Minggu, 10 November 2013

BUNG NATSIR SANG PENGIKAT


Oleh: Qiki Qilang Syachbudy

       
         Apabila kita berbicara tentang pemikiran Bung Natsir maka kita seolah sedang pula mencicipi sedikit masakan pemikiran ala HOS Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan sedikit pemikiran Bung Karno. Warna pemikiran dari ketiga tokoh tersebut rupanya Bung Natsirpun punya. Hanya saja memang mesti ada uniknya sedikit, diantaranya adalah karena Bung Natsir bukan saja diakui kepemimpinannya di dalam masyarakatnya sendiri (dalam hal ini masyarakat Islam) tetapi beliaupun mampu membuktikan diri untuk berkiprah dalam panggung perpolitikan Indonesia. Hal inilah yang kemudian membuat Bung Natsir layak untuk disebut sebagai ulama intelek. Yaitu ulama yang bisa menerapkan pengetahuan dan kemampuannya pada dunia modern.
      Akibat dari pemikirannya yang mampu menghayati nuansa kekeluargaan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, maka rasanya tidak ada seorangpun yang menolak untuk mengakui bahwa tokoh yang memiliki nama lengkap Muhammad Natsir ini untuk disebut sebagai tokoh pergerakan kebangsaan Indonesia yang telah memberikan saham pemikiraannya dalam dasar-dasar (pondasi) Negara kesatuan republik Indonesia. Maka alangkah bangganya penulis jika menyebutnya sebagai bapak bangsa seluruh masyarakat Indonesia.
        Jika saja kita tengok pada konteks kekinian maka alangkah inginnya rasa hati ini memiliki seseorang tokoh seperti Natsir ini. Betapa tidak? Karena pada zaman ini kita sangat sulit sekali menemukan tokoh ulama yang berfikiran terbuka dan mampu memasuki alam bathin dari masyarakat. Kebanyakan tokoh yang ada sekarang ini, entah itu dari golongan manapun masih berpendapat bahwa hanya kelompoknyalah yang berhak untuk maju, dan bahwa hanya kelompoknyalah yang ia bela. Maka kemudian kalau kita masih berfikiran seperti itu, lalu apa bedanya kita dengan tindakan fasis yang dahulu dilakukan Hitler? Pemikiran pemikiran yang hanya mementingkan golongannya itulah yang kemudian akan menciptakan Hitler-Hitler model baru yang mungkin akan berdampak besar terhadap kelangsungan kehidupan masa depan bangsa dan Negara ini.
        Natsir merupakan orang yang mampu berfikir jauh ke depan, bahkan ia telah melampaui beberapa abad jalan  pemikiran bangsa ini. Beliau mampu membebaskan dirinya dari belenggu golongan yang buta. Dialah yang bisa melepaskan baju golongan ketika sedang berbicara tentang kemajuan bangsa. Jika dianalogikan maka dialah yang memutuskan untuk menjadi sang pengikat sapu lidi, bukan menjadi sebatang sapu lidi yang lemah. Bukan menjadi olrang perorangan, tetapi ia memutuskan untuk menjadi sang nasionalis seperti nasionalisnya Nabi Muhammad ketika ia dahulu membuat peraturan yang sekarang disebut sebagai piagam madinah.
           Jika kita tarik arah pemikirannya Bung Natsir ini terhadap keadaan dunia internasional pada waktu itu maka kita akan menemukan mutiaranya pemikiran Natsir ini hampir sama dengan pemikiran Kemal Ataturk yang telah merubah Turki keluar dari system kekhalifahan ke sistem Republik. Alasan dari Kemal pada waktu itu adalah untuk memberikan kebebasan dari pemeluk agama Islam untuk mengembangkan ke-Islamannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing tanpa adanya monopoli oleh orang-orang yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan keagamaan. Menurut penulis, bentuk pemikiran Natsir yang hamper serupa dengan Kemal Attaturk itu menunjukkan bukan hanya pengetahuan luas yang dimiliki Natsir tetapi juga disebabkan oleh rasa simpatik dan empatiknya terhadap seluruh komponen yang ada di Negara ini. Maka lebih jauhnya sikap ini disebut sebagai rasa cinta terhadap tanah air yang tidak buta. Sedangkan menurut ajaran yang dipercayai Natsir sendiri menyebutkan bahwa sikap cinta terhadap tanah air merupakan sebagian daripada iman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar