(Memaknai Persatuan Bangsa dan
Imperialisme pada Zaman Reformasi)
Oleh: Qiki Qilang Syachbudy
Melalui tulisannya yang berjudul
Islamisme, Nasionalisme, dan Marxisme terlihatlah kepiawaian Bung Karno dan kebesaran
hatinya untuk menerima semua macam pendapat dan pemikiran yang berkembang pada
saat itu sebagai bagian dari dialog untuk melawan kapitalisme. Kecerdikan Bung
Karno ini terletak pada kepiawaiannya untuk merubah empat kubu besar yaitu
Islamisme, Nasionalisme, Marxisme, dan Kapitalisme menjadi dua kubu besar yaitu
persatuan rakyat Indonesia melawan kapitalisme.
Pada cerita selanjutnya dalam
strategi bung Karno adalah menjadikan persatuan ini sebagai pondasi dalam
rangka membangun kesadaran rakyat yang kemudian pada akhirnya akan menghasilkan
gerakan rakyat bersama dalam melawan imperialisme kaum penjajah.
Bersatunya bangsa Indonesia dari
Sabang sampai Merauke pada zaman dahulu merupakan suatu kemustahilan, mengingat
struktur masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam dalam hal ras,
golongan, suku, bahasa, agama, dll. Sangat mudah jika kemudian bangsa Indonesia
bercerai berai. Sekali lagi merupakan kekuatan insting Bung Karno untuk melihat
ketiga ideologi ini sebagai perantara untuk menyatukan rakyat. Lalu
pertanyaannya kenapa pada waktu itu Bung Karno tidak memakai perantara
bersatunya rakyat antar pulau atau bersatunya rakyat antar pulau atau
bersatunya rakyat antar suku? Jawaban yang dianggap logis untuk menjawab
pertanyaan ini adalah bahwa Bung Karno menginginkan sekali merengkuh dayung,
dua tiga pulau terlampaui. Dengan artian bahwa dengan memakai slogan bersatunya
Islamisme, Nasionalisme, dan Marxisme maka bangsa Indonesia minimal akan
mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah mudahnya penyebutan
antar golongan, perbedaan yang beratus-ratus itu jumlahnya menjadi hanya
terwakili oleh tiga kubu tanpa menghilangkan satu unsurpun dalam unsur rakyat
Indonesia. Selain memudahkan persatuan maka keuntungan yang lain adalah dengan
adanya musuh bersama yang akan dihadapi, yaitu kapitalisme. Kapitalisme inilah
yang menyebabkan selalu berkobarnya rakyat Indonesia yang di dalam hatinya
selalu memimpikan kemerdekaan dan kemakmuran.
Khususnya dalam pembahasan tentang
kapitalisme Bung Karno sangat jelas membenci dan mengutuk kapitalisme. Sehingga
ia perneh menyebutkan dalam pidatonya dengan slogan go to hell kepada Amerika Serikat yang dianggapnya sebagai pusat
kapitalisme.
Adapun orang yang masih
mempertanyakan tentang sikap Bung Karno yang gemar memakai baju Arrow itu maka menurut beberapa
pembelaan yang ada menyebutkan bahwa simbol atau makna yang ingin ditunjukkan
Bung Karno dengan memakai baju Arrow tersebut
adalah makna kesetaraan antara kaum pribumi dengan kaum penjajah. Bung karno
ingin menyampaikan pesan bahwa harkat, martabat, dan kedudukan kita sebagai
bangsa Indonesia sama dengan harkat, martabat, dan kedudukan bangsa penjajah di
Indonesia.
Meskipun pemikiran Bung Karno itu
sudah dikeluarkan pada tahun 1926, jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka. Tetapi
rasanya pemikiran tersebut masih sangat mengena jika kita kaitkan dengan masa
sekarang ini. Yaitu masa reformasi.
Masalah persatuan dan kapitalisme
ini sangatlah menarik jika kita kaji dengan permasalahan bangsa yang kita
hadapi pada saat ini. Maju mundurnya kondisi negara sangat dipengaruhi oleh
karena:
1.
Tidak
adanya rasa persatuan diantara para penentu kebijakan untuk benar-benar
bertekad untuk memajukan kehidupan bangsa.
2. Kondisi
perekonomian bangsa yang sebagian besar masih dipengaruhi oleh modalasing yang
membuat negara kita kurang berdaya dalam menjalankan kebijakan-kebijakan
ekonomi yang pro terhadap rakyat.
Sebetulnya kondisi struktur
masyarakat sekarang tidaklah jauh berbeda dengan keadaan struktur yang dahulu.
Permasalahannyapun tidak jauh berbeda dengan permasalahan pada zaman dahulu.
Hanya saja sekarang sistem kita sudah kita yang mengemudikan,sedangkan dahulu
sistem penjajahlah yang mengemudikan. Sehingga berangkat dari pemikiran itulah
maka dirasakan perlunya kembali semangat persatuan ini di kalangan rakyat
Indonesia untuk melawan kapitalisme yang kian menjamur adanya. Lalu kemudian
dengan semangat persatuan itu akan mendudukkan pancasila ke tempat yang
seharunya. Sistem yang lebih pro terhadap rakyat kecil yang Bung Karno sebut
sebagai kaum Marhaen yang merupakan objek tujuan dibangunnya negara ini.
Untuk meneriakkan tentang persatuan dan melawan
kapitalisme sebetulnya kita tidak perlu mengharapkan Bung Karno untuk bangkit
kembali dari kuburnya. Tetapi yang kita perlukan sekarang hanyalah orang-orang
yang setia kepada semangat pancasila dan UUD’45 secara konsekwen dan penuh rasa
tanggung jawab kepada rakyat pada umumnya dan kepada Tuhan Yang Maha Melihat
pada khususnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar