sekarang Rasyid tidak
peduli. Tidak ada keinginannya untuk bertemu lagi dengan Si Manusia Koboi.
Sesosok manusia aneh yang sampai saat ini tidak memiliki itikad baik untuk
membuka siapa identitasnya kepada Rasyid.
Disisi lain, jauh di dalam hatinya
Yusuf sebetul
nya
banyak yang ingin disampaikan kepada Rasyid,
termasuk
kritikan terhadap sikap Rasyid yang sekarang ini. Namun sengaja Yusuf tidak
mengutarakannya kepada Rasyid mengingat dirinya sangat faham terhadap kondisi
yang sedang dialami oleh sahabatnya itu. Sesuai dengan pesan Mama Kiai kepada
dirinya untuk membiarkan Rasyid menempuh jalan yang ingin ditempuhnya. Biarkan Rasyid
untuk belajar menentukan langkahnya sendiri, yang terpenting langkahnya itu
tidak bertentangan dengan apa yang diajarkan Islam. Karena menurut Mama Kiai,
bahwa pada dasarnya kita samasama sedang dalam proses mencari Tuhan.
Haripun
terus berlalu. Tidak terasa bahwa waktu yang disyaratkan oleh warga masyarakat
sudah habis. Ini berarti besok Rasyid harus keluar dari kampung tersebut.
Kampung yang tentunya menyimpan sejuta kenangan di benak Rasyid.
Dalam
tekadnya Rasyid sudah bulat untuk meninggalkan kampung tersebut. Tidak peduli
ia dengan segala cacian dan cemoohan orang nantinya atas segala fitnah yang
sekarang sedang beredar. Baginya sekarang sudah jelas bahwa ternyata kemarau
yang telah terjadi selama bertahuntahun akhirnya hanya selesai oleh hujan
sehari. Begitulah sikap masyarakat di daerah itu. Mau dibilang kejam memang
kejam. Namun mau dibilang tidak kejam juga tidak kejam, mengingat memang hanya
seperti itulah kondisi masyarakat saat ini. Sebuah masyarakat yang sangat
mengidolakan sosok manusia suci seperti malaikat yang selalu ada di sisinya
untuk membantu segala keluh kesah dan permasalahannya. Yang terpenting bagi Rasyid
sekarang dia sudah merasa sedikit lega mengingat Yusuf sudah berada di antara
masyarakat kampung itu, masyarakat yang sampai saat ini masih Rasyid kasihi dan
khawatirkan akan masa depannya.
Segala
barangbarang yang akan dibawanya sudah dipersiapkan Rasyid. Namun hanya
beberapa saja baju dan kitab yang dibawanya. Selebihnya ia sumbangkan kepada
masyarakat yang membutuhkan. Sedangkan kitabkitabnya ia sumbangkan kepada
perpustakaan mushola agar masyarakat bisa belajar secara mandiri.
Segala
bentuk pamit pun sudah Rasyid lakukan. Seperti kepada para tokoh kampung dan
semua warga yang dijumpainya di mushola, di jalan, di pasar, atau di sawah.
Banyak memang masyarakat yang merasa sedih karena akan ditinggalkan Rasyid.
Banyak di antaranya pula yang menaruh simpatik dan memintanya untuk tetap
berada di kampung itu meski Rasyid sudah tidak menjadi ustadz lagi. Pribadi Rasyid
yang ramah dan penuh dengan semangat memang akan banyak yang merindukannya
kelak. Tapi apalah daya, janji tinggallah janji, pada kenyataannya bahwa sudah
menjadi keharusan bahwa besok Rasyid harus meninggalkan kampung itu. Kampung
sejuta kenangan yang telah membuatnya belajar banyak mengenai kondisi ummat yang
sebenarnya ada di dalam masyarakat. Boleh dibilang bahwa kampung itu sempat
menjadi surga bagi Rasyid sampai akhirnya sekarang sudah berubah menjadi
neraka.
***
Untuk
mempersiapkan kepergiannya besok, Rasyid sengaja untuk segera tidur selepas ba’da
Isya. Sehingga sebelum waktunya shubuh dan orangorang masih dalam keadaan tidur
ia sudah berangkat menuju pondok pesantren tempat ia belajar dahulu untuk
menemui Mama Kiai sesuai dengan pesan yang disampaikan olehnya melalui Yusuf
tempo hari.
Ketika
Rasyid sedang mulai mengantuk di atas tempat tidurnya, terdengar dari luar
jendela ada suara yang memanggilnya dengan nada suara berisik namun agak keras.
“Siapa
di luar?!?!” Teriak Rasyid bertanya.
“Ini
Aku Syid, Aku Si Manusia Koboi.” Jawab orang yang berada di luar itu.
“Kaukah
itu?”
“Iya,
Aku Syid. Aku ke sini ingin menyelamatkanmu Syid. Aku ikut sedih mendengar
cerita dari orangorang mengenai kejadian yang menimpamu.”
“Maaf
Aku tidak butuh lagi bantuanmu Saudara.” Jawab Rasyid sambil tetap berbaring di
atas tempat tidurnya.
“Jangan
begitu Syid, Aku ingin membantumu un
tuk
menyelamatkan nama baikmu Syid, sehingga Kau tetap bisa tinggal di kampung yang
sangat Kau cintai ini.” Bujuk Si Manusia Koboi kepada Rasyid.
“Tidak
Saudara, biarkan saja anggapan buruk kepadaku karena bukankah ini belum
sebanding dengan yang dialami Muhammad. Lagian Aku masih punya Tuhan yang maha
tahu segalanya. Biarkan kejadian ini hanya Tuhan, Aku, dan Kau yang
mengetahuinya.” Jawab Rasyid sambil tetap tidak beranjak dari tempat tidurnya.
“Ah…
Kau jangan begitu Syid. Apakah Kau tidak merasa kasihan kepadaku yang merasa
sangat bersalah karena telah mengakibatkanmu seperti ini?” Ucap Si Manusia
Koboi terus membujuk.
“Tidak
Saudara, Kau jangan merasa bersalah kepadaku. Aku justru merasa berterima kasih
kepadamu karena selama ini Kau telah memberikan pencerahan kepadaku.
“Baiklah
kalau Kau merasa berterima kasih kepadaku. Maka bukakanlah pintu rumahmu
untukku. Aku ingin berjumpa untuk yang terakhir kalinya denganmu.” Ucap Si
Manusia Koboi tetap membujuk Rasyid agar membukakan pintu rumahnya.
“Enyahlah
Kau Saudara, Aku harus segera tidur malam ini agar sebelum shubuh nanti Aku
bisa meninggalkan kampung ini.” Ucap Rasyid terakhir kalinya sambil menutupkan
kedua matanya. Tidak dipedulikannya lagi apa yang dikatakan Si Manusia Koboi
selanjutnya. Mata Rasyid tibatiba terasa sangat mengantuk, dan sukmanya
kemudian terbang ke alam mimpi. Suatu alam yang bebas batas, bebas norma, dan
bebas nilai. Alam inilah yang digunakan Tuhan untuk menggembalakan sukmasukma
manusia yang tetap hidup dan berkreasi sementara badan beristirahat laksana
berhenti dari berbakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar