Jumat, 10 Juli 2020

BERZIARAH KE TAMAN ROSUL


Pikiran Rasyid kemudian menerawang kepada kisah perjalanan Rosulullah Muhammad SAW. Sebuah kisah anak manusia yang kemudian dikenang pada seluruh zaman. Bagaikan setitik cahaya embun di pagi hari yang memecah gelapnya malam. Kemudian cahaya tersebut menyinari seluruh alam jagat raya. Memancar dan menembus ke seluruh pelosok zaman menyinari setiap langkah ummat manusia dalam tugasnya menjadi pemimpin di atas muka bumi ini.
Tidak terpikirkan oleh Rasyid bahwa manusia yang bernama Muhammad sanggup membawa perubahan yang begitu besar di zaman yang masih jahiliyah itu. Maka hanya karena Tuhanlah yang menyertai kita, maka dahulu Dia mengirimkan Muhammad sebagai penyampai risalah.
Sejak beliau berada dua bulan di dalam rahim sang bunda, nabi yang agung itu sudah tidak berayah. Lahir dengan status yatim. Seolah tidak lepas dirundung kesedihan, pada usia enam tahun ia juga ditinggalkan oleh sang bunda untuk selamanya. Kesedihan kehidupan yang bertubitubi kemudian berlanjut ketika beliau berumur delapan tahun, kakeknya yang pada waktu itu sebagai pengasuhnya juga meninggal dunia. Sampai ia kemudian diasuh oleh pamannya, dan memulai karir sebagai pengusaha pada umur 12 tahun.
Setelah manusia agung itu memiliki kecukupan secara pribadi maka ia mulai secara penuh untuk melihat keadaan ummat yang menurutnya jauh dari perilaku sebagai manusia yang beradab. Dari sinilah kemudian nabi agung itu mulai menyendiri dan merabaraba tentang kondisi keummatan dengan alat pengukur sebuah hati yang bersih dan akhlak yang luhur.
Dengan didampingi oleh wanita yang sebaikbaik wanita bumi, Khadijah binti Khuwailid, beliau kemudian bisa sampai kepada dzat Tuhan. Sebuah kalimat tauhid sebagai sebuah senjata sekaligus obat untuk menyelesaikan permasalahan ummat yang tidak beradab. Kalimat tauhid tersebutlah yang kemudian memberikan hentakan yang sangat kuat sehingga satu persatu penduduk Mekah pada waktu itu membenarkan dan jatuh cinta.
Melalui manusia Muhammadlah Tuhan kemudian memperkenalkan diri. Maka terpujilah Muhammad yang memiliki gelar Al Amin sehingga Tuhanpun mempercayainya untuk tidak bersikap khianat terhadap sabdaNya untuk segenap penghuni bumi.
Tidak terbayangkan oleh Rasyid bahwa manusia yang dahulunya sebagai pengusaha, halus budi dan perangai serta lemah lembut, untuk kemudian hari ia menjadi seorang panglima perang yang sangat tangguh, ahli strategi, seorang zeni militer yang sangat disegani. Bukan hanya itu, beliau kemudian juga menjadi sumber rujukan dalam bermuamalah sepertihalnya sumber mata air yang terus memancar di tengahtengah gurun pasir yang sangat gersang untuk menyeret rasa haus dan dahaga. Maka hanya atas kuasa Tuhan Yang Maha Esalah dia membuat skenario bagi hamba yang dicintainya tersebut.
Fisiknya yang sangat kuat terlihat jelas pada sebuah kisah Perang Khandaq, yaitu perang dengan menggunakan strategi pembuatan parit. Ketika ada sebongkah batu yang sangat besar, dan semua sahabat tidak bisa memecahkannya. Maka semua mata melirik ke arah Nabi. Nabi yang pada waktu itu terlihat mengganjal perutnya dengan batu untuk menahan lapar hanya tersenyum. Dengan keyakinan yang mantap kepada Tuhan maka ia memukul batu itu sampai menjadi kepingkeping pasir.
 Bukan saja dari segi fisiknya, namun juga bisa terlihat dari keluhuran budinya, anak manusia yang bernama Muhammad ini bagaikan logam mulia yang tidak pernah tercampur oleh karatkarat jahiliyah. Disaat semua masyarakat dipenuhi dengan dendam dan permusuhan, maka ia hadir dengan sikap yang tulus dan penuh dengan kebijaksanaan membawa kesejahteraan batin bagi siapapun yang berinteraksi dengannya.
Nabi agung itu mampu mengoreksi zamannya sehingga ia mendapat panggilan kehormatan sebagai Al Amin. Sebuah gelar yang tidak pernah ada sebelumnya bahkan mungkin sesudahnya.
Ketika dia mulai mendakwahkan kalimat tauhid maka caci maki, hinaan, dan sumpah serapah beliau dapatkan. Namun tanpa gentar nabi agung tersebut terus melesat maju ke depan dengan konsepkonsep yang melampaui zamannya. Tubuhnya yang mulia itu sanggup menerima benturanbenturan yang sangat keras sekalipun. Namun sayang, hatinya yang penuh dengan kasih sayang itu tidak rela ketika para pengikutnya mendapatkan himpitan kesengsaraan seperti yang menimpa dirinya.
Oleh karena itu maka disaat genting perjuangan di Mekah setelah 13 tahun berjuang maka dengan sigap beliau mengamankan ummatnya untuk pindah ke Madinah. Setelah di Madinah inilah nabi agung tersebut mulai membuat sebuah masyarakat yang bersaudara sebagai konsekwensi dari Islam yang rahmatan lil a’alamin.
Kaum Muhajirin sebagai sebutan kaum yang berhijrah bersama Nabi kemudian beliau persaudarakan dengan kaum Anshar. Bukan hanya itu, kemudian nabi yang agung ini juga mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dengan kaum Yahudi dengan sebuah piagam perjanjian yang dikenal dengan Piagam Madinah. Sebuah piagam perjanjian yang mengatur tentang kebebasan beragama, hak pemilikan harta benda, serta syarat lain yang saling mengikat.
Di Madinah inilah kemudian Nabi mulai berperang sebagai sebuah arena pertarungan yang sah pada zaman itu untuk membela diri dan menegakkan keadilan yang sudah sangat berkarat.
Dari Madinah inilah kemudian Islam memancar ke segenap penjuru negeri dan menjadi buah bibir bagi segenap manusia. Peperangan demi peperangan dilalui oleh Nabi yang agung itu dengan masingmasing ceritanya.
Sepuluh tahun berjuang di Madinah maka sudah banyak kekuatan yang bisa dihimpun untuk kemudian bisa kembali merebut kesucian ka’bah. Namun karena rasa ta’dzimnya kepada Tuhan maka tidak sedikitpun ada kesombongan dalam hati Nabi yang mulia itu ketika memasuki Mekah tidak ada juga sedikitpun untuk membalas dendam terhadap penduduk Mekah yang telah menyakitinya dan pengikutnya. Malah Nabi yang agung itu menyebut hari itu sebagai hari kasih sayang dimana Allah mengagungkan ka’bah. Dengan penuh rasa syukur, beliau yang bersorban hijau dan mengendarai unta itu membungkuk sehingga jenggotnya hampir menyentuh punggung unta ketika memasuki Mekah.
Semua penduduk Mekah pada waktu itu merasa gentar. Mereka merasa takut jikalau Muhammad itu membalas segala kezaliman mereka terhadapnya. Suasana tibatiba mencekam, serasa hanya beberapa sentimeter saja batang leher mereka berada di depan ujung pedang Muhammad. Oleh karena itu mereka dengan tergesagesa kemudian menyatakan ketidakberdayaannya dengan cara memasuki Masjidil Haram dan rumah Abu Sofyan.
Melihat perilaku penduduk Mekah yang mendadak kalangkabut itu Nabi hanya tersenyum. Sambil sedikit mengangkat suaranya, Nabi bertanya “Wahai kaum Quraisy! Menurut pendapat kalian, tindakan apakah yang hendak kuambil terhadap kalian?” Mereka menjawab “Tentu yang baikbaik! Hai saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia”. Kemudian Nabi yang agung itu berkata “Pergilah kalian semua! Kalian semua bebas”. Hari itu kembali menjadi saksi sebuah keluhuran budi anak manusia yang bernama Muhammad Ibnu Abdullah, legenda terbesar manusia sepanjang zaman. 
Begitulah keistimewaan yang bernama Muhammad SAW, seorang pemimpin terbesar yang ketika wafatnya tidak meninggalkan satu dinar atau satu dirhampun uang atau budak lelaki ataupun budak perempuan, selain baghalnya yang putih (yang biasa ditungganginya) serta senjata serta tanahnya yang itupun sudah diikrarkan menjadi shadaqah bagi ibnu sabil.
Mengingat kembali sekilas perjuangan Nabi tersebut Rasyid hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Ada yang menusuk dalam hatinya seraya bertanya lirih pada diri sendiri tentang apa yang telah diperbuatnya untuk ummat, tentang seberapa persenkan perjuangannya selama ini jik dibandingkan dengan perjuangan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar