Sejak
pertemuan terakhirnya dengan Si Manusia Koboi. Rasyid jadi banyak merenung dan
menyendiri. Dari beberapa kali pertemuannya dengan Si Manusia Koboi ternyata
seolah menjadi suatu gerbang pembuka bagi otaknya yang selama ini seakan sudah
berhenti dari fungsinya untuk berpikir.
Di
dalam hati kecilnya Rasyid mengakui bahwa selama ini dalam perjalanannya ia
menjadi seorang tokoh agama hanya menyampaikan apa yang ia baca dan ia dengar.
Ia sering menyampaikan apa yang oleh ulamaulama terdahulu sampaikan dengan
tidak ada penambahan dan pengurangan sedikit pun. Rasyid sampaikan agama dengan
murni dan apa adanya. Kadang karena kejujurannya dalam menyampaikan agama
inilah sehingga ia harus selalu berusaha untuk menyesuaikan pemikiran dan
tingkah lakunya dengan apa yang para ulama terdahulu sudah tuliskan di dalam
kitabkitabnya. Sesekali Rasyid merasakan sesuatu yang membelenggunya sebagai
seorang pemuka agama. Betapa tidak karena dengan posisinya seperti ini maka ia
harus senantiasa untuk menjaga perilaku dan perkataannya. Sebagai seorang
pemuka agama maka sudah barang tentu segala yang ia katakan harus sesuai dengan
apa yang ia perbuat. Dan segala perkataan dan perbuatan itu harus senantiasa
sesuai dengan syariat dan ketentuan agama yang ia dakwahkan.
Dari
sudut pandang inilah yang kadang Rasyid merasa iri dengan seorang penggembala
seperti Si Manusia Koboi yang selalu riang dalam hidupnya. Kemanapun ia pergi
dan mau apa saja yang ia lakukan maka tidak akan ada yang peduli dengannya.
Tidak ada nilainilai dan norma yang harus ditaati oleh seorang penggembala.
Begitu pun tidak ada panduanpanduan khusus yang harus ia kuasai sebagai
standard dari seorang gembalawan yang baik. Segalanya serba bebas dan
menyenangkan.
Pemikiran
tersebutlah yang kemudian Rasyid sampaikan kepada Si Manusia Koboi di tempat
biasa.
“Hahahaaa…
Jadi Kau sekarang mau beralih profesi jadi penggembala Syid?” Ucap Si Manusia
Koboi kegirangan.
“Begini
saja, nanti Aku kasih Kamu beberapa gembalaanku untuk Kau urusi, tapi Kau harus
janji untuk berhenti menjadi pemuka agama.” Ucap Si Manusia Koboi dengan nada
yang serius.
“Begini
Saudara, Kau jangan salah sangka dulu. Aku bilang bahwa Aku hanya iri yang
bersifat positif saja. Ini tidak berarti bahwa Aku sudah mau berhenti dari
aktivitasku sebagai penyampai agama.” Ucap Rasyid meluruskan pendapat Si
Manusia Koboi.
“Lalu
buat apa Kau tetap bertahan di sini Syid? Kalau Kau justru tidak merasakan
kemerdekaan? Bukankah agamamu datang justru untuk misi pembebasan? Lalu kenapa
sekarang justru dengan beragama tersebutlah Kau malah merasa menjadi budak
agama? Bukankah ini tidak sesuai dengan fitrah agamamu Syid?” Ucap Si Manusia
Koboi dengan nada melecehkan Rasyid.
“Tunggu
dulu Saudara. Kau telah salah paham terhadapku. Memang agamaku pada intinya
memberikan pesan semangat kebebasan kepada manusia. Tetapi kebebasan itu bukan
seperti yang Engkau pahami sebagai kebebasan yang tidak memperdulikan
aturanaturan di sekitar lingkungan kita. Bukan sebuah kebebasan yang
menghancurkan tetapi kebebasan yang membangun. Suatu kebebasan yang melepas
terhadap seluruh bentuk berhala dunia dan hanya bergantung terhadap Yang Maha
Esa yang memiliki kekuasaan yang sesungguhnya.”
“Tunggu
dulu Syid, Aku mulai bingung dengan perkataanmu. Tadi Kau bilang ada kebebasan
yang menghancurkan dan ada kebebasan yang membangun, terus Kau juga menyebut
bahwa bergantung terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu adalah sebuah makna
pembebasan. Bagaimana itu bisa terjadi Syid? Kau bilang bebas terhadap yang
lain, namun Kau malah tunduk kepada yang lainnya juga?” Ucap Si Manusia Koboi
sambil mengerutkan kulit dahinya.
“Begini
Saudara, coba Saudara ingatingat lagi di sepanjang perjalananmu sampai saat ini
mengenai seberapa seringkah dan seberapa banyakkah Kau membutuhkan bantuan dari
manusia lain?”
“Maksudmu?”
“Maksudku
Kau pasti membutuhkan manusia lain atau bahkan makhluk lain untuk memenuhi
kebutuhanmu seharihari. Seperti misalnya Kau membutuhkan para pengrajin untuk
membuat topi yang sekarang Kau pakai itu.” Ucap Rasyid sambil menunjuk topi
yang sedang dipakai Si Manusia Koboi.
“Bukan
hanya itu, hampir dipastikan kita membutuhkan pertolongan dari yang lainnya
untuk memenuhi kebutuhan kita. Termasuk makan, kita pasti membutuhkan tumbuhan
atau hewan sebagai penyangga rasa lapar. Bahkan untuk bernafas pun kita
membutuhkan udara di sekeliling kita untuk dihirup.”
“Lalu
apa inti yang ingin Kau sampaikan Syid?” Ucap Si Manusia Koboi memotong kalimat
Rasyid dengan penuh ketidaksabaran.
“Heheheee…
Sabar dulu Saudara, sabar itu mahkotanya agama. Izinkan Aku bernafas sejenak.”
Ucap Rasyid tertawa geli melihat kegelisahan yang tergambar dari raut wajah Si
Manusia Koboi. Sambil mengatur nafasnya ia merasakan ada kepuasan tersendiri
ketika ia berhasil membuat Si Manusia Koboi itu penasaran mengingat selama ini
dirinya kerap kali menjadi korban Si Manusia Koboi yang beberapa kali
membuatnya penasaran. Setelah dianggapnya cukup mengambil nafas, Rasyid
kemudian meneruskan pembicaraannya.
“Begini
Saudara. Di saat manusia menyadari bahwa dia tidak bisa hidup sendiri itulah
maka Islam datang untuk membawa kabar bahwa segala sesuatu yang ada di sekitar
manusia pada hakikatnya adalah makhluk. Makhlukmakhluk itulah yang diciptakan
oleh Yang Maha Esa. Meskipun kita membutuhkan makhlukmakhluk tersebut tetapi
kita diperintahkan untuk hanya bergantung kepada Yang Maha Esa. Dialah Tuhan
Yang Maha Esa, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Bergantung
kepada sesama makhluk hanyalah akan menyebabkan kesengsaraan batin. Sebab pada
dasarnya kemampuan makhluk sifatnya terbatas. Selain itu, Islam datang untuk
memberitahukan bahwa hanya ada satu Tuhan yang haq untuk disembah, sedangkan
yang lain (selain Tuhan) adalah makhluk yang diciptakan Tuhan untuk diteliti
secara ilmiah dan dikembangkan sebaikbaiknya untuk kemakmuran dan kemanfaatan
yang sebesarbesarnya bagi alam semesta. Maka kebebasan itulah yang Aku maksud.
Dengan datangnya Islam membawa isyarat bahwa manusia sekarang bebas untuk
meneliti segala isi alam semesta tanpa ada rasa sungkan lagi. Sebab manusia
sudah diangkat Tuhan sebagai pengelola yang sah (khalifah) bagi semua makhluk
yang ada di bumi.” Ucap Rasyid panjang lebar.
Sementara
itu Si Manusia Koboi hanya terdiam dan menganggukanggukkan kepala mendengarkan
penjelasan Rasyid yang panjang itu. Suasana menjadi hening seketika. Angin
dingin dengan lembut menelusuri jendela mushola tua itu. Sesekali terdengar
jendela itu bersuara dengan nada yang memekakkan telinga.
“Penjelasanmu
boleh juga Syid.” Ucap Si Manusia Koboi sambil menatap muka Rasyid dalamdalam.
“Tapi
Aku tetap masih bingung dengan perkataanmu yang menganggap Aku ini orang yang
beruntung karena pekerjaanku yang bebas dan menyenangkan. Bukankah ini
menandakan keinginanmu untuk hidup lebih bebas lagi Syid? Bukankah itu
menandakan bahwa kebebasan yang ada di dalam agamamu adalah kebebasan semu yang
tidak membuatmu senang? Lalu buat apakah Kau hidup di dalam kebebasan yang
seperti itu Syid? Kau bangga telah terbebas dari belenggu yang Kau sebut
sebagai makhlukmakhluk yang ada di bumi, tapi akhirnya Kau memilih untuk
terbelenggu oleh Tuhan… Hahahaaa… Kau ini lucu Syid, ternyata pada intinya Kau
mengaku juga bahwa hidupku lebih Islami daripada Kau yang mengaku Islam.
Hidupku lebih bebas ternyata Syid… Hahahaaa…” Ucap Si Manusia Koboi tertawa
geli menanggapi penjelasan Rasyid barusan.
Mendengar
jawaban tersebut Rasyid sejenak tidak bisa berbicara apaapa. Si Manusia Koboi
ini memang gila, dan sikapnya penuh dengan misteri. Di hadapan Si Manusia Koboi
kadang Rsyid merasa sedang di hadapan seorang resi, namun pada kesempatan lain
ia merasa sedang berada di hadapan seorang atheis.
“Mengenai
hal itu berbeda dengan konteks lain lagi Saudara.”
“Maksudmu?”
“Kalau
Aku menyebutkan bahwa Aku mengagumi dan memuji pekerjaanmu yang penuh
kebebasan, bukan berarti Aku sedang menghina agamaku dengan menyebutkan bahwa
agamaku kurang bebas. Pembahasanku yang tadi adalah dalam konteks pekerjaan dan
status sosial.”
“Waduh
bahasamu terlalu berat Syid. Apa itu konteks dan apa itu status sosial?
Berbicaralah dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh Aku yang
manusia kampung ini. Bukankah Nabimu juga berbuat hal yang demikian terhadap
kaumnya?” Ucap Si
Manusia Koboi bernada meng
kritik terhadap Rasyid.
“Baiklah
Saudara, begini maksudku. Aku merasa iri terhadap pekerjaanmu yang penuh dengan
kebebasan berekspresi. Aku yakin, jamaahmu selama ini tidak pernah mengkritikmu
atas perbuatan yang kau perbuat. Hal ini berbeda denganku Saudara. Aku selama
ini selalu menjadi contoh dan tauladan bagi jamaahku. Sedikit saja Aku berbuat
pasti akan diikuti oleh jemaahku. Yang paling penting adalah bahwa Aku harus
menjadi tauladan bagi mereka. Sedikit saja Aku berbuat salah maka pasti banyak
masyarakat yang merasa terhina dan segera Aku menjadi gunjingan mereka. Dengan
statusku yang seperti inilah maka Aku harus selalu ada di samping masyarakat
dalam kondisi apapun. Sementara mereka tidak peduli dengan apa yang Aku rasakan
dan apa yang menjadi permasalahanku. Mereka hanya ingin permasalahannya selesai
dan tidak peduli terhadap kehidupanku yang juga sebagai manusia seperti halnya
mereka.”
“Jadi
Kau merasa bahwa ummatmu banyak menuntut terhadapmu?”
“Aku
tidak bilang seperti itu Saudara.”
“Syid,
Syid… kasihan juga ternyata hidupmu. Jadi Kau selama ini hanya menjadi sebuah korban
dari segala tuntutantuntutan ummatmu Syid. Masyarakatmu menjadikan Kau layaknya
seperti simbol manusia ideal yang ada di kelompoknya. Dan untuk memenuhi
tuntutan itulah maka Kau selama ini harus hidup dengan berdasarkan persepsi dan
harapan mereka. Kalau suatu saat Kau memiliki pendapat lain namun tidak sesuai
dengan persepsi dan harapan masyarakatmu maka Kau akan dicampakkan mereka. Jadi
kalau diibaratkan menggembala, maka Kau ini adalah gembalaan atau hewan
ternaknya masyarakatmu Syid.” Ucap Si Manusia Koboi yang setelah mengambil
nafas kemudian melanjutkan kembali pembicaraannya.
“Kamu
memang harus banyak belajar dengan pekerjaanku Syid, sehingga nantinya Kau akan
benarbenar menjadi pemimpin di dalam masyarakatmu. Lihatlah Aku sekarang Syid,
Aku ini benarbenar menjadi pemimpin bagi gembalaanku. Aku sangat memiliki
kemampuan untuk memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap gembalaanku.
Setiap pagi Aku keluarkan gembalaanku dari kandang kemudian Aku arahkan ke
salah satu padang rumput. Di padang rumput itulah Aku memperhatikan gembalaanku
supaya tidak terjatuh ke dalam jurang atau terhindar dari segala marabahaya.
Dan ketika tiba waktu sore maka gembalaanku itu Aku giring lagi ke dalam
kandang untuk beristirahat. Begitulah setiap hari, setiap minggu, dan setiap
tahun, tanpa ada yang melakukan protes sedikit pun terhadapku. Tapi
pertanyaannya, apakah Kau menginginkan ummatmu seperti halnya ummatku yang
tidak pernah protes di dalam hidupnya?”
“Maksudmu
apa Saudara?”
“Aku
hanya ingin mengingatkan kepadamu Syid,
bahwa
jamaahmu itu semuanya adalah manusia, jadi sesuatu hal yang wajar jika mereka
mengkritik atau melontarkan pertanyaan terhadap setiap apapun yang Kau
perbuat.”
“Ah…
Aku menjadi heran denganmu Saudara. Tadi sepertinya Kau memberikan simpati
terhadapku, namun sekarang seolah Kau memojokkan Aku ?!?! Ucap Rasyid mempertanyakan sikap Si
Manusia Koboi.
“Hahahaaa…
sebetulnya Aku kasihan kepadamu Syid. Jangan marah kalau Aku menyebut bahwa Kau
ini ternyata belum sepenuhnya menjalankan tugasmu sebagai pemuka agama di dalam
masyarakat.”
“Apa
Kau bilang?!?! Kau jangan sembarangan kalau bicara Saudara. Kamu tahu apa yang
Aku perbuat dalam keseharianku sebagai pemuka agama? Siang malam Aku tidak
hentihentinya mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat. Dan pada setiap
sepertiga malamnya Aku bangun untuk mendo’akan mereka agar selalu dalam
lindungan Tuhan. Lalu pada titik manakah Kau sebut Aku belum sepenuhnya
menjalankan tugasku?” Ucap Rasyid dengan nada bicara yang agak tinggi dan
bergetar seperti sedang menahan gejolak amarahnya.
“Tunggu
dulu Syid, pertahankan amarahmu. Ingat bahwa kita di sini niatnya dalam rangka
memperbaiki diri.” Ucap Si Manusia Koboi berusaha meredam kemarahan Rasyid
sambil tersenyum kecil.
“Syid,
walaupun Kamu menganggap bahwa Kau
sudah
maksimal dalam mengemban amanah sebagai pemuka agama tetapi hal itu bagiku
mudah untuk mematahkannya dengan melihat fakta yang sekarang terjadi.”
“Maksudmu?”
“Begini
Syid, bagiku sudah cukup jelas dengan hanya melihat kondisi masyarakat yang ada
sekarang dimana kemaksiatan semakin merajalela dan perilaku masyarakat yang
semakin jauh kepada nilainilai agama. Lalu di manakah fungsimu di sini Syid?
Bukankah ini menunjukkan bahwa Kau telah gagal?” Ucap Si Manusia Koboi dengan
tatapan yang tajam ke arah Rasyid yang mulai
seperti kurang nyaman dengan posisi duduknya.
“Maaf
Saudara, Kau harus sedikit belajar mengenai kondisi masyarakat saat ini yang
sangat banyak dipengaruhi oleh budayabudaya luar yang kurang baik. Selain itu
ditambah lagi dengan kondisi para pemimpin sekarang yang hanya disibukkan oleh
kepentingan individu dan golongannya. Itulah yang terjadi sehingga peranku
terlihat seperti terkubur oleh berbagai permasalahan yang ada. Yang Aku bisa
sekarang hanyalah bersikap istiqomah terhadap peran dan tugasku di masyarakat.
Aku yakin bahwa dengan kesetiaanku terhadap masyarakat, pada suatu hari pasti
akan tumbuh bibitbibit baru yang akan membawa perubahan terhadap kondisi
sekarang ini.” Ucap Rasyid berusaha menjelaskan kondisi riil yang
ada di masyarakatnya.
“Itu
kan hanya pembelaanmu saja Syid. Kamu yang kemanamana memperkenalkan Muhammad
dan sahabatsahabatnya tetapi Kau sendiri tidak mengenal siapa itu Muhammad dan
sahabatsahabatnya.” Ucap Si Manusia Koboi yang sejenak menghentikan
percakapannya.
“Maksudmu
apa Saudara?” Tanya Rasyid lirih dengan pandangan yang tibatiba sayu dan
tertunduk.
“Sepertinya
Aku tidak perlu untuk menjelaskan siapa itu Muhammad dan siapa itu
sahabatsahabatnya beserta kisah perjalanannya. Aku yakin bahwa Kau lebih paham
tentang itu daripada Aku. Aku hanya ingin mengingatkan kembali fungsi dan
tugasmu di masyarakat ini. Kau adalah pewaris para nabi Syid. Bukan sebagai
tukang dongeng di masyarakat. Aku sangat yakin Syid, ada yang salah terhadap
sikap dakwahmu yang sekarang. Cobalah untuk mendalami kembali pesan yang ada di
dalam kitab dan perjalanan Muhammad. Cobalah renungkan tentang kepemimpinannya
Muhammad yang telah berhasil membuat rekayasa sosial terhadap suatu masyarakat
yang jahiliah menjadi masyarakat yang beradab.” Ucap Si Manusia Koboi terpotong
oleh suara adzan shubuh dari mushola terdekat.
Mendengar perkataan Si Manusia Koboi itu Rasyid
seolah mendengar suara petir di siang bolong. Tak kuasa ia tahan air matanya
keluar serasa ada yang menyayat hatinya dengan perlahan. Lalu dengan lirih kemudian ia berucap, “Maafkan
Aku ya Rosulullah, ternyata Aku yang sering menyebut namamu justru tidak
mengenal siapa dirimu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar