Oleh: Qiki Qilang Syachbudy
Ketum HMI Cabang Bogor 2013-2014
Istilah
demokrasi ekonomi erat sekali kaitannya dengan suatu proses pemenuhan kebutuhan
ekonomi dengan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Menyitir
pendapat Sukarno bahwa demi terciptanya kesejahteraan rakyat, maka tidaklah
cukup hanya demokrasi secara politik saja melainkan harus ada pula demokrasi
ekonomi.
Pentingnya
masalah demokrasi ekonomi ini telah mengilhami para pendiri bangsa dalam
membuat rumusan sila kelima Pancasila yang berbunyi keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Butir Pancasila inilah yang merupakan sintesis dari
suasana ketidakadilan di zaman kolonial, dimana rakyat secara struktural
dimiskinkan oleh kaum kolonial yang memiliki kepentingan untuk mengumpulkan
kapital. Pada konteks kekinian, butir pada sila kelima di atas menjadi sebuah
pandangan bersama rakyat Indonesia dalam menciptakan suatu bangsa yang
berkeadilan. Dengan adanya cita-cita tersebut diharapkan agar terjadi sebuah
perubahan gerak maju secara kontinu mendekati suatu keadaan yang ideal.
Khususnya dalam keadilan ekonomi atau demokrasi ekonomi inilah maka sangat
diperlukan sebuah gerak dari seluruh komponen bangsa dalam fungsi dan
kapasitasnya masing-masing.
Mahasiswa
sebagai bagian dari elemen masyarakat yang dipandang memiliki kemampuan
intelektual dan fisik mumpuni diharapkan bisa menjadi sebuah solusi dalam
mempercepat tercapainya demokrasi ekonomi. Potensi dan fungsi mahasiswa ini
hendaknya dipahami oleh seluruh mahasiswa sehingga kemudian akan mengilhami
arah gerak mahasiswa ke depan dan memperkaya diskursus yang ada selama ini.
Kesibukan dalam
hal akademis merupakan sebuah penghambat yang sangat besar untuk mahasiswa bisa
turun langsung secara total ke lapangan demi mempraktikkan ilmunya di
tengah-tengah masyarakat. Padahal secara kemampuan dan secara historis,
mahasiswa memiliki nilai psikologis yang kuat dalam pandangan masyarakat
sebagai agen perubahan yang bersih dari berbagai muatan kepentingan. Oleh
karena itulah diperlukan suatu usaha menata ulang pererakan mahasiswa kembali
dalam menjawab kondisi kekinian. Sehingga kemudian terjadi penyegaran di dalam
sejarah pergerakan mahasiswa yang semakin efisien terhadap tujuan yang ingin
dicapai.
Di era semakin
majunya sistem demokrasi di Indonesia, dimana akses informasi dan media sudah
sangat mudah didapat, seharusnya menjadikan sebuah peluang besar bagi
pergerakan mahasiswa yang lebih mengedepankan variasi pergerakan yang “cantik”.
Membuat diskursus sehingga menjadi wacana publik merupakan salah satu cara yang
efektif dalam memanfaatkan kondisi seperti ini. Pergerakan seperti itulah yang
sebenarnya dilakukan oleh para pendiri bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Yaitu melalui penyadaran kepada masyarakat akan cita-cita
kemerdekaan sebagai sebuah jembatan emas dalam menuju kesejahteraan dan
keadilan bangsa.
Dalam konteks
kekinian, upaya merebut wacana publik seharusnya menjadi suatu agenda yang
sangat penting. Salah satu upaya merebut wacana publik tersebut bisa dilakukan
dengan suatu gerakan moral dalam bentuk ajakan kepada masyarakat. Khususnya
dalam upaya ikut serta dalam menciptakan demokrasi ekonomi, maka mahasiswa
membentuk semisal gerakan cinta produk dalam negeri dan gerakan selalu
menggunakan produk bermerek dalam negeri, sehingga kemudian gerakan moral itu
bisa berefek bola salju dan menular ke seluruh rakyat Indonesia menjadi sebuah
gerakan nasional.
Namun
demikian, gerakan mahasiswa ini juga harus mendapat dukungan dari pihak
pemerintah dan media sepenuhnya. Kedua pihak tersebut harus bersifat kooperatif
dan menjadi “bensin” dalam memanfaatkan momentum percikan api semangat yang
keluar dari gerakan mahasiswa tersebut sehingga semangatnya bisa membawa
keberkahan bagi seluruh rakyat Indonesia. (22 Mei 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar