Oleh: Qiki Qilang Syachbudy
Bila menghadapi
kesulitan selesaikanlah ketika masih bisa diatasi.
Bila menghadapi hal
yang kelihatannya mudah, jangan meremehkannya,
namun lakukanlah tugas
itu dengan sepenuh hati
untuk menghindarkan
resiko kegagalan
(Lao Zi)
Jangan terbawa emosi! Itulah sebenarnya inti yang saya ingin
sampaikan pada bab ini. Saya pernah mendapat suatu kasus
di waktu sekolah SMA. Ceritanya seperti ini.
Pada hari itu kelompok kami akan mengadakan latihan
pementasan drama. Meski hari itu hari minggu, kami pada hari
sebelumnya bersepakat untuk latihan di sekolah pada jam delapan pagi di hari
minggu tersebut.
Singkat cerita, saya berangkat dari rumah jam 7 pagi. “Saya
belabelain deh”, sederhananya seperti itu. Soalnya pada waktu itu
ibu saya sedang sakit di rumah, dan warung kecil milik keluarga kami tak ada
yang menunggu. Demi kegiatan ini saya sampai rela untuk meninggalkan ibu yang sedang sakit
dan terpaksa warung pun ditutup. Ini berarti keluarga kami tidak
mendapat untung dari warung pada hari itu.
Cerita berlanjut, sampailah saya jam delapan di sekolah
(kuliah), namun ternyata kawan-kawan saya belum juga ada yang datang satupun. Baru kirakira jam sembilan
ada seorang teman yang datang dengan mengendarai motor. Dari mulai jam sembilan
kami terus menunggu sampai jam sepuluh, akhirnya pada saat jam sepuluh itu ada
tiga orang teman lagi yang datang. Dari tujuh orang anggota yang akan latihan,
sekarang baru lima anggota yang datang. Kami belum bisa memulai latihan pada
waktu itu, soalnya naskah asli yang belum diperbanyak masih ada di tangan salah
satu di antara kedua teman kami yang belum hadir. Beberapa kali
teman kami berusaha menghubungi mereka berdua yang belum hadir, tapi belum juga
bisa tersambung. Sampai akhirnya jam sebelas siang, salah satu teman kami yang
membawa naskah itu menelepon dan katanya baru bangun tidur dan minta untuk
dijemput. Dan akhirnya latihan baru bisa dimulai
jam dua belas siang.
Setelah membaca kisah saya itu mungkin kawan-kawan
sekarang teringat kepada “kedzolimankedzoliman” yang dilakukan oleh kawan-kawan
yang lain, atau mungkin kita sendiri yang sering mendzolimi kawan-kawan kita
yang lainnya.
Tips dan trik dari saya, jika kawan-kawan menghadapi masalah seperti ini, salah satu
yang bisa kita lakukan hanyalah dengan bersabar.
Lakukanlah teguran ala kadarnya saja, karena bisabisa kita sendiri
yang akan kena “semprot”. Kenapa? Karena alasan itu sangat bisa dibuat, dan semua orang cenderung ingin selalu
dimaklumi dan dibenarkan segala yang telah atau tengah dilakukannya. Justru kita harus berjiwa besar untuk dapat menghargai pembelaan diri mereka sebagai bentuk rasa solidaritas
persahabatan. Yang terpenting kita harus melakukan dua hal berikut ini, yaitu:
1.
Jangan pernah menghakimi orang lain
Menghakimi adalah sesuatu yang sangat
mudah, namun akhirnya akan terjadi suatu keretakan hubungan yang entah sampai
kapan bisa kembali seperti semula. Sebab, hampir semua orang cenderung tidak
ingin disalahkan dan selalu berusaha membela diri atas segala perbuatan yang
dilakukannya. Mereka semua memiliki sudut pandang lain yang jauh lebih positif
yang membuat mereka cenderung menganggap baik terhadap apa yang mereka perbuat
meskipun menurut kita mereka itu salah. Ada kata mutiara dalam bahasa Inggris
yang patut direnungkan “Just because you are right, does not mean, i am
wrong. You just haven’t seen life from my side”.
2.
Berlakulah cerdik, jadikan hal tersebut
sebagai peluang
Kembali kepada cerita sewaktu SMA. Sebetulnya ada hal yang saya lewatkan,
yaitu saya lupa tidak
membuat rencana kedua (plan B). Andai
saja pada waktu saya menunggu
kawan yang terlambat itu saya cerdik dan memiliki rencana
kedua. Contohnya saya membawa buku bacaan dari
rumah, tentu waktu yang kurang lebih 4 jam menunggu itu dapat dimanfaatkan dengan membaca buku, bukan terlewatkan dengan sia-sia. Mungkin selama empat jam itu saya bisa
membaca sekitar 80 halaman. Sesuatu yang cerdik bukan?
***
Kawan-kawan sekalian, bersabar bukan
hanya dalam hal menghadapi jam karet saja. Cerdik
disini juga bukan hanya memanfaatkan waktu pada saat jam ngaret saja.
Tapi arti sabar dan arti cerdik disini bersifat luas. Tapi karena buku ini
hanya diperuntukkan bagi kalangan pelajar, maka saya hanya
akan membatasinya pada sabar dan cerdik di sekitar
problem para pelajar.
Penyakit yang banyak dialami oleh anak
muda zaman sekarang adalah penyakit karena ingin cepat
sukses dengan cara instant. Visi yang sangat populer di kalangan anak muda sekarang adalah “ketika muda
hurahura, tua banyak harta, dan jika mati masuk surga”. Lalu
apakah jargon seperti itu salah? Saya rasa visi itu tergantung masingmasing,
dan kalaupun kawan-kawan memiliki visi seperti itu, saya rasa tidak ada
salahnya. Malahan berdoa semoga kita semua dapat tergolong
menjadi manusia yang selalu bahagia di saat hidup ataupun mati. Tapi disini kembali saya mengingatkan bahwa kita harus
sering bertanya tentang siapa diri kita dan sudah sampai dimana posisi kita pada waktu sekarang ini.
Kawan-kawan, tidak ada suatu perjuangan
yang berhasil tanpa adanya suatu pengorbanan yang sangat dahsyat. Dalam bahasa
sederhananya, keberhasilan haruslah dibeli dengan keringat, perasan dan pikiran
kita. Sudah tidak bisa dielakkan lagi bahwa kesabaran sebagai sikap jiwa dan
kecerdikan sebagai taktik dan strategi sangatlah diperlukan di dalam berbagai
segi kehidupan termasuk pada dunia kesiswaan (kemahasiswaan).
Di dunia kesiswa (mahasiswa)an, bagian
dari kesabaran dalam hal belajar di antaranya adalah sanggup untuk berjamjam
duduk di depan meja tulis untuk belajar maupun menyelesaikan tugas.
Kawan-kawan pasti tahu siapa itu JK
Rowling, yaitu pengarang novel Harry Potter, atau Habiburahman ElShirazy, sang penulis novel AyatAyat Cinta, atau Andrea Hirata yang mengarang novel Laskar Pelangi. Kawan-kawan
pernah tidak membayangkan, betapa mereka sangat gigihnya untuk menulis
buku setebal itu. Pertanyaannya, siapa yang mau mengetik ulang novelnya Harry Potter? Hehehe….
Menurut saya, kesabaran itu sebagai kontrol betapa hebatnya
kita dalam hal memimpin diri sendiri. Saya pernah mendapat
nasihat dari seseorang untuk jangan
pernah marah. Karena katanya, kalau kita marah,
maka kita bukan lagi seorang pemimpin. Dalam hadits juga sudah jelas
dikatakan bahwa orang yang mudah marah maka ia tidak akan masuk surga “Laa
Taghdab walakal Jannah”.
Kecerdikan
memang seharusnya disandingkan dengan kesabaran. Menurut saya, kecerdikan
adalah protokolernya pemimpin. Keselamatan dan kewibawaan pemimpin salah satunya terletak pada protokolernya, karena dengan itu
maka ia akan mampu menentukan arah kebijakan, taktik dan strateginya. Cerdik, boleh kawan-kawan
artikan sebagai cerdas dan terdidik. Saya setujusetuju saja. Namun yang saya
maksudkan disini cerdik adalah bisa memilih sikap yang terbaik dalam setiap
keadaan. Dan kalaupun ternyata ia gagal, maka dengan cerdik ia bisa merubah kegagalan itu menjadi
suatu motivasi untuk maju dan berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar