Sejak
pertemuannya dengan Si Manusia Koboi, Rasyid terus memikirkan mengenai sebuah
jawaban mengenai persamaan antara pemuka agama seperti dirinya dengan
penggembala seperti Si Manusia Koboi tersebut. Dalam pikir Rasyid, bahwa tidak
mungkin adanya antara seorang pemuka
agama disamakan dengan seorang penggembala. Hal ini mengingat objek yang
dihadapi oleh keduanya sangat berbeda. Yaitu hewan untuk penggembala dan
manusia untuk pemuka agama. Dari hal tersebut saja menurut Rasyid sudah tidak
pada tempatnya lagi untuk terus dipaksa dicarikan persamaannya. Apalagi dilihat
dari tujuannya. Jika pemuka agama tentu saja tujuannya untuk supaya para
ummatnya lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, sedangkan hewan tujuannya hanya
untuk menggemukkan badannya yang selanjutnya untuk disembelih sebagai makanan
manusia.
Namun
tentu saja mungkin bila dilihat secara mendalam pasti ada sebuah persamaan di antara
keduanya. Persamaan itu adalah bahwa seorang penggembala dan pemuka agama
samasama sebagai petunjuk jalan bagi yang digembalakannya. Tentu saja sebagai
petunjuk jalan, keduanya tidak akan mau yang digembalakannya mendapat
kecelakaan. Si Penggembala dan Si Pemuka Agama tentulah ingin yang
digembalakannya itu mendapatkan keselamatan. Sebab keselamatan itu yang menjadi
dasar tujuan dan motivasi mengapa Si Penggembala dan Si Pemuka Agama ada.
Rasyid
kemudian tersenyum kecil setelah mendapatkan jawaban tersebut. Dia baru
mengerti akan alasan Si Manusia Koboi untuk menyuruhnya mencari jawaban dari
persamaan antara Penggembala dan Pemuka Agama. Tentu saja bahwa Si Manusia
Koboi itu ingin mendapat sebuah pengakuan dari Rasyid sehingga dia tidak merasa
rendah diri sebagai seorang penggembala ketika ia nanti bersahabat dengan Rasyid
yang merupakan seorang pemuka agama.
Tentu
saja hal ini sangat menggelikan bagi Rasyid karena baginya, Si Manusia Koboi
ini terlalu berbelitbelit hanya untuk bersahabat dengannya. Rasyid merasa bahwa
semua manusia itu sama saja, ketika mau bersahabat ya bersahabat saja tanpa
harus merasa rendah diri akan status yang disandangnya. Karena di hadapan Tuhan, setiap manusia itu sama. Yang
membedakannya adalah soal kepatuhannya terhadap petunjukpetunjuk Tuhan.
Lalu
kenapa harus merasa rendah diri dengan status penggembala. Toh Rosulullah pun semasa remajanya adalah seorang
penggembala ternak yang menggembalakan ternak para penduduk Mekah.
“Aku
jadi ingin tahu siapakah gerangan Si Manusia Koboi yang sudah tiga malam tidak
datang di saat Aku di mushola.” Gumam Rasyid pada suatu ketika.
Terdorong
dari keingintahuannya tersebutlah maka Rasyid menyempatkan diri untuk bermain
ke setiap tempat penggembalaan yang ada di daerah tersebut. Ditelusurinya oleh Rasyid
seluruh tempat penggembalaan yang ada di daerahdaerah terdekat dari kampungnya
tersebut. Hampir di seluruh delapan penjuru angin dia datangi, tetapi hasilnya
nihil.
Selesai
semua tempat penggembalaan terdekat ia datangi maka Rasyid kemudian memperluas
wilayah pencariannya ke daerah tetangga bahkan daerah terjauhpun akhirnya ia
datangi. Namun hasilnya tetap saja sama. Si Manusia Koboi itu tidak pernah ditemukan.
“Hampir
setiap hari Aku mengunjungi seluruh tempat penggembalaan yang ada tetapi Si
Manusia Koboi itu tetap saja tidak ketemu. Apakah dia hanya mengakuaku saja
sebagai seorang penggembala? Tentu saja bagi dia berbohong bukanlah hal yang
sulit karena jangankan berbohong, bahkan Tuhanpun ia perbandingkan dengan
manusia.” Gumam Rasyid dengan wajah yang menandakan sedang berada dalam
kebingungan.
“Syiiid….Rasyiiid….”
Panggil sosok Si Manusia Koboi dari atas batu besar yang berada di antara
pematang sawah.
Sontak
kemudian Rasyid langsung menoleh ke arah suara yang memanggil tersebut.
Terlihat olehnya Si Manusia Koboi yang sedang duduk santai sambil melempar
senyum dingin ke arahnya.
“Jangan
berdiri terus di sana Syid, duduklah di batu yang ada di hadapanku. Kita
nikmati dulu suasana pesawahan yang indah ini.” Ucap Si Manusia Koboi sambil
menunjukkan batu besar yang ada di hadapannya.
Tanpa
bertanya lagi kemudian Rasyid menuruti tawaran Si Manusia Koboi untuk duduk di
atas salah satu batu besar yang tadi ditunjukkan tersebut.
“Bagaimana
kabarmu Syid? Lama kita tidak bertemu.” Ucap Si Manusia Koboi membuka
percakapan seolah teman lama
yang baru berjumpa kembali.
“Seperti
halnya bisa kamu lihat Saudaraku, Aku baikbaik saja.” Jawab Rasyid sambil
mengulurkan tangannya menyambut uluran tangan Si Manusia Koboi yang mengajaknya
berjabat tangan.
“Sedang
apa kamu di sini
Syid?
Aku lihat Kau
menjadi
rajin sekali mengunjungi daerah ini hampir setiap hari. Apakah Kau sekarang
ingin beralih profesi menjadi penggembala?” Ucap Si Manusia Koboi tersenyum
kecil.
“Hanya
kebetulan saja akhirakhir ini Aku sedang senang untuk mentadzaburi alam
Saudara. Apalagi seperti pernah Saudara bilang bahwa antara penggembala dan
pemuka agama sama saja kedudukannya. Ini berarti Saudara mau bilang bahwa
antara sawah dan mesjid pun tidak ada perbedaannya bukan?” Tanya Rasyid seolah
ingin mendalami hati Si Manusia Koboi.
“Heheheee…
Agak lama kita tidak bertemu tapi Kamu tetap saja lucu Syid. Ternyata Kamu juga
sekarang sudah pandai membandingbandingkan sesuatu. Tapi tidak apaapa, justru
itu menandakan bahwa kita semakin cocok untuk menjadi saudara.” Ucap Si Manusia
Koboi seolah ia geli oleh ucapan Rasyid.
“Kamu
betul Syid, sebetulnya antara sawah dan mesjid tidak ada bedanya, keduanya
samasama sebagai bagian dari tempat yang diciptakan Tuhan untuk makhlukNya.
Bahkan Tuhan memperuntukkan dari setiap jengkal bumi ini sebagai mesjid yang
berguna sebagai tempat dalam rangka beribadah kepadaNya.”
“Aku
memang sependapat dengan ucapanmu Saudara. Namun demikian, pemikiran yang
seperti inilah yang kemudian membuat mesjidmesjid yang ada sekarang ini menjadi
kosong dan sedikit penghuninya.”
“Hahahaaa…
Kau ingkar Rasyid, Kau ingkar terhadap perkataan Tuhanmu.” Ucap Si Manusia Koboi
setengah berteriak kegirangan.
“Hei!!!…
Hentikan tertawamu Saudara. Aku sungguh tersinggung oleh celotehanmu itu yang
selalu menyalahkan orang dan menganggap Kamu adalah orang hebat.” Sentak Rasyid
sambil berdiri dan mengarahkan telunjuknya ke arah dada Si Manusia Koboi.
Suasana
kemudian mendadak hening dan tegang. Rasyid terlihat sangat murka melihat Si
Manusia Koboi yang sepertinya mulai
merasa
bersalah.
“Baiklah
Saudara… Maafkan Aku tadi sudah sedikit lepas kontrol. Sekarang lanjutkanlah
perkataannmu. Dari sisi manakah Kau melihat bahwa Aku adalah orang yang ingkar
kepada Tuhanku?” Ucap Rasyid lirih sambil kemudian membenarkan cara duduknya
kembali.
“Baiklah
Syid, Aku juga meminta maaf atas sikapku barusan. Tidak ada sedikit pun
perasaan di dalam diri untuk menghinamu.”
“Begini
Syid, kalau tidak salah dengar, tadi Kamu sepakat bahwa di setiap jengkal bumi
ini bisa digunakan sebagai tempat sembahyang. Ini berarti di setiap jengkal
bumi ini adalah mesjid. Kamu tahukan bahwa hal tersebut sudah diungkapkan oleh
Tuhanmu melalui utusanNya?! Lalu kenapa di akhirakhir perkataannmu Kamu malah
menuduh bahwa perkataan itulah yang justru menjadi penyebab akan kemunduran
mesjidmesjid yang ada sekarang?” Ucap Si Manusia Koboi memperjelas maksudnya.
“Begini
Saudara. Maksudku mengenai pernyataan
itu janganlah dianggap sebagai apa yang tertera. Namun Aku ingin menyampaikan
apa yang tersirat di dalamnya. Kamu tahu Saudara bahwa makna mesjid bisa
dibangun di setiap jengkal wilayah bumi hendaknya bisa diartikan juga sebagai
sebuah sikap para manusia untuk senantiasa melestarikan semangat mesjid dimana pun
mereka berada. Membangun kemegahan mesjid bukan berarti ia membuat mesjid yang
bertaburkan emas dan berlian, namun membangun kemegahan mesjid adalah dengan
cara menerapkan akhlak mesjid pada setiap nurani manusia untuk saling bekerjasama dan saling meringankan beban
satu sama lainnya. Namun demikian, mesjid sebagaimana
bangunan yang biasa dilihat
tetaplah memiliki fungsi yang sangat penting sebagai tempat untuk membangun
atau mentransformasikan nilainilai mesjid kepada setiap manusia. Oleh karena
itulah maka menurutku, makna mesjid itu harus dilihat dari perspektif demikian
sehingga mesjidmesjid tetap ramai dikunjungi oleh orangorang untuk beribadah
dan mencari ilmu.” Jelas Rasyid panjang lebar.
Menyimak penjelasan Rasyid, Si Manusia Koboi
hanya menganggukangguk saja sambil matanya tidak
lepaslepasnya memperhatikan Rasyid yang sedang berbicara.
“Tidak
Aku sangka Syid, sekelas ustadz kampung sepertimu bisa berbicara demikian
dalamnya.” Sahut Si Manusia Koboi menanggapi penjelasan Rasyid sambil tersenyum kecil.
“Baiklah
Syid, hari sudah mulai panas. Aku harus ke tempat lain untuk menunaikan tugas.”
Ucap Si Manusia Koboi pamit.
“Tunggu
dulu Saudara, Aku belum tahu siapakah namamu?” Tanya Rasyid dengan penuh
kepenasaran.
“Panggil
saja Aku Gembalawan Syid. Atau lebih keren lagi kalau kau panggil Aku Si
Koboi.” Jawab Si Manusia Koboi sambil membenarkan letak topi koboinya, tidak
lupa sambil tersenyum dingin ke arah Rasyid.
“Baiklah
kalau begitu Saudara. Tapi manakah gembalaanmu? Sedangkan di daerah sini tidak
terlihat ada hewan gembalaan?” Tanya Rasyid sambil memperhatikan daerah di
sekelilingnya.
“Hahahaaa…
Kau ini kadang terlalu banyak Tanya Syid. Penggembala dan gembalaannya adalah
dua mata koin yang tidak bisa dipisahnkan. Di mana ada penggembala, di situlah
ada gembalaannya. Suatu hari Aku pasti membawamu ke tempat Aku biasa
menggembala gembalaanku.” Jawab Si Manusia Koboi sambil berdiri dan kemudian
meninggal
kan Rasyid yang masih
duduk di atas batu.
Rasyid
mengiringi kepergian Si Manusia Koboi tersebut melalui pandangannya. Puaslah ia
sekarang karena telah bertemu dengan Si Manusia Koboi yang selama ini sangat
misterius. Sosok yang selama ini Rasyid anggap sebagai malaikat atau iblis itu
ternyata adalah manusia biasa. Di dalam hati kecil Rasyid ada sebuah kerinduan
untuk bertukar pikiran dengan Si Manusia Koboi yang sekarang ia anggap sebagai
manusia yang memiliki pemahaman mendalam mengenai agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar