Kamis, 09 Juli 2020

HMI MASA DULU, MASA KINI, DAN MASA DEPAN


Oleh: Qiki Qilang Syachbudy
Ketum HMI Cabang Bogor 2013-2014

Sebagai organisasi mahasiswa Islam tertua yang masih bertahan sampai saat ini, HMI tidak surut-surutnya selalu memberi sumbangan besar terhadap perjalanan kehidupan bangsa Indonesia melalui para kadernya yang telah digodok dalam candradimukanya budaya organisasi yang ada. Semenjak awal HMI didirikan oleh Lafran Pane di Yogyakarta, organisasi ini terus mendapat banyak simpati dari kalangan masyarakat luas. Hal itu mungkin terkait dengan budaya keintelektualan HMI yang sangat kental di dalamnya. Wajar saja karena niatan utama dibentuknya HMI pada waktu itu adalah untuk menangkal ideologi komunis yang mulai memasuki wilayah kampus. Bahkan setelah ideologi komunis itu tumbangpun HMI masih bisa berdiri dan terus mencetak para kadernya. HMI tetap kokoh sebagai organisasi pengaderan, bak sumur yang tidak akan pernah surut dilanda kemarau.
Kegemilangan-kegemilanganpun terus dicapai, bahkan sejarah telah mencatat bahwa HMI telah berperan besar dalam robohnya dua periode kekuasaan. Bahkan sampai saat inipun para kader HMI telah banyak tersebar di berbagai elemen penting penjuru Indonesia. Wajarlah kiranya mereka bisa gemilang di dalam karirnya karena pada hakikatnya dunia pekerjaan tidaklah jauh berbeda dengan dunia organisasi. Secara tidak terasa, pasca keluarnya para kader HMI, para alumni HMI ini telah mendapatkan bekal soft skill yang luar biasa sebagai hasil dari pendidikan di HMI. Di dalam organisasi HMI inilah mereka mendapatkan pembelajaran berupa loyalitas, solidaritas, pemahaman peran masing-masing, pemahaman karakter orang per orang, pemahaman struktur organisasi yang rapi, pengelolaan rapat, cara berdebat, cara menyampaikan pendapat yang baik, cara membina hubungan, dan lain sebagainya. Pada intinya bahwa hasil inilah yang seharusnya kita syukuri sebagai kado terbesar selama kita ber-HMI. Karena sebetulnya inti dari keberhasilan para alumni HMI itu bukan karena mereka diajak oleh alumni lainnya atau numpang beken dari keberhasilan orang lain, melainkan mereka maju dengan karya dan keterampilan mereka sendiri dalam memahami seni kehidupan ini.
Semenjak awal pendiriannya HMI ditujukan untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam konteks kehidupannya yang berkisar diantara wilayah ke-Islaman, kemahasiswaan, dan ke-Indonesiaan. Oleh karena itulah sebagai lembaga yang dikelola dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa maka sangat diharapkan organisasi HMI ini bisa dinamis dalam menjawab kebutuhan mahasiswa yang disesuaikan pada konteks zamannya masing-masing. Cukuplah kiranya kita semua bernostalgia terhadap kejayaan HMI zaman dahulu yang sudah banyak mencetak kader terbaiknya. Kini kita saatnya untuk melangkah ke depan untuk bersama-sama mewujudkan tujuan HMI. Melihat dan memperbaiki ke dalam agar HMI kian bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Jika diibaratkan sebuah mesin maka HMI harus selalu diusahakan agar produknya tetap baik bahkan bisa menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih bermanfaat lagi bagi kehidupan di masa kini dan masa mendatang.
Zaman semakin maju ke depan. Maka dalam perkembangan sebuah demokrasi yang kuat dibutuhkan civil society yang kuat pula. Dalam ranah civil society inilah maka HMI seharusnya secara total berkiprah dengan baik. HMI harus bisa menjadi pengawas dan “wasit” dalam arena demokrasi ini. Akibat kelalaian sebagian oranglah yang kemudian HMI ini kadang terbawa arus oleh ranah political society, ranah birokrasi, atau ranah pemerintah (government). Disinilah maka diperlukan sebuah independensi yang kuat. Karena keindependenan civil society dalam pro terhadap kesejahteraan rakyatlah yang menjadi suatu indikator telah matangnya sebuah masyarakat.
Cara pergerakanpun sudah seharusnya dapat dikoreksi kembali. Sudah tidak menjadi rahasia umum lagi bahwa gerakan turun jalan yang kadang bersifat brutal dengan membawa bendera atau lambang HMI sedikit demi sedikit telah mengurangi simpati masyarakat terhadap HMI. Akibatnya adalah berdampak kepada pelarangan para orang tua mahasiswa kepada anaknya untuk tidak ikut bergabung dengan HMI. Kegiatan menyampaikan aspirasi dengan melalui turun ke jalan mungkin tidak seluruhnya negatif. Malah menurut penulis, yang pernah ikut beberapa kali aksi turun jalan, lebih banyak sisi positifnya daripada negatifnya. Seperti misalnya dengan mengadakan aksi turun jalan kita dengan cepat bisa menyadarkan masyarakat tentang peristiwa yang tengah terjadi. Apalagi misalnya peristiwa itu sangat penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Tetapi menurut penulis ada yang lebih penting yang diharapkan bisa melengkapi cara pergerakan yang sudah ada, yaitu dengan cara merebut wacana publik agar kemudian bisa menjadi suatu kebijakan. Karena pada hakikatnya publik ini adalah sebuah arena perang wacana (war of discourse) antara yang pro rakyat dan yang tidak pro rakyat. Cara pergerakan yang seperti inilah yang sepertinya pada masa sekarang kurang dibudayakan di dalam tubuh HMI. 
Oleh karena itulah sudah menjadi tugas kita semua sebagai kader HMI pada masa sekarang ini untuk secara bersama-sama membersihkan rumah besar kita dan jangan pernah meminta bantuan kepada siapapun kecuali Allah swt. Mari kita bekerja bakti saling bahu membahu seluruh kader HMI Se-Indonesia untuk memperbaiki genteng, menyapu dan mengepel lantai, mengelap kaca, membersihkan sisa-sisa makan, mengecat dinding, dan menata pekarangan rumah kita. Agar kemudian kita kembalikan kemegahan HMI ini kepada sedia kala. Mari kita bersama-sama menghormati para pembangun HMI dan memaafkan mereka yang telah membuat rumah ini berantakan. Dan mari kita beritahu semuanya bahwa kader HMI sekarang ini sudah bebas dari penyakit moral etat dan telah bebas pula dari penyakit rent seeking political activity. Sehingga kemudian rumah ini tampak megah namun bersahaja. Indah dipandang mata, sehingga siapapun ingin memasukinya. (5 Desember 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar