Pikiran
Rasyid kemudian menerawang kepada kisah perjalanan Rosulullah Muhammad SAW. Sebuah
kisah anak manusia yang kemudian dikenang pada seluruh zaman. Bagaikan setitik
cahaya embun di pagi hari yang memecah gelapnya malam. Kemudian cahaya tersebut
menyinari seluruh alam jagat raya. Memancar dan menembus ke seluruh pelosok
zaman menyinari setiap langkah ummat manusia dalam tugasnya menjadi pemimpin di
atas muka bumi ini.
Tidak
terpikirkan oleh Rasyid bahwa manusia yang bernama Muhammad sanggup membawa
perubahan yang begitu besar di zaman yang masih jahiliyah itu. Maka hanya
karena Tuhanlah yang menyertai kita, maka dahulu Dia mengirimkan Muhammad sebagai
penyampai risalah.
Sejak
beliau berada dua bulan di dalam rahim sang bunda, nabi yang agung itu sudah
tidak berayah. Lahir dengan status yatim. Seolah tidak lepas dirundung
kesedihan, pada usia enam tahun ia juga ditinggalkan oleh sang bunda untuk
selamanya. Kesedihan kehidupan yang bertubitubi kemudian berlanjut ketika
beliau berumur delapan tahun, kakeknya yang pada waktu itu sebagai pengasuhnya
juga meninggal dunia. Sampai ia kemudian diasuh oleh pamannya, dan memulai
karir sebagai pengusaha pada umur 12 tahun.
Setelah
manusia agung itu memiliki kecukupan secara pribadi maka ia mulai secara penuh
untuk melihat keadaan ummat yang menurutnya jauh dari perilaku sebagai manusia
yang beradab. Dari sinilah kemudian nabi agung itu mulai menyendiri dan
merabaraba tentang kondisi keummatan dengan alat pengukur sebuah hati yang
bersih dan akhlak yang luhur.
Dengan
didampingi oleh wanita yang sebaikbaik wanita bumi, Khadijah binti Khuwailid, beliau kemudian
bisa sampai kepada dzat Tuhan. Sebuah kalimat tauhid sebagai sebuah senjata
sekaligus obat untuk menyelesaikan permasalahan ummat yang tidak beradab.
Kalimat tauhid tersebutlah yang kemudian memberikan hentakan yang sangat kuat
sehingga satu persatu penduduk Mekah pada waktu itu membenarkan dan jatuh
cinta.
Melalui
manusia Muhammadlah Tuhan kemudian memperkenalkan diri. Maka terpujilah
Muhammad yang memiliki gelar Al Amin sehingga Tuhanpun mempercayainya untuk
tidak bersikap khianat terhadap sabdaNya untuk segenap penghuni bumi.
Tidak
terbayangkan oleh Rasyid bahwa manusia yang dahulunya sebagai pengusaha, halus
budi dan perangai serta lemah lembut, untuk kemudian hari ia menjadi seorang
panglima perang yang sangat tangguh, ahli strategi, seorang zeni militer yang
sangat disegani. Bukan hanya itu, beliau kemudian juga menjadi sumber rujukan
dalam bermuamalah sepertihalnya sumber mata air yang terus memancar di
tengahtengah gurun pasir yang sangat gersang untuk menyeret rasa haus dan
dahaga. Maka hanya atas kuasa Tuhan Yang Maha Esalah dia membuat skenario bagi
hamba yang dicintainya tersebut.
Fisiknya
yang sangat kuat terlihat jelas pada sebuah kisah Perang Khandaq, yaitu perang
dengan menggunakan strategi pembuatan parit. Ketika ada sebongkah batu yang
sangat besar, dan semua sahabat tidak bisa memecahkannya. Maka semua mata
melirik ke arah Nabi. Nabi yang pada waktu itu terlihat mengganjal perutnya
dengan batu untuk menahan lapar hanya tersenyum. Dengan keyakinan yang mantap
kepada Tuhan maka ia memukul batu itu sampai menjadi kepingkeping pasir.
Bukan saja dari segi fisiknya, namun juga bisa
terlihat dari keluhuran budinya, anak manusia yang bernama Muhammad ini
bagaikan logam mulia yang tidak pernah tercampur oleh karatkarat jahiliyah.
Disaat semua masyarakat dipenuhi dengan dendam dan permusuhan, maka ia hadir
dengan sikap yang tulus dan penuh dengan kebijaksanaan membawa kesejahteraan
batin bagi siapapun yang berinteraksi dengannya.
Nabi
agung itu mampu mengoreksi zamannya sehingga ia mendapat panggilan kehormatan
sebagai Al Amin. Sebuah gelar yang tidak pernah ada sebelumnya bahkan mungkin
sesudahnya.
Ketika
dia mulai mendakwahkan kalimat tauhid maka caci maki, hinaan, dan sumpah
serapah beliau dapatkan. Namun tanpa gentar nabi agung tersebut terus melesat
maju ke depan dengan konsepkonsep yang melampaui zamannya. Tubuhnya yang mulia
itu sanggup menerima benturanbenturan yang sangat keras sekalipun. Namun
sayang, hatinya yang penuh dengan kasih sayang itu tidak rela ketika para
pengikutnya mendapatkan himpitan kesengsaraan seperti yang menimpa dirinya.
Oleh
karena itu maka disaat genting perjuangan di Mekah setelah 13 tahun berjuang maka
dengan sigap beliau mengamankan ummatnya untuk pindah ke Madinah. Setelah di
Madinah inilah nabi agung tersebut mulai membuat sebuah masyarakat yang
bersaudara sebagai konsekwensi dari Islam yang rahmatan lil a’alamin.
Kaum
Muhajirin sebagai sebutan kaum yang berhijrah bersama Nabi kemudian beliau
persaudarakan dengan kaum Anshar. Bukan hanya itu, kemudian nabi yang agung ini
juga mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dengan kaum Yahudi
dengan sebuah piagam perjanjian yang dikenal dengan Piagam Madinah. Sebuah
piagam perjanjian yang mengatur tentang kebebasan beragama, hak pemilikan harta
benda, serta syarat lain yang saling mengikat.
Di
Madinah inilah kemudian Nabi mulai berperang sebagai sebuah arena pertarungan
yang sah pada zaman itu untuk membela diri dan menegakkan keadilan yang sudah
sangat berkarat.
Dari
Madinah inilah kemudian Islam memancar ke segenap penjuru negeri dan menjadi
buah bibir bagi segenap manusia. Peperangan demi peperangan dilalui oleh Nabi
yang agung itu dengan masingmasing ceritanya.
Sepuluh
tahun berjuang di Madinah maka sudah banyak kekuatan yang bisa dihimpun untuk
kemudian bisa kembali merebut kesucian ka’bah. Namun karena rasa ta’dzimnya
kepada Tuhan maka tidak sedikitpun ada kesombongan dalam hati Nabi yang mulia
itu ketika memasuki Mekah tidak ada juga sedikitpun untuk membalas dendam
terhadap penduduk Mekah yang telah menyakitinya dan pengikutnya. Malah Nabi
yang agung itu menyebut hari itu sebagai hari kasih sayang dimana Allah
mengagungkan ka’bah. Dengan penuh rasa syukur, beliau yang bersorban hijau dan
mengendarai unta itu membungkuk sehingga jenggotnya hampir menyentuh punggung
unta ketika memasuki Mekah.
Semua
penduduk Mekah pada waktu itu merasa gentar. Mereka merasa takut jikalau
Muhammad itu membalas segala kezaliman mereka terhadapnya. Suasana tibatiba
mencekam, serasa hanya beberapa sentimeter saja batang leher mereka berada di
depan ujung pedang Muhammad. Oleh karena itu mereka dengan tergesagesa kemudian
menyatakan ketidakberdayaannya dengan cara memasuki Masjidil Haram dan rumah
Abu Sofyan.
Melihat
perilaku penduduk Mekah yang mendadak kalangkabut itu Nabi hanya tersenyum.
Sambil sedikit mengangkat suaranya, Nabi bertanya “Wahai kaum Quraisy! Menurut
pendapat kalian, tindakan apakah yang hendak kuambil terhadap kalian?” Mereka
menjawab “Tentu yang baikbaik! Hai saudara yang mulia dan putra saudara yang
mulia”. Kemudian Nabi yang agung itu berkata “Pergilah kalian semua! Kalian
semua bebas”. Hari itu kembali menjadi saksi sebuah keluhuran budi anak manusia
yang bernama Muhammad Ibnu Abdullah, legenda terbesar manusia sepanjang zaman.
Begitulah
keistimewaan yang bernama Muhammad SAW, seorang pemimpin terbesar yang ketika
wafatnya tidak meninggalkan satu dinar atau satu dirhampun uang atau budak
lelaki ataupun budak perempuan, selain baghalnya yang putih (yang biasa
ditungganginya) serta senjata serta tanahnya yang itupun sudah diikrarkan menjadi
shadaqah bagi ibnu sabil.
Mengingat kembali sekilas perjuangan Nabi
tersebut Rasyid hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Ada yang menusuk dalam
hatinya seraya bertanya lirih pada diri sendiri tentang apa yang telah
diperbuatnya untuk ummat, tentang seberapa persenkan perjuangannya selama ini
jik dibandingkan dengan perjuangan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar