Jumat, 10 Juli 2020

MANUSIA PENGGEMBALA - PENGGEMBALA MANUSIA (Bagian 1)


Sejak pertemuannya dengan Si Manusia Koboi, Rasyid terus memikirkan mengenai sebuah jawaban mengenai persamaan antara pemuka agama seperti dirinya dengan penggembala seperti Si Manusia Koboi tersebut. Dalam pikir Rasyid, bahwa tidak mungkin adanya antara seorang pemuka agama disamakan dengan seorang penggembala. Hal ini mengingat objek yang dihadapi oleh keduanya sangat berbeda. Yaitu hewan untuk penggembala dan manusia untuk pemuka agama. Dari hal tersebut saja menurut Rasyid sudah tidak pada tempatnya lagi untuk terus dipaksa dicarikan persamaannya. Apalagi dilihat dari tujuannya. Jika pemuka agama tentu saja tujuannya untuk supaya para ummatnya lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, sedangkan hewan tujuannya hanya untuk menggemukkan badannya yang selanjutnya untuk disembelih sebagai makanan manusia.
Namun tentu saja mungkin bila dilihat secara mendalam pasti ada sebuah persamaan di antara keduanya. Persamaan itu adalah bahwa seorang penggembala dan pemuka agama samasama sebagai petunjuk jalan bagi yang digembalakannya. Tentu saja sebagai petunjuk jalan, keduanya tidak akan mau yang digembalakannya mendapat kecelakaan. Si Penggembala dan Si Pemuka Agama tentulah ingin yang digembalakannya itu mendapatkan keselamatan. Sebab keselamatan itu yang menjadi dasar tujuan dan motivasi mengapa Si Penggembala dan Si Pemuka Agama ada.
Rasyid kemudian tersenyum kecil setelah mendapatkan jawaban tersebut. Dia baru mengerti akan alasan Si Manusia Koboi untuk menyuruhnya mencari jawaban dari persamaan antara Penggembala dan Pemuka Agama. Tentu saja bahwa Si Manusia Koboi itu ingin mendapat sebuah pengakuan dari Rasyid sehingga dia tidak merasa rendah diri sebagai seorang penggembala ketika ia nanti bersahabat dengan Rasyid yang merupakan seorang pemuka agama.
Tentu saja hal ini sangat menggelikan bagi Rasyid karena baginya, Si Manusia Koboi ini terlalu berbelitbelit hanya untuk bersahabat dengannya. Rasyid merasa bahwa semua manusia itu sama saja, ketika mau bersahabat ya bersahabat saja tanpa harus merasa rendah diri akan status yang disandangnya. Karena di hadapan Tuhan, setiap manusia itu sama. Yang membedakannya adalah soal kepatuhannya terhadap petunjukpetunjuk Tuhan.
Lalu kenapa harus merasa rendah diri dengan status penggembala. Toh Rosulullah pun semasa remajanya adalah seorang penggembala ternak yang menggembalakan ternak para penduduk Mekah.
“Aku jadi ingin tahu siapakah gerangan Si Manusia Koboi yang sudah tiga malam tidak datang di saat Aku di mushola.” Gumam Rasyid pada suatu ketika.
Terdorong dari keingintahuannya tersebutlah maka Rasyid menyempatkan diri untuk bermain ke setiap tempat penggembalaan yang ada di daerah tersebut. Ditelusurinya oleh Rasyid seluruh tempat penggembalaan yang ada di daerahdaerah terdekat dari kampungnya tersebut. Hampir di seluruh delapan penjuru angin dia datangi, tetapi hasilnya nihil.
Selesai semua tempat penggembalaan terdekat ia datangi maka Rasyid kemudian memperluas wilayah pencariannya ke daerah tetangga bahkan daerah terjauhpun akhirnya ia datangi. Namun hasilnya tetap saja sama. Si Manusia Koboi itu tidak pernah ditemukan.
“Hampir setiap hari Aku mengunjungi seluruh tempat penggembalaan yang ada tetapi Si Manusia Koboi itu tetap saja tidak ketemu. Apakah dia hanya mengakuaku saja sebagai seorang penggembala? Tentu saja bagi dia berbohong bukanlah hal yang sulit karena jangankan berbohong, bahkan Tuhanpun ia perbandingkan dengan manusia.” Gumam Rasyid dengan wajah yang menandakan sedang berada dalam kebingungan.
“Syiiid….Rasyiiid….” Panggil sosok Si Manusia Koboi dari atas batu besar yang berada di antara pematang sawah.
Sontak kemudian Rasyid langsung menoleh ke arah suara yang memanggil tersebut. Terlihat olehnya Si Manusia Koboi yang sedang duduk santai sambil melempar senyum dingin ke arahnya.
“Jangan berdiri terus di sana Syid, duduklah di batu yang ada di hadapanku. Kita nikmati dulu suasana pesawahan yang indah ini.” Ucap Si Manusia Koboi sambil menunjukkan batu besar yang ada di hadapannya.
Tanpa bertanya lagi kemudian Rasyid menuruti tawaran Si Manusia Koboi untuk duduk di atas salah satu batu besar yang tadi ditunjukkan tersebut.
“Bagaimana kabarmu Syid? Lama kita tidak bertemu.” Ucap Si Manusia Koboi membuka percakapan seolah teman lama yang baru berjumpa kembali.
“Seperti halnya bisa kamu lihat Saudaraku, Aku baikbaik saja.” Jawab Rasyid sambil mengulurkan tangannya menyambut uluran tangan Si Manusia Koboi yang mengajaknya berjabat tangan.
“Sedang  apa  kamu  di  sini  Syid? Aku lihat Kau
menjadi rajin sekali mengunjungi daerah ini hampir setiap hari. Apakah Kau sekarang ingin beralih profesi menjadi penggembala?” Ucap Si Manusia Koboi tersenyum kecil.
“Hanya kebetulan saja akhirakhir ini Aku sedang senang untuk mentadzaburi alam Saudara. Apalagi seperti pernah Saudara bilang bahwa antara penggembala dan pemuka agama sama saja kedudukannya. Ini berarti Saudara mau bilang bahwa antara sawah dan mesjid pun tidak ada perbedaannya bukan?” Tanya Rasyid seolah ingin mendalami hati Si Manusia Koboi.
“Heheheee… Agak lama kita tidak bertemu tapi Kamu tetap saja lucu Syid. Ternyata Kamu juga sekarang sudah pandai membandingbandingkan sesuatu. Tapi tidak apaapa, justru itu menandakan bahwa kita semakin cocok untuk menjadi saudara.” Ucap Si Manusia Koboi seolah ia geli oleh ucapan Rasyid.
“Kamu betul Syid, sebetulnya antara sawah dan mesjid tidak ada bedanya, keduanya samasama sebagai bagian dari tempat yang diciptakan Tuhan untuk makhlukNya. Bahkan Tuhan memperuntukkan dari setiap jengkal bumi ini sebagai mesjid yang berguna sebagai tempat dalam rangka beribadah kepadaNya.”
“Aku memang sependapat dengan ucapanmu Saudara. Namun demikian, pemikiran yang seperti inilah yang kemudian membuat mesjidmesjid yang ada sekarang ini menjadi kosong dan sedikit penghuninya.”
“Hahahaaa… Kau ingkar Rasyid, Kau ingkar terhadap perkataan Tuhanmu.” Ucap Si Manusia Koboi setengah berteriak kegirangan.
“Hei!!!… Hentikan tertawamu Saudara. Aku sungguh tersinggung oleh celotehanmu itu yang selalu menyalahkan orang dan menganggap Kamu adalah orang hebat.” Sentak Rasyid sambil berdiri dan mengarahkan telunjuknya ke arah dada Si Manusia Koboi.
Suasana kemudian mendadak hening dan tegang. Rasyid terlihat sangat murka melihat Si Manusia Koboi yang sepertinya mulai merasa bersalah.
“Baiklah Saudara… Maafkan Aku tadi sudah sedikit lepas kontrol. Sekarang lanjutkanlah perkataannmu. Dari sisi manakah Kau melihat bahwa Aku adalah orang yang ingkar kepada Tuhanku?” Ucap Rasyid lirih sambil kemudian membenarkan cara duduknya kembali.
“Baiklah Syid, Aku juga meminta maaf atas sikapku barusan. Tidak ada sedikit pun perasaan di dalam diri untuk menghinamu.”
“Begini Syid, kalau tidak salah dengar, tadi Kamu sepakat bahwa di setiap jengkal bumi ini bisa digunakan sebagai tempat sembahyang. Ini berarti di setiap jengkal bumi ini adalah mesjid. Kamu tahukan bahwa hal tersebut sudah diungkapkan oleh Tuhanmu melalui utusanNya?! Lalu kenapa di akhirakhir perkataannmu Kamu malah menuduh bahwa perkataan itulah yang justru menjadi penyebab akan kemunduran mesjidmesjid yang ada sekarang?” Ucap Si Manusia Koboi memperjelas maksudnya.
“Begini Saudara.  Maksudku mengenai pernyataan itu janganlah dianggap sebagai apa yang tertera. Namun Aku ingin menyampaikan apa yang tersirat di dalamnya. Kamu tahu Saudara bahwa makna mesjid bisa dibangun di setiap jengkal wilayah bumi hendaknya bisa diartikan juga sebagai sebuah sikap para manusia untuk senantiasa melestarikan semangat mesjid dimana pun mereka berada. Membangun kemegahan mesjid bukan berarti ia membuat mesjid yang bertaburkan emas dan berlian, namun membangun kemegahan mesjid adalah dengan cara menerapkan akhlak mesjid pada setiap nurani manusia untuk saling bekerjasama dan saling meringankan beban satu sama lainnya. Namun demikian, mesjid sebagaimana bangunan yang biasa dilihat tetaplah memiliki fungsi yang sangat penting sebagai tempat untuk membangun atau mentransformasikan nilainilai mesjid kepada setiap manusia. Oleh karena itulah maka menurutku, makna mesjid itu harus dilihat dari perspektif demikian sehingga mesjidmesjid tetap ramai dikunjungi oleh orangorang untuk beribadah dan mencari ilmu.” Jelas Rasyid panjang lebar.
Menyimak penjelasan Rasyid, Si Manusia Koboi
hanya menganggukangguk saja sambil matanya tidak lepaslepasnya memperhatikan Rasyid yang sedang berbicara.
“Tidak Aku sangka Syid, sekelas ustadz kampung sepertimu bisa berbicara demikian dalamnya.” Sahut Si Manusia Koboi menanggapi penjelasan Rasyid sambil tersenyum kecil.
“Baiklah Syid, hari sudah mulai panas. Aku harus ke tempat lain untuk menunaikan tugas.” Ucap Si Manusia Koboi pamit.
“Tunggu dulu Saudara, Aku belum tahu siapakah namamu?” Tanya Rasyid dengan penuh kepenasaran.
“Panggil saja Aku Gembalawan Syid. Atau lebih keren lagi kalau kau panggil Aku Si Koboi.” Jawab Si Manusia Koboi sambil membenarkan letak topi koboinya, tidak lupa sambil tersenyum dingin ke arah Rasyid.
“Baiklah kalau begitu Saudara. Tapi manakah gembalaanmu? Sedangkan di daerah sini tidak terlihat ada hewan gembalaan?” Tanya Rasyid sambil memperhatikan daerah di sekelilingnya.
“Hahahaaa… Kau ini kadang terlalu banyak Tanya Syid. Penggembala dan gembalaannya adalah dua mata koin yang tidak bisa dipisahnkan. Di mana ada penggembala, di situlah ada gembalaannya. Suatu hari Aku pasti membawamu ke tempat Aku biasa menggembala gembalaanku.” Jawab Si Manusia  Koboi  sambil  berdiri dan kemudian meninggal
kan Rasyid yang masih duduk di atas batu.
Rasyid mengiringi kepergian Si Manusia Koboi tersebut melalui pandangannya. Puaslah ia sekarang karena telah bertemu dengan Si Manusia Koboi yang selama ini sangat misterius. Sosok yang selama ini Rasyid anggap sebagai malaikat atau iblis itu ternyata adalah manusia biasa. Di dalam hati kecil Rasyid ada sebuah kerinduan untuk bertukar pikiran dengan Si Manusia Koboi yang sekarang ia anggap sebagai manusia yang memiliki pemahaman mendalam mengenai agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar