Jumat, 10 Juli 2020

Di Sepanjang Jalan dari Kelaban


Proses perjuanganpun telah selesai. Maka ada yang mengatakan bahwa jikalau anda sudah selesai pada suatu pekerjaan, maka segeralah beralih kepada pekerjaan lain. Begitu pula sejarah selalu mencatat bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang ketika selesai melakukan sesuatu, maka ia lantas melakukan hal yang selanjutnya, atau dengan kata kerennya adalah bersifat dinamis. Dinamis adalah bergerak, yaitu bergerak ke arah kebaikan. Bergeraklah maka kita akan mendapatkan energi yang maha dahsyat, dan jangan pernah menunggu energi yang maha dahsyat dulu baru bergerak.
Setelah proklamasi selesai, para pejuang Indonesia tidak lantas menyimpan senjata di gudanggudang mereka. Tetapi malahan mereka lebih memegang senjatanya lebih erat dengan semula. Dan perjuanganpun dialihkan, menjadi perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Begitu pula dengan kisahkisah perjuangan lainnya. Seperti perjuangannya Muhammad saw yang sangat gigih memperjuangkan keyakinannya untuk merubah masyarakat jahiliyah arab menjadi masyarakat madani. Lantas setelah beliau berhasil merubah masyarakat Arab, beliaupun tidak lantas terdiam, duduk termenung, dan berdo’a saja, tetapi beliaupun tetap memperjuangkan keyakinannya itu sampai kepada masyarakat lain di luar Arab, sampai terus disebarkan oleh para pengikutnya, dan sampai terus sampai sekarang seolah tidak akan terhenti. Begitu pula dengan halnya Jesus Kristus, Sidharta Gautama, dan lainlain. Merekalah yang pantas kita acungi jempol, mereka sebagai manusia pilih tanding yang dikirim Tuhan khusus untuk menjadikan manusia yang beradab dan menciptakan keadaan dunia yang damai, tentram, dan penuh dengan rasa kekeluargaan. Merekalah para manusia yang selalu berjuang dan sangat mencintai para manusia lain, yang selalu ingin menyelamatkan manusia.
Prosesi pernikahan sudah selesai, dan segala tugas Abi pun telah selesai di Desa Kelaban ini. Desa yang dulu kering, sekarang sudah menjadi desa yang basah, petanipun bisa menanam padi tiga kali dalam satu tahun. Transportasipun lancar, dan akibatnya kesejahteraan rakyatpun mudahmudahan bisa ditingkatkan.
Kesejahteraan ini adalah kesejahteraannya masyarakat Desa Kelaban. Yang bukan warga Desa Kelaban? Tenang saja, anda akan mendapatkan bagiannya juga.
Tapi tidak demikian dengan Abi. Minggu depan ia harus sudah meninggalkan desa ini, ya tentu saja dengan Habibah yang kini sudah resmi menjadi istrinya.
Bapaknya Habibah sebetulnya merasa sedikit keberatan jika saja anaknya harus secepat itu meninggalkannya. Kekhawatirannya itu masih besar, karena harus berpisah dengan anak semata wayangnya yang selama ini aman dan bahagia berada dalam asuhannya. Ia takut jika nanti anak semata wayangnya itu menjadi menderita di dalam tanggung jawabnya Abi.
“Percayalah pada Abi, relakanlah sekarang anakmu untuk diambil oleh orang lain. Seandainya pun pria itu bukan Abi, sudah pasti bahwa Habibah akan dibawa suaminya ke suatu tempat, yaitu tempat suaminya. Sekarang relakanlah semua ini terjadi, percayakanlah semuanya kepada keputusan anakmu, dan berdo’alah semoga mereka selalu hidup bahagia, sebahagia bahkan kalau bisa lebih bahagia daripada kehidupan rumah tangganya Muhammad SAW.” Begitulah upaya bapak Habibah untuk mengikhlaskan segala peristiwa ini.
Hari perpindahan pun sudah sampai. Banyak barang, terutama barang Habibah yang harus dibawa, oleh karena itu untuk memudahkannya Abi menyewa mobil.
Perpindahanpun segera dimulai layaknya suatu perpindahan pengantin. Agak ribet dan sedikit agak kurang enak untuk diceritakan di sini. Tidak ada yang spesial.
Tetapi yang perlu diceritakan disini adalah semangatnya sebuah perpindahan. Semangat sebuah perpindahan adalah semangatnya sebuah perubahan, yaitu perubahan menuju ke sesuatu yang lebih baik. Dengan perpindahan itu kadangkadang orang berfikir untuk melakukan suatu hal yang besar, berani melakukan hal yang besar, berani melakukan perubahan pola pikir yang selama ini terkekang oleh keadaan lingkungan tempatnya berada.
Banyak cerita tentang awalnya keberhasilan dimulai oleh sebuah perpindahan. Misalnya saja dari zaman dahulu kita sering mendengar kisah perpindahan Nabi Muhammad SAW dari kota Mekah ke kota Madinah, yang oleh orang muslim lebih dikenal dengan peristiwa hijrah. Sampai zaman sekarang, seperti yang sudah sangat terkenal tentang kisah kesuksesannya orang Padang yang ratarata berhasil diawali oleh suatu perpindahan, yang lebih dikenal dengan istilah merantau.
Baik hijrah ataupun merantau semuanya memiliki hakikat yang sama. Yaitu meninggalkan tempat asal, menuju tempat baru, dengan tujuan untuk berikhtiar memperbaiki keadaan hidup menjadi lebih baik.
Singkat cerita, segala proses perpindahanpun sudah selesai, Abi dan Habibah sekarang sudah menempati sebuah rumah pusaka. Rumah yang mungil, dan masih bergaya rumah zaman dahulu. Meski mungil, tapi kelihatannya indah, karena rumah ini memiliki halaman depan dan belakang yang luas dan dipenuhi oleh tumbuhan yang beraneka ragam. Udara sejuk dan sepoisepoi angin menjadikan lebih romantisnya alam ini.
“Inilah rumah sementara kita Neng, semoga Neng merasa kerasan tinggal disini. Maafkan akang, karena akang belum bisa memberikan rumah yang lebih bagus daripada ini pada saat sekarang.”
“Akang jangan berbicara seperti itu. Rumah ini indah sekali, dan Neng sangat bahagia tinggal disini Kang. Menjadi pendamping Akang.” Ucap Habibah sambil melemparkan senyum manis tanda kerelaannya. Senyuman yang membuat Abi lega dan bahagia.
Setelah merapikan barang di rumah, mereka langsung melakukan kunjungan kepada para kerabat dan tetangga, yang rumahnya memang sedikit agak jauh dengan rumah mereka. Para kerabat dan tetangga pun menyambut kedatangan mereka dengan sangat antusias dan dengan bahagia sekali, karena memang Abi adalah orang yang sangat pintar bergaul dan selalu berbesar hati untuk berkomunikasi dan bergaul dengan siapapun.
Semua kerabat dekat dan semua tetangga pun su
dah selesai dikunjungi, haripun berangsur menuju kepada keadaan malam. Dan kini sang pengantinpun saatnya untuk melepas lelah di rumah barunya ini. Rmah yang akan menjadi sebuah surga firdaus bagi mereka berdua, yang dibawahnya mengalir mata air cinta mereka berdua yang sangat manis tetapi tidak akan memabukkan.
“Lusa Akang mulai bekerja di kecamatan Neng, lumayan daripada nganggur, sambil menunggu panggilan dari pemerintah daerah Jawa Barat di Bandung. Jadi, Akang harap besok kita selesaikan untuk mengunjungi kerabat kita yang lain lagi yang jauh.”
“Besok kita akan mengunjungi kerabat yang mana lagi Kang?” Tanya Habibah sambil menyimpan gelas di depan meja Abi yang berisi teh manis hangat.
“Besok kita akan menemui dua orang kerabat lagi yang rumahnya agak jauh dari sini. Kira-kira satu kali naik angkot. Yang pertama adalah adik sepupu akang, namanya Ayi Nana, dia sekarang mengajar di sebuah perguruan tinggi swasta dan yang kedua adalah seorang Tionghoa, namanya Ceu Euis, dia adalah seorang Tionghoa yang sangat baik. Akang sudah menganggapnya saudara.”
Percakapanpun akhirnya seperti berhenti begitu saja. Mereka berdua sekarang terlena dengan kemunculannya bulan purnama yang sangat indah, menyinari segala benda yang berada di sekitarnya. Semakin menambah romantisnya alam di daerah Ciamis ini, dan semakin menambah asyiknya sang angin sepoisepoi yang saling berkejaran di sela-sela daundaun pepohonan.
“Cahaya bulan itu mengingatkanku kepada seseorang yang sangat cantik.” Ucap Abi menerawang.
“Siapa dia Kang?” Tanya Habibah sangat serius dan penasaran.
“Dia adalah seorang gadis dari Desa Kelaban yang rela dibawa oleh akang kesini untuk hidup menderita.” 
“Au……w.” Pekik Abi ketika terasa ada yang menyubit daerah pinggangnya. Terlihatlah diantara sinarnya sinar rembulan itu Habibah tertawa kecil sambil menghela nafas dalamdalam, sambil melihat sang belahan hatinya yang sedang meringis sambil mengusapusap pinggangnya. Dan merekapun tersenyum bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar