Senin, 06 Juli 2020

Pemikiran Bung Karno: Persatuan dan Kapitalisme


(Memaknai Persatuan Bangsa dan Imperialisme pada Zaman Reformasi)

Oleh: Qiki Qilang Syachbudy 

Melalui tulisannya yang berjudul Islamisme, Nasionalisme, dan Marxisme terlihatlah kepiawaian Bung Karno dan kebesaran hatinya untuk menerima semua macam pendapat dan pemikiran yang berkembang pada saat itu sebagai bagian dari dialog untuk melawan kapitalisme. Kecerdikan Bung Karno ini terletak pada kepiawaiannya untuk merubah empat kubu besar yaitu Islamisme, Nasionalisme, Marxisme, dan Kapitalisme menjadi dua kubu besar yaitu persatuan rakyat Indonesia melawan kapitalisme.
Pada cerita selanjutnya dalam strategi bung Karno adalah menjadikan persatuan ini sebagai pondasi dalam rangka membangun kesadaran rakyat yang kemudian pada akhirnya akan menghasilkan gerakan rakyat bersama dalam melawan imperialisme kaum penjajah.
Bersatunya bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke pada zaman dahulu merupakan suatu kemustahilan, mengingat struktur masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam dalam hal ras, golongan, suku, bahasa, agama, dll. Sangat mudah jika kemudian bangsa Indonesia bercerai berai. Sekali lagi merupakan kekuatan insting Bung Karno untuk melihat ketiga ideologi ini sebagai perantara untuk menyatukan rakyat. Lalu pertanyaannya kenapa pada waktu itu Bung Karno tidak memakai perantara bersatunya rakyat antar pulau atau bersatunya rakyat antar pulau atau bersatunya rakyat antar suku? Jawaban yang dianggap logis untuk menjawab pertanyaan ini adalah bahwa Bung Karno menginginkan sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Dengan artian bahwa dengan memakai slogan bersatunya Islamisme, Nasionalisme, dan Marxisme maka bangsa Indonesia minimal akan mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah mudahnya penyebutan antar golongan, perbedaan yang beratus-ratus itu jumlahnya menjadi hanya terwakili oleh tiga kubu tanpa menghilangkan satu unsurpun dalam unsur rakyat Indonesia. Selain memudahkan persatuan maka keuntungan yang lain adalah dengan adanya musuh bersama yang akan dihadapi, yaitu kapitalisme. Kapitalisme inilah yang menyebabkan selalu berkobarnya rakyat Indonesia yang di dalam hatinya selalu memimpikan kemerdekaan dan kemakmuran.
Khususnya dalam pembahasan tentang kapitalisme Bung Karno sangat jelas membenci dan mengutuk kapitalisme. Sehingga ia perneh menyebutkan dalam pidatonya dengan slogan go to hell kepada Amerika Serikat yang dianggapnya sebagai pusat kapitalisme.
Adapun orang yang masih mempertanyakan tentang sikap Bung Karno yang gemar memakai baju Arrow itu maka menurut beberapa pembelaan yang ada menyebutkan bahwa simbol atau makna yang ingin ditunjukkan Bung Karno dengan memakai baju Arrow tersebut adalah makna kesetaraan antara kaum pribumi dengan kaum penjajah. Bung karno ingin menyampaikan pesan bahwa harkat, martabat, dan kedudukan kita sebagai bangsa Indonesia sama dengan harkat, martabat, dan kedudukan bangsa penjajah di Indonesia.
Meskipun pemikiran Bung Karno itu sudah dikeluarkan pada tahun 1926, jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka. Tetapi rasanya pemikiran tersebut masih sangat mengena jika kita kaitkan dengan masa sekarang ini. Yaitu masa reformasi.
Masalah persatuan dan kapitalisme ini sangatlah menarik jika kita kaji dengan permasalahan bangsa yang kita hadapi pada saat ini. Maju mundurnya kondisi negara sangat dipengaruhi oleh karena:
1.    Tidak adanya rasa persatuan diantara para penentu kebijakan untuk benar-benar bertekad untuk memajukan kehidupan bangsa.
2.   Kondisi perekonomian bangsa yang sebagian besar masih dipengaruhi oleh modalasing yang membuat negara kita kurang berdaya dalam menjalankan kebijakan-kebijakan ekonomi yang pro terhadap rakyat.

Sebetulnya kondisi struktur masyarakat sekarang tidaklah jauh berbeda dengan keadaan struktur yang dahulu. Permasalahannyapun tidak jauh berbeda dengan permasalahan pada zaman dahulu. Hanya saja sekarang sistem kita sudah kita yang mengemudikan,sedangkan dahulu sistem penjajahlah yang mengemudikan. Sehingga berangkat dari pemikiran itulah maka dirasakan perlunya kembali semangat persatuan ini di kalangan rakyat Indonesia untuk melawan kapitalisme yang kian menjamur adanya. Lalu kemudian dengan semangat persatuan itu akan mendudukkan pancasila ke tempat yang seharunya. Sistem yang lebih pro terhadap rakyat kecil yang Bung Karno sebut sebagai kaum Marhaen yang merupakan objek tujuan dibangunnya negara ini. 
Untuk meneriakkan tentang persatuan dan melawan kapitalisme sebetulnya kita tidak perlu mengharapkan Bung Karno untuk bangkit kembali dari kuburnya. Tetapi yang kita perlukan sekarang hanyalah orang-orang yang setia kepada semangat pancasila dan UUD’45 secara konsekwen dan penuh rasa tanggung jawab kepada rakyat pada umumnya dan kepada Tuhan Yang Maha Melihat pada khususnya.             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar