Jumat, 10 Juli 2020

MANUSIA PENGGEMBALA PENGGEMBALA MANUSIA (Bagian 2)


Sejak pertemuan terakhirnya dengan Si Manusia Koboi. Rasyid jadi banyak merenung dan menyendiri. Dari beberapa kali pertemuannya dengan Si Manusia Koboi ternyata seolah menjadi suatu gerbang pembuka bagi otaknya yang selama ini seakan sudah berhenti dari fungsinya untuk berpikir.
Di dalam hati kecilnya Rasyid mengakui bahwa selama ini dalam perjalanannya ia menjadi seorang tokoh agama hanya menyampaikan apa yang ia baca dan ia dengar. Ia sering menyampaikan apa yang oleh ulamaulama terdahulu sampaikan dengan tidak ada penambahan dan pengurangan sedikit pun. Rasyid sampaikan agama dengan murni dan apa adanya. Kadang karena kejujurannya dalam menyampaikan agama inilah sehingga ia harus selalu berusaha untuk menyesuaikan pemikiran dan tingkah lakunya dengan apa yang para ulama terdahulu sudah tuliskan di dalam kitabkitabnya. Sesekali Rasyid merasakan sesuatu yang membelenggunya sebagai seorang pemuka agama. Betapa tidak karena dengan posisinya seperti ini maka ia harus senantiasa untuk menjaga perilaku dan perkataannya. Sebagai seorang pemuka agama maka sudah barang tentu segala yang ia katakan harus sesuai dengan apa yang ia perbuat. Dan segala perkataan dan perbuatan itu harus senantiasa sesuai dengan syariat dan ketentuan agama yang ia dakwahkan.
Dari sudut pandang inilah yang kadang Rasyid merasa iri dengan seorang penggembala seperti Si Manusia Koboi yang selalu riang dalam hidupnya. Kemanapun ia pergi dan mau apa saja yang ia lakukan maka tidak akan ada yang peduli dengannya. Tidak ada nilainilai dan norma yang harus ditaati oleh seorang penggembala. Begitu pun tidak ada panduanpanduan khusus yang harus ia kuasai sebagai standard dari seorang gembalawan yang baik. Segalanya serba bebas dan menyenangkan.
Pemikiran tersebutlah yang kemudian Rasyid sampaikan kepada Si Manusia Koboi di tempat biasa.
“Hahahaaa… Jadi Kau sekarang mau beralih profesi jadi penggembala Syid?” Ucap Si Manusia Koboi kegirangan.
“Begini saja, nanti Aku kasih Kamu beberapa gembalaanku untuk Kau urusi, tapi Kau harus janji untuk berhenti menjadi pemuka agama.” Ucap Si Manusia Koboi dengan nada yang serius.
“Begini Saudara, Kau jangan salah sangka dulu. Aku bilang bahwa Aku hanya iri yang bersifat positif saja. Ini tidak berarti bahwa Aku sudah mau berhenti dari aktivitasku sebagai penyampai agama.” Ucap Rasyid meluruskan pendapat Si Manusia Koboi.
“Lalu buat apa Kau tetap bertahan di sini Syid? Kalau Kau justru tidak merasakan kemerdekaan? Bukankah agamamu datang justru untuk misi pembebasan? Lalu kenapa sekarang justru dengan beragama tersebutlah Kau malah merasa menjadi budak agama? Bukankah ini tidak sesuai dengan fitrah agamamu Syid?” Ucap Si Manusia Koboi dengan nada melecehkan Rasyid.
“Tunggu dulu Saudara. Kau telah salah paham terhadapku. Memang agamaku pada intinya memberikan pesan semangat kebebasan kepada manusia. Tetapi kebebasan itu bukan seperti yang Engkau pahami sebagai kebebasan yang tidak memperdulikan aturanaturan di sekitar lingkungan kita. Bukan sebuah kebebasan yang menghancurkan tetapi kebebasan yang membangun. Suatu kebebasan yang melepas terhadap seluruh bentuk berhala dunia dan hanya bergantung terhadap Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan yang sesungguhnya.”
“Tunggu dulu Syid, Aku mulai bingung dengan perkataanmu. Tadi Kau bilang ada kebebasan yang menghancurkan dan ada kebebasan yang membangun, terus Kau juga menyebut bahwa bergantung terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu adalah sebuah makna pembebasan. Bagaimana itu bisa terjadi Syid? Kau bilang bebas terhadap yang lain, namun Kau malah tunduk kepada yang lainnya juga?” Ucap Si Manusia Koboi sambil mengerutkan kulit dahinya.
“Begini Saudara, coba Saudara ingatingat lagi di sepanjang perjalananmu sampai saat ini mengenai seberapa seringkah dan seberapa banyakkah Kau membutuhkan bantuan dari manusia lain?”
“Maksudmu?”
“Maksudku Kau pasti membutuhkan manusia lain atau bahkan makhluk lain untuk memenuhi kebutuhanmu seharihari. Seperti misalnya Kau membutuhkan para pengrajin untuk membuat topi yang sekarang Kau pakai itu.” Ucap Rasyid sambil menunjuk topi yang sedang dipakai Si Manusia Koboi.
“Bukan hanya itu, hampir dipastikan kita membutuhkan pertolongan dari yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan kita. Termasuk makan, kita pasti membutuhkan tumbuhan atau hewan sebagai penyangga rasa lapar. Bahkan untuk bernafas pun kita membutuhkan udara di sekeliling kita untuk dihirup.”
“Lalu apa inti yang ingin Kau sampaikan Syid?” Ucap Si Manusia Koboi memotong kalimat Rasyid dengan penuh ketidaksabaran.
“Heheheee… Sabar dulu Saudara, sabar itu mahkotanya agama. Izinkan Aku bernafas sejenak.” Ucap Rasyid tertawa geli melihat kegelisahan yang tergambar dari raut wajah Si Manusia Koboi. Sambil mengatur nafasnya ia merasakan ada kepuasan tersendiri ketika ia berhasil membuat Si Manusia Koboi itu penasaran mengingat selama ini dirinya kerap kali menjadi korban Si Manusia Koboi yang beberapa kali membuatnya penasaran. Setelah dianggapnya cukup mengambil nafas, Rasyid kemudian meneruskan pembicaraannya.
“Begini Saudara. Di saat manusia menyadari bahwa dia tidak bisa hidup sendiri itulah maka Islam datang untuk membawa kabar bahwa segala sesuatu yang ada di sekitar manusia pada hakikatnya adalah makhluk. Makhlukmakhluk itulah yang diciptakan oleh Yang Maha Esa. Meskipun kita membutuhkan makhlukmakhluk tersebut tetapi kita diperintahkan untuk hanya bergantung kepada Yang Maha Esa. Dialah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Bergantung kepada sesama makhluk hanyalah akan menyebabkan kesengsaraan batin. Sebab pada dasarnya kemampuan makhluk sifatnya terbatas. Selain itu, Islam datang untuk memberitahukan bahwa hanya ada satu Tuhan yang haq untuk disembah, sedangkan yang lain (selain Tuhan) adalah makhluk yang diciptakan Tuhan untuk diteliti secara ilmiah dan dikembangkan sebaikbaiknya untuk kemakmuran dan kemanfaatan yang sebesarbesarnya bagi alam semesta. Maka kebebasan itulah yang Aku maksud. Dengan datangnya Islam membawa isyarat bahwa manusia sekarang bebas untuk meneliti segala isi alam semesta tanpa ada rasa sungkan lagi. Sebab manusia sudah diangkat Tuhan sebagai pengelola yang sah (khalifah) bagi semua makhluk yang ada di bumi.” Ucap Rasyid panjang lebar.
Sementara itu Si Manusia Koboi hanya terdiam dan menganggukanggukkan kepala mendengarkan penjelasan Rasyid yang panjang itu. Suasana menjadi hening seketika. Angin dingin dengan lembut menelusuri jendela mushola tua itu. Sesekali terdengar jendela itu bersuara dengan nada yang memekakkan telinga.
“Penjelasanmu boleh juga Syid.” Ucap Si Manusia Koboi sambil menatap muka Rasyid dalamdalam.
“Tapi Aku tetap masih bingung dengan perkataanmu yang menganggap Aku ini orang yang beruntung karena pekerjaanku yang bebas dan menyenangkan. Bukankah ini menandakan keinginanmu untuk hidup lebih bebas lagi Syid? Bukankah itu menandakan bahwa kebebasan yang ada di dalam agamamu adalah kebebasan semu yang tidak membuatmu senang? Lalu buat apakah Kau hidup di dalam kebebasan yang seperti itu Syid? Kau bangga telah terbebas dari belenggu yang Kau sebut sebagai makhlukmakhluk yang ada di bumi, tapi akhirnya Kau memilih untuk terbelenggu oleh Tuhan… Hahahaaa… Kau ini lucu Syid, ternyata pada intinya Kau mengaku juga bahwa hidupku lebih Islami daripada Kau yang mengaku Islam. Hidupku lebih bebas ternyata Syid… Hahahaaa…” Ucap Si Manusia Koboi tertawa geli menanggapi penjelasan Rasyid barusan.
Mendengar jawaban tersebut Rasyid sejenak tidak bisa berbicara apaapa. Si Manusia Koboi ini memang gila, dan sikapnya penuh dengan misteri. Di hadapan Si Manusia Koboi kadang Rsyid merasa sedang di hadapan seorang resi, namun pada kesempatan lain ia merasa sedang berada di hadapan seorang atheis.
“Mengenai hal itu berbeda dengan konteks lain lagi Saudara.”
“Maksudmu?”
“Kalau Aku menyebutkan bahwa Aku mengagumi dan memuji pekerjaanmu yang penuh kebebasan, bukan berarti Aku sedang menghina agamaku dengan menyebutkan bahwa agamaku kurang bebas. Pembahasanku yang tadi adalah dalam konteks pekerjaan dan status sosial.”
“Waduh bahasamu terlalu berat Syid. Apa itu konteks dan apa itu status sosial? Berbicaralah dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh Aku yang manusia kampung ini. Bukankah Nabimu juga berbuat hal yang demikian terhadap kaumnya?”  Ucap  Si Manusia Koboi bernada meng
kritik terhadap Rasyid.
“Baiklah Saudara, begini maksudku. Aku merasa iri terhadap pekerjaanmu yang penuh dengan kebebasan berekspresi. Aku yakin, jamaahmu selama ini tidak pernah mengkritikmu atas perbuatan yang kau perbuat. Hal ini berbeda denganku Saudara. Aku selama ini selalu menjadi contoh dan tauladan bagi jamaahku. Sedikit saja Aku berbuat pasti akan diikuti oleh jemaahku. Yang paling penting adalah bahwa Aku harus menjadi tauladan bagi mereka. Sedikit saja Aku berbuat salah maka pasti banyak masyarakat yang merasa terhina dan segera Aku menjadi gunjingan mereka. Dengan statusku yang seperti inilah maka Aku harus selalu ada di samping masyarakat dalam kondisi apapun. Sementara mereka tidak peduli dengan apa yang Aku rasakan dan apa yang menjadi permasalahanku. Mereka hanya ingin permasalahannya selesai dan tidak peduli terhadap kehidupanku yang juga sebagai manusia seperti halnya mereka.”
“Jadi Kau merasa bahwa ummatmu banyak menuntut terhadapmu?”
“Aku tidak bilang seperti itu Saudara.”
“Syid, Syid… kasihan juga ternyata hidupmu. Jadi Kau selama ini hanya menjadi sebuah korban dari segala tuntutantuntutan ummatmu Syid. Masyarakatmu menjadikan Kau layaknya seperti simbol manusia ideal yang ada di kelompoknya. Dan untuk memenuhi tuntutan itulah maka Kau selama ini harus hidup dengan berdasarkan persepsi dan harapan mereka. Kalau suatu saat Kau memiliki pendapat lain namun tidak sesuai dengan persepsi dan harapan masyarakatmu maka Kau akan dicampakkan mereka. Jadi kalau diibaratkan menggembala, maka Kau ini adalah gembalaan atau hewan ternaknya masyarakatmu Syid.” Ucap Si Manusia Koboi yang setelah mengambil nafas kemudian melanjutkan kembali pembicaraannya.
“Kamu memang harus banyak belajar dengan pekerjaanku Syid, sehingga nantinya Kau akan benarbenar menjadi pemimpin di dalam masyarakatmu. Lihatlah Aku sekarang Syid, Aku ini benarbenar menjadi pemimpin bagi gembalaanku. Aku sangat memiliki kemampuan untuk memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap gembalaanku. Setiap pagi Aku keluarkan gembalaanku dari kandang kemudian Aku arahkan ke salah satu padang rumput. Di padang rumput itulah Aku memperhatikan gembalaanku supaya tidak terjatuh ke dalam jurang atau terhindar dari segala marabahaya. Dan ketika tiba waktu sore maka gembalaanku itu Aku giring lagi ke dalam kandang untuk beristirahat. Begitulah setiap hari, setiap minggu, dan setiap tahun, tanpa ada yang melakukan protes sedikit pun terhadapku. Tapi pertanyaannya, apakah Kau menginginkan ummatmu seperti halnya ummatku yang tidak pernah protes di dalam hidupnya?”
“Maksudmu apa Saudara?”
“Aku hanya ingin mengingatkan kepadamu Syid,
bahwa jamaahmu itu semuanya adalah manusia, jadi sesuatu hal yang wajar jika mereka mengkritik atau melontarkan pertanyaan terhadap setiap apapun yang Kau perbuat.”
“Ah… Aku menjadi heran denganmu Saudara. Tadi sepertinya Kau memberikan simpati terhadapku, namun sekarang seolah Kau memojokkan Aku ?!?! Ucap Rasyid mempertanyakan sikap Si Manusia Koboi.
“Hahahaaa… sebetulnya Aku kasihan kepadamu Syid. Jangan marah kalau Aku menyebut bahwa Kau ini ternyata belum sepenuhnya menjalankan tugasmu sebagai pemuka agama di dalam masyarakat.”
“Apa Kau bilang?!?! Kau jangan sembarangan kalau bicara Saudara. Kamu tahu apa yang Aku perbuat dalam keseharianku sebagai pemuka agama? Siang malam Aku tidak hentihentinya mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat. Dan pada setiap sepertiga malamnya Aku bangun untuk mendo’akan mereka agar selalu dalam lindungan Tuhan. Lalu pada titik manakah Kau sebut Aku belum sepenuhnya menjalankan tugasku?” Ucap Rasyid dengan nada bicara yang agak tinggi dan bergetar seperti sedang menahan gejolak amarahnya.
“Tunggu dulu Syid, pertahankan amarahmu. Ingat bahwa kita di sini niatnya dalam rangka memperbaiki diri.” Ucap Si Manusia Koboi berusaha meredam kemarahan Rasyid sambil tersenyum kecil.
“Syid, walaupun Kamu menganggap bahwa Kau
sudah maksimal dalam mengemban amanah sebagai pemuka agama tetapi hal itu bagiku mudah untuk mematahkannya dengan melihat fakta yang sekarang terjadi.”
“Maksudmu?”
“Begini Syid, bagiku sudah cukup jelas dengan hanya melihat kondisi masyarakat yang ada sekarang dimana kemaksiatan semakin merajalela dan perilaku masyarakat yang semakin jauh kepada nilainilai agama. Lalu di manakah fungsimu di sini Syid? Bukankah ini menunjukkan bahwa Kau telah gagal?” Ucap Si Manusia Koboi dengan tatapan yang tajam ke arah Rasyid yang mulai seperti kurang nyaman dengan posisi duduknya.
“Maaf Saudara, Kau harus sedikit belajar mengenai kondisi masyarakat saat ini yang sangat banyak dipengaruhi oleh budayabudaya luar yang kurang baik. Selain itu ditambah lagi dengan kondisi para pemimpin sekarang yang hanya disibukkan oleh kepentingan individu dan golongannya. Itulah yang terjadi sehingga peranku terlihat seperti terkubur oleh berbagai permasalahan yang ada. Yang Aku bisa sekarang hanyalah bersikap istiqomah terhadap peran dan tugasku di masyarakat. Aku yakin bahwa dengan kesetiaanku terhadap masyarakat, pada suatu hari pasti akan tumbuh bibitbibit baru yang akan membawa perubahan terhadap kondisi sekarang ini.” Ucap Rasyid berusaha menjelaskan kondisi riil yang
ada di masyarakatnya.
“Itu kan hanya pembelaanmu saja Syid. Kamu yang kemanamana memperkenalkan Muhammad dan sahabatsahabatnya tetapi Kau sendiri tidak mengenal siapa itu Muhammad dan sahabatsahabatnya.” Ucap Si Manusia Koboi yang sejenak menghentikan percakapannya.
“Maksudmu apa Saudara?” Tanya Rasyid lirih dengan pandangan yang tibatiba sayu dan tertunduk. 
“Sepertinya Aku tidak perlu untuk menjelaskan siapa itu Muhammad dan siapa itu sahabatsahabatnya beserta kisah perjalanannya. Aku yakin bahwa Kau lebih paham tentang itu daripada Aku. Aku hanya ingin mengingatkan kembali fungsi dan tugasmu di masyarakat ini. Kau adalah pewaris para nabi Syid. Bukan sebagai tukang dongeng di masyarakat. Aku sangat yakin Syid, ada yang salah terhadap sikap dakwahmu yang sekarang. Cobalah untuk mendalami kembali pesan yang ada di dalam kitab dan perjalanan Muhammad. Cobalah renungkan tentang kepemimpinannya Muhammad yang telah berhasil membuat rekayasa sosial terhadap suatu masyarakat yang jahiliah menjadi masyarakat yang beradab.” Ucap Si Manusia Koboi terpotong oleh suara adzan shubuh dari mushola terdekat. 
Mendengar perkataan Si Manusia Koboi itu Rasyid seolah mendengar suara petir di siang bolong. Tak kuasa ia tahan air matanya keluar serasa ada yang menyayat hatinya dengan perlahan. Lalu  dengan lirih kemudian ia berucap, “Maafkan Aku ya Rosulullah, ternyata Aku yang sering menyebut namamu justru tidak mengenal siapa dirimu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar