Jumat, 10 Juli 2020

Pelaminan untuk Abi dan Habibah


Masa untuk merayu sang melatipun sudah selesai. Kini sang kumbang sudah dipersilakan oleh yang empunya melati untuk menghampiri bunga melati itu yang menawan dan selama ini menjadi incaran banyak kumbang. Tapi tunggu dulu, sebelum kumbang memiliki bunga melati, izinkanlah siang memberikan tugasnya kepada sang malam untuk memberikan sebuah suasana syahdu sebagai tanda peresmian akan kepemilikan sang bunga melati oleh sang kumbang. Dan izinkanlah sang raja malam untuk mengutus sang bulan purnama untuk menjadi saksi mengenai detikdetik terikatnya suatu ikatan yang suci dan sakral antara sang melati dengan sang kumbang. Dan izinkanlah sang angin malam untuk mempercepat langkah sang kumbang untuk segera memiliki sang melati tersebut.
     Abi, seorang pemuda yang berasal dari Ciamis,
kini telah berhasil menaklukkan seorang Kembang Desa dari Desa Kelaban. Hubungannya kini telah direstui oleh sang pemilik kembang itu. Tapi setelah sang pemilik menyetujui, bukan berarti Abi sudah boleh untuk memetik dan membawa pulang kembang tersebut. Ini sudah menjadi sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini sifatnya sudah sangat universal, tidak bisa ditawar atau diganti lagi, bahwa sebelum seseorang hendak memetik sang kembang dan membawanya, maka haruslah ada sebuah upacara, atau sebuah penyakralan atas proses ini. Karena proses ini adalah sebuah peristiwa suci yang sangat diagungagungkan oleh setiap insan dari semenjak awal penciptaannya.
     Haripun cepat berlanjut, detikdetik pernikahan tinggal beberapa hari lagi. Abi menjadi sibuk mingguminggu ini, sehingga proyek yang tinggal sebentar lagi akhirnya diambil alih oleh rekan kerjanya yang lain. Bahkan mingguminggu ini Abi hampir tidak ada di Desa Kelaban, dia lebih banyak tinggal di Ciamis. Yaitu untuk mengadakan Persiapan pernikahannya, yang menurut adat yang berlaku harus ada perwakilan dari pihak pengantin pria yang diwakili oleh keluarga ketika saat pernikahan.
     Begitupun halnya dengan keluarga Habibah. Tidak seperti biasanya harihari ini menjadi sangat ramai sekali, meskipun konsep awal dari acara ini adalah konsep kesederhanaan. Jauh sekali memang jika dibandingkan dengan suasana pernikahannya Idrus dan Siti yang megah dan memakai berbagai macam desain yang bagus dan mahal. Pernikahan Abi dan Habibah terkesan pernikahan yang kurang Persiapan, bukan karena apaapa, karena memang tercermin dalam kesediaan bapaknya Habibah yang terkesan masih setengahsetengah dalam merestui hubungan antara Habibah dan Abi.
     Hal ini memang bisa dimaklum, karena bapaknya Habibah sangat mengkhawatirkan anak semata wayangnya itu. Dia tidak ingin anak semata wayangnya itu terlantar di daerah orang lain, apalagi mengingat Abi yang masih belum memiliki pekerjaan tetap.
     Sebetulnya sudah berkalikali ibu Habibah menasihati bapak Habibah, bahwa hal ini jangan terlalu diambil hati, jangan terlalu dipikirkan, yang terpenting adalah kebahagiaan anak mereka, yaitu Habibah. Tapi tetap, bapak Habibah sepertinya kurang ikhlas. Sikapnya itu tercermin dari sikapnya yang sekarang, menjadi lebih pendiam dari biasanya.
     Hal yang seperti ini membuat Habibah merasa berdosa akan semua yang telah terjadi kepada bapaknya tersebut. Segeralah ia menghampiri bapaknya agar suasana ini tidak terjadi menjadi berlarutlarut.
     Terjadilah perbincangan antara bapak dan anak, sampai pada suatu kesempatan, Habibah bertanya kepada bapaknya.
     “Bapak, apakah bapak benarbenar merestui hubungan antara kami berdua?” Ujar Habibah lirih.
     Mendengar pertanyaan anaknya tersebut, sang bapak hanya diam seribu bahasa. Sebetulnya beliaupun merasa bingung jika ditanya demikian. Di dalam hati terkecilnya sebetulnya bapaknya Habibah sangat menyetujui akan pernikahan anaknya itu dengan Abi. Tapi, entah kenapa ada perasaan berat nanti ia harus berpisah dengan anak semata wayangnya itu. Apalagi dengan jarak yang selama ini belum pernah terpisah sejauh itu.
     “Kenapa Neng tidak mencari yang dekat saja, biar Bapak dan Ibu bisa selalu bertemu dengan Neng setiap saat?” Ucap bapak Habibah menerawang.
     “Pak, kalau Bapak tetap tidak merestui hubungan antara kami berdua. Habibah siap untuk membatalkan pernikahan ini. Tapi Habibah janji kepada Bapak, bahwa Habibah tidak akan menikah untuk selamanya.” Ucap Habibah yang tidak kuasa lagi menahan air matanya.
     Lalu semuanya diam, sunyi, senyap, yang terdengar hanyalah suara pisau yang mengenai papan dari suara ibuibu dapur yang sedang memasak. Sementara, tanpa disadari oleh Habibah dan bapaknya, terdapat beberapa pasang mata yang sedang ikut mendengarkan percakapan antara bapak dan anak itu. Entah siapakah mereka ini, yang pasti mereka jugalah yang merasakan akan sikapnya bapak Habibah akhirakhir ini.
     “Maafkan Neng atas segala kesalahan Bapak sela
ma ini terhadap Neng. Bapak hanya ingin yang terbaik untuk kamu, hanya ingin melihat Neng bahagia. Hanya ingin memastikan bahwa anak satusatunya bapak dan ibu ini akan hidup bahagia selamanya. Maafkan bapak, kalau selama ini egois kepada Neng. Bapak sekarang baru sadar bahwa kebahagiaan yang bapak idamidamkan untuk Neng, ternyata berbeda dengan kebahagiaan yang Neng idamidamkan selama ini.
     Sekarang Bapak benarbenar ridho kalau Neng menikah dengan Jang Abi. Jang Abi adalah lakilaki yang bertanggung jawab, bapak yakin Neng akan bahagia bersama dia untuk selamanya. Tapi satu pesan dari bapak, nanti kalau Neng sudah menikah dengan Jang Abi, terus Neng dibawa ke Ciamis, jangan lupa untuk selalu bisa menjaga diri, patuh kepada suami, dan kalau bisa seringseringlah main ke rumah ini. Karena rumah initeh akan sepi kalau Neng sudah tidak ada disini.” Ucap bapak Habibah yang tidak tahan lagi untuk menahan air matanya yang mendesak keluar bersama kesedihannya itu.
     Habibahpun tidak tahan lagi untuk menahan air matanya yang lebih banyak. Habibah langsung memeluk bapaknya yang sudah terlihat keriput itu. Sekarang Habibah baru tahu tentang mengapa bapaknya selama ini sulit untuk memberikan restu terhadap hubungannya dengan Abi.
     “Maafkan Habibah Bapak. Habibah janji akan selalu memegang katakata itu.”
     Begitulah akhirnya, pada detikdetik akhir pernikahannya, Habibah mendapatkan restu yang sepenuhnya dari bapaknya.
     Sementara beberapa mata yang dari tadi mengikuti percakapan antara Habibah dan bapaknya pun, seperti ikut berbahagia. Hal itu dapat tergambar dari matanya yang berkacakaca, pertanda menyimpan rasa haru yang paling dalam di dalam hatinya.
     Hari yang ditunggutunggupun akhirnya sampai. Sebuah pesta pernikahan antara Abi dan Habibah. Sebuah pesta yang sederhana, tetapi kalau dibandingkan dengan pernikahan siti, meskipun dalam kelengkapan peralatan jauh seperti bumi dan langit, tetapi kalau dilihat dari jumlah tamu yang datang, sudah tentu lebih banyak tamu pada pernikahan Habibah, apalagi dari niatnya semula juga, acara pesta pernikahan ini sekalian menjadi acara syukuran atas suksenya program padat karya yang dikepalai oleh Abi Kusumah.
     Proses pernikahan ini tidak jauh berbeda dengan urutan acara pada saat Siti menikah, karena memang hal itu sudah menjadi sebuah tatali paranti (kebiasaan) bagi warga masyarakat, umumnya masyarakat parahyangan, yang berarti tanahnya para dewata, masyarakat Sunda.
     Setelah proses pernikahan selesai, karena memang tidak ada acara hiburan, akhirnya mereka langsung menuju ke tempat perasmanan untuk menyantap makanan istimewa, makanan khas orang yang sedang hajatan. Sementara yang lainnya mengantri untuk bersalaman dan mengucapkan selamat kepada sang pengantin yang sedang bersuka cita pada kesempatan itu.
     Pada pesta inipun terlihat Otong Dananjaya yang masih belum menikah, Siti dan Idrus yang katanya sebentar lagi mempunyai momongan, dan tidak terlewatkan pula Beni The Winner yang sekarang sudah resmi menjadi suami Rieke. Semuanya ada disana termasuk Nunung dan Yadi yang katanya minggu depan merekapun akan segera menikah.
     Ramai sekali, belum lagi dari keluarga Abi dan keluarga Habibah, dan tidak lupa para warga kampung yang sekalian meresmikan atas selesainya pembangunan irigasi dan jalan. Kebahagiaan mereka sungguh hampir tidak bisa dibayangkan dengan katakata. Semuanya begitu seperti di dalam sebuah bayangan sinetron TV hitam putih, semuanya tulus, dan semuanya ikhlas, semuanya larut dalam sebuah kata silaturahmi. Benarbenar pesta yang besar.
 Sementara itu pengantin yang sudah selesai menerima ucapan selamat dari semua tamu yang datang, mereka lalu duduk di ruang tamu dan mengobrol dengan sanak kerabat mereka yang datang dari jauh.Sesekali pasangan pengantin itu ada yang menggoda, yang membuat suasana ini menjadi meriah, mereka tertawa, merayakan perjuangannya yang kini sudah selesai. Bahagianya memang Abi dan Habibah, terasa dunia ini bagaikan hanya milik mereka berdua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar