Kamis, 09 Juli 2020

BERANI MALU


Oleh: Qiki Qilang Syachbudy


Orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka berpikir
bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Saat mereka percaya pada
diri mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang pertama
(Norman Vincent Peale)


“Malu adalah bagian dari iman”, begitulah bunyi sebuah hadits nabi yang memaparkan tentang pentingnya rasa malu, terutama rasa malu kepada Allah swt. Kata malu dalam hadits nabi tersebut bermakna malu kepada halhal yang jelek atau lebih luasnya lagi malu jika melakukan halhal maksiat yang tentunya bertentangan dengan kebenaran ajaran agama atau bertentangan dengan peraturan di sebuah lingkungan masyarakat.
Namun kadang kita melakukan hal yang sebaliknya, yaitu malu jika melakukan yang benar, padahal keberanian di jalan yang benar adalah anjuran dari setiap ajaran agama. Malahan agama Islam menganjurkan agar setiap pemeluknya selalu berbuat baik sampai berakhirnya usia.
Malu bisa dibagi dua, yaitu malu untuk melakukan halhal negatif dan malu untuk melakukan halhal yang positif. Malu untuk melakukan halhal yang negatif sudah jelas itu sangat dianjurkan oleh agama, malah agama Islam menyebutkan bahwa malu yang seperti itu adalah malu yang sebagian daripada iman. Namun malu untuk melakukan halhal yang positif dan benar, itulah yang tidak dianjurkan oleh agama, karena hal yang demikian akan menghambat bagi kemajuan pribadi dan masyarakat.
Memang sangat benar sekali jika kita menyebut bahwa rasa malu yang jelek itu adalah biangnya ketidakmajuan bagi seseorang. Karena rasa malu yang demikian itu menggambarkan kesempitan hati bagi si empunya.
Fenomena tidak terisinya bangku paling depan di kelaskelas merupakan fenomena yang menunjukkan bahwa rasa malu ini mungkin dapat mengakibatkan seorang pelajar kurang maksimal dalam belajar. Kemudian juga fenomena kurangnya minat seorang pelajar untuk bertanya di dalam kelas, hal ini bisa menunjukkan fakta yang tepat dalam membuktikan bahwa rasa malu yang negatif ini sungguh sangat membahayakan dan merupakan suatu penyakit yang sangat serius.
Berdasarkan pengalaman pribadi, dahulu saya adalah seorang yang sangat pemalu. Sampai suatu waktu ada seorang guru yang mengatakan seperti ini, “Qi, kalau disuruh menjawab, acungkan saja tangan terlebih dahulu, jangan pernah pikirkan orang lain, cuek, bagaimana nanti, apakah kamu akan menjawab benar atau salah, yang terpenting kamu berani dulu, karena itu salah satu modal untuk maju.  Kalau Qiki terus memendam rasa malu dalam hati, maka berbagai penyakit psikologis dan psikofisiolgis akan muncul”.
Memang betul kawan-kawan, ketika saya mempraktikan nasihat guru tersebut, yang tadinya saya kira rasa malu itu (apalagi kalau saya salah dalam menjawab) akan saya bawa sampai mati, ternyata rasa malu itu hanya dua sampai tiga menit saja, dan kemudian hilang begitu saja. Sampai akhirnya malah timbul kebanggaan dan sebuah kesan yang sulit dihapus sehingga hal itu menjadi ilmu yang permanen.
Saya pun pernah berdialog dengan seorang guru yang lain, beliau menyebutkan bahwa awal mula keberaniannya untuk berbicara di depan khalayak adalah dengan membayangkan bahwa ada kekuatan besar di belakangnya yang senantiasa mendorongnya untuk maju ke depan. Kekuatan itu adalah kekuatan Tuhan dan do’a ibu yang selalu mendampingi, sehingga beliau tak mempedulikan lagi segala sesuatu yang ada di hadapannya.
“Saya selalu membayangkan ibu saya yang sedang mendo’akan dan berbisik supaya saya menjadi pemberani dan maju”. Begitulah kata guru tersebut.
Marilah kawan-kawan kita bersamasama menjadi seorang yang pemberani, jangan menjadi pemalu yang berlebihan, karena percayalah, jika kita terus saja menjadi seorang yang pemalu, saya yakin kita semua hanya akan dipandang sebagai seorang yang berada di kelas dua atau di kelas tiga untuk selamalamanya, sampai kita terjun ke dunia kerjapun hal itu akan terbawa karena kebiasaan akan menjadi karakter kita di masa mendatang. Dalam versi bahasa Inggris, ada kata mutiara yang mengatakan bahwa “You don’t create your future, you create your daily habits, and they create your future (Randy Gage)”.
Jika orang lainpun bisa, kenapa kita tidak bisa? Mari tengok, ibu kita yang hampir setiap di penghujung malam berdo’a kepada Tuhan untuk kesusksesan kita, namun karena penyakit psikologis “malu” yang ada dalam diri kita masih bersarang maka kesuksesan yang diharapkan tidak akan pernah kunjung datang. Why??? Ya, karena kesuksesan tidak hanya bermodalkan do’a, namun juga usaha atau ikhtiar. Dan salah satu usaha kita untuk menjemput kesuksesan yaitu dengan menghilangkan rasa malu dan menumbuhkan rasa berani di dalam jiwa.
Kapan lagi kita akan melatih keberanian selain pada saat ini? Yaitu saat menjadi seorang siswa (mahasiswa). Karena kita tidak mau jika nanti kita berada di dunia nyata, kita terdesak keluar arena karena tidak bisa bersaing dengan orang lain.
Tahap awal bagi kita yang baru berusaha untuk menjadi seorang pemberani adalah belajar memberanikan diri untuk berorganisasi, belajarlah untuk kontra pendapat dengan orang lain. Berjanjilah bahwa kita! Tak akan pernah takut dan malu, kemudian lawanlah rasa malu dengan selalu mengisi jajaran kursi paling depan di kelas kita, bertanyalah apa saja kepada guru (dosen) sampai mereka tersenyum dan bangga karena mempunyai siswa (mahasiswa) yang haus akan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pengalaman saya selama menjadi siswa (mahasiswa), banyak sekali siswa (mahasiswa) yang rasa malunya besar. Banyak siswa (mahasiswa) yang malu untuk duduk di bangku paling depan, banyak siswa (mahasiswa) yang malu untuk bertanya, banyak siswa (mahasiswa) yang malu untuk mempromosikan diri menjadi pimpinan organisasi, dan lain sebagainya. Padahal, mereka semuanya orangorang yang tidak diragukan lagi kepintarannya.
Sangat disayangkan sekali memang. Padahal, jika saja mereka menambahkan keberaniannya saja, tentu banyak hal positif yang dapat mereka raih. Kenapa demikian, sebab rasa keberanian itu akan kita butuhkan ketika nanti terjun ke lingkungan masyarakat. Dengan keberanian itu kita akan mampu mengambil sebuah inisiatif dengan penuh percaya diri. Kita juga akan terbiasa untuk berani mengambil resiko atas apa yang kita lakukan.
Oleh karena itu, menurut pengalaman saya, jurus untuk mengikis rasa malu tersebut adalah dengan cara kita mengikuti organisasi dan aktif di dalamnya. Kalau boleh saran yang lebih jauh, saya sangat menganjurkan kawan-kawan untuk sesekali mencoba berorasi di depan siswa (mahasiswa) lainnya pada saat melakukan demonstrasi. Itu bisa meningkatkan rasa percaya diri beberapa kali lipat.
Terakhir, rasa malu itu sebenarnya hanyalah perasaan subjektif kita saja dan tidak memiliki dasar yang kuat. Hanya akan ada di dalam perasaan sekitar dua sampai tiga menit saja, kemudian akan menguap bersama kebanggaan kita. Jangan pernah mempedulikan orang lain. Tertawaan, senyuman, cibiran, cacian, makian dan sebagainya hanyalah sebuah bumbu dalam kehidupan ini, hal itu biasa. Jangankan kita sebagai manusia biasa, seorang utusan Tuhan pun sering merasakan hal yang demikian. 
Mulai dari sekarang, acungkanlah jarimu. Jangan sungkan, jika ada pemilihan ketua di lingkunganmu, acungkanlah jarimu untuk menjadi ketua, jangan malu. Belajarlah untuk berani tampil di muka umum. Masa muda hanya sekali dalam seumur hidup. Jadikanlah masamasa ketika kita berada di sekolah (kampus) ini menjadi sebuah kenangan indah yang kita akan tersenyum ketika mengenangnya di masa depan. Beranilah dan buanglah rasa malu ketika berada di posisi yang benar!!!        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar