Oleh: Qiki Qilang Syachbudy
Ketum HMI Cabang Bogor 2013-2014
Sebagai
organisasi mahasiswa Islam tertua yang masih bertahan sampai saat ini, HMI
tidak surut-surutnya selalu memberi sumbangan besar terhadap perjalanan
kehidupan bangsa Indonesia melalui para kadernya yang telah digodok dalam
candradimukanya budaya organisasi yang ada. Semenjak awal HMI didirikan oleh
Lafran Pane di Yogyakarta, organisasi ini terus mendapat banyak simpati dari
kalangan masyarakat luas. Hal itu mungkin terkait dengan budaya keintelektualan
HMI yang sangat kental di dalamnya. Wajar saja karena niatan utama dibentuknya
HMI pada waktu itu adalah untuk menangkal ideologi komunis yang mulai memasuki
wilayah kampus. Bahkan setelah ideologi komunis itu tumbangpun HMI masih bisa
berdiri dan terus mencetak para kadernya. HMI tetap kokoh sebagai organisasi pengaderan,
bak sumur yang tidak akan pernah surut dilanda kemarau.
Kegemilangan-kegemilanganpun
terus dicapai, bahkan sejarah telah mencatat bahwa HMI telah berperan besar
dalam robohnya dua periode kekuasaan. Bahkan sampai saat inipun para kader HMI
telah banyak tersebar di berbagai elemen penting penjuru Indonesia. Wajarlah
kiranya mereka bisa gemilang di dalam karirnya karena pada hakikatnya dunia
pekerjaan tidaklah jauh berbeda dengan dunia organisasi. Secara tidak terasa,
pasca keluarnya para kader HMI, para alumni HMI ini telah mendapatkan bekal
soft skill yang luar biasa sebagai hasil dari pendidikan di HMI. Di dalam
organisasi HMI inilah mereka mendapatkan pembelajaran berupa loyalitas,
solidaritas, pemahaman peran masing-masing, pemahaman karakter orang per orang,
pemahaman struktur organisasi yang rapi, pengelolaan rapat, cara berdebat, cara
menyampaikan pendapat yang baik, cara membina hubungan, dan lain sebagainya.
Pada intinya bahwa hasil inilah yang seharusnya kita syukuri sebagai kado
terbesar selama kita ber-HMI. Karena sebetulnya inti dari keberhasilan para
alumni HMI itu bukan karena mereka diajak oleh alumni lainnya atau numpang
beken dari keberhasilan orang lain, melainkan mereka maju dengan karya dan
keterampilan mereka sendiri dalam memahami seni kehidupan ini.
Semenjak awal
pendiriannya HMI ditujukan untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam konteks
kehidupannya yang berkisar diantara wilayah ke-Islaman, kemahasiswaan, dan
ke-Indonesiaan. Oleh karena itulah sebagai lembaga yang dikelola dari
mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa maka sangat diharapkan
organisasi HMI ini bisa dinamis dalam menjawab kebutuhan mahasiswa yang
disesuaikan pada konteks zamannya masing-masing. Cukuplah kiranya kita semua
bernostalgia terhadap kejayaan HMI zaman dahulu yang sudah banyak mencetak
kader terbaiknya. Kini kita saatnya untuk melangkah ke depan untuk bersama-sama
mewujudkan tujuan HMI. Melihat dan memperbaiki ke dalam agar HMI kian
bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Jika diibaratkan sebuah mesin
maka HMI harus selalu diusahakan agar produknya tetap baik bahkan bisa menghasilkan
produk yang lebih baik dan lebih bermanfaat lagi bagi kehidupan di masa kini
dan masa mendatang.
Zaman semakin
maju ke depan. Maka dalam perkembangan sebuah demokrasi yang kuat dibutuhkan civil society yang kuat pula. Dalam
ranah civil society inilah maka HMI
seharusnya secara total berkiprah dengan baik. HMI harus bisa menjadi pengawas
dan “wasit” dalam arena demokrasi ini. Akibat kelalaian sebagian oranglah yang
kemudian HMI ini kadang terbawa arus oleh ranah political society, ranah birokrasi, atau ranah pemerintah (government). Disinilah maka diperlukan
sebuah independensi yang kuat. Karena keindependenan civil society dalam
pro terhadap kesejahteraan rakyatlah yang menjadi suatu indikator telah
matangnya sebuah masyarakat.
Cara
pergerakanpun sudah seharusnya dapat dikoreksi kembali. Sudah tidak menjadi
rahasia umum lagi bahwa gerakan turun jalan yang kadang bersifat brutal dengan
membawa bendera atau lambang HMI sedikit demi sedikit telah mengurangi simpati
masyarakat terhadap HMI. Akibatnya adalah berdampak kepada pelarangan para
orang tua mahasiswa kepada anaknya untuk tidak ikut bergabung dengan HMI.
Kegiatan menyampaikan aspirasi dengan melalui turun ke jalan mungkin tidak
seluruhnya negatif. Malah menurut penulis, yang pernah ikut beberapa kali aksi
turun jalan, lebih banyak sisi positifnya daripada negatifnya. Seperti misalnya
dengan mengadakan aksi turun jalan kita dengan cepat bisa menyadarkan
masyarakat tentang peristiwa yang tengah terjadi. Apalagi misalnya peristiwa
itu sangat penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Tetapi menurut
penulis ada yang lebih penting yang diharapkan bisa melengkapi cara pergerakan
yang sudah ada, yaitu dengan cara merebut wacana publik agar kemudian bisa
menjadi suatu kebijakan. Karena pada hakikatnya publik ini adalah sebuah arena
perang wacana (war of discourse)
antara yang pro rakyat dan yang tidak pro rakyat. Cara pergerakan yang seperti
inilah yang sepertinya pada masa sekarang kurang dibudayakan di dalam tubuh
HMI.
Oleh
karena itulah sudah menjadi tugas kita semua sebagai kader HMI pada masa
sekarang ini untuk secara bersama-sama membersihkan rumah besar kita dan jangan
pernah meminta bantuan kepada siapapun kecuali Allah swt. Mari kita bekerja
bakti saling bahu membahu seluruh kader HMI Se-Indonesia untuk memperbaiki
genteng, menyapu dan mengepel lantai, mengelap kaca, membersihkan sisa-sisa
makan, mengecat dinding, dan menata pekarangan rumah kita. Agar kemudian kita
kembalikan kemegahan HMI ini kepada sedia kala. Mari kita bersama-sama
menghormati para pembangun HMI dan memaafkan mereka yang telah membuat rumah
ini berantakan. Dan mari kita beritahu semuanya bahwa kader HMI sekarang ini
sudah bebas dari penyakit moral etat dan telah bebas pula dari penyakit rent seeking political activity.
Sehingga kemudian rumah ini tampak megah namun bersahaja. Indah dipandang mata,
sehingga siapapun ingin memasukinya. (5 Desember 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar