Jumat, 10 Juli 2020

Pernikahan Siti


Tidak beberapa lama setelah habibah berbisik kepada Siti bahwa ia telah menemukan sang pujaan hati. Maka Siti seolah diingatkan bahwa hubungannya dengan Idrus harus segera diresmikan, harus segera melangkah ke jenjang pernikahan, atau nanti akan didahului oleh Habibah, yang ini berarti menambah lagi penderitaan kepada dirinya, karena akan lebih banyak dan lebih lantang lagi orangorang desa yang menghinanya sebagai perawan tua.
Siapa mau dibilang tua, apalagi seorang perawan. Meski seorang neneknenekpun yang kulitnya sudah keriput, kadang ada yang tidak rela disebut sebagai orang tua. Jika pun ada yang menyebut tua, mereka segera menjawab bahwa “Tua soteh badannya, tetapi hatinyamah masih anak umur 17 tahun. Sweet seventeen.”
Kadang memang terasa keterlaluan cara berfikir orangorang desa ini, benarbenar tidak ada rasa perikemanusiaan. Atau mungkin karena mereka tidak ada bahan lain untuk berdialog, jadinya mereka ngomongin orang satu persatu di desanya. Ya begitulah, kalau orang pada umumnya sedang membicarakan orang lain, kadang-kadang yang 1 cm jadi 100 cm. terlalu banyak bumbu. Atau bahkan yang tadinya 100 cm menjadi 1cm.
Keinginannya untuk segera menikah, segera disampaikan Siti kepada Idrus. Dan tidak beberapa lama Idrus menyanggupi keinginan Siti untuk segera menikahinya. Seminggu kemudian penikahan itupun segera berlangsung. Pernikahan yang bagi orang kampung sudah termasuk mewah. Maklum Idrus dan Siti adalah anak bungsu, dan ini sudah menjadi kebiasaan bahwa acara pernikahan anak bungsu itu selalu dibuat semeriah mungkin, karena ini adalah terakhir kalinya hajatan bagi para orang tua mereka.
Rumah Siti yang berada di samping jalan, kini mulai terlihat ramai, janur kuning berbentuk lampion sudah terpasang dengan tenang dan tegas bahwa sebentar lagi pesta pernyataan anak manusia segera dimulai. Tenda berwarna biru yang besar sudah terpasang di jalan depan rumahnya. Memang besar, karena pada saatnya nanti pada hari Hnya, Siti berencana akan mengundang sebuah grup musik dangdut dari kota untuk menghibur para warga Desa Kelaban selama satu hari satu malam.
Satu minggu sebelum hari H, semuanya sudah siap, bahkan makananpun hampir sudah selesai dimasak semuanya oleh ibuibu warga desa yang dipimpin oleh Ibu Lurah. Setiap malam menjadi ramai karena banyak para bapakbapak dan anak pemuda yang main kartu gapleh atau remi Sambil ngopi dan makanmakan kecil.
Ramai sekali, seolah semuanya ikut larut dalam kebahagiaan itu.
Penuh kenangan memang. Suasana seperti ini hanya ada di kampungkampung atau di desadesa. Suasana yang begitu akrab dan bersahaja, jauh dari rasa angkuh dan sombong. Saling egois satu sama lain.
Hanya di desalah orang akan menemukan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan yang sangat kental dan loyalitas yang tinggi, dimana orang sangat perhatian terhadap saudaranya yang belum makan dan mempunyai kepedulian untuk membangunkan rumah bagi saudaranya yang tidak mampu.
***
Hari demi haripun begitu cepat silih berganti. Dan sekarang sudah sampai pada hari dimana Siti dan Idrus akan saling mengikat janji sehidup semati.
Hari ini Siti sengaja mengundang Abi melalui Habibah. Karena sekarang sudah tidak menjadi rahasia umum lagi bahwa Habibah sudah “jadian” dengan Abi.
“Abi mau datang tidak?” Tanya Siti kepada Habibah ketika sedang berada di kamar rias pengantin.
“Pasti dong, kamu kan tahu dia itu orang yang selalu menepati janjinya.” Jawab Habibah tersenyum.
“Habibah, aku rasa ini adalah saat yang tepat bagimu untuk memberitahukan kepada orang tuamu tentang hubunganmu ini dengan Abi.”
“Terima kasih Ti, aku pikir ini adalah waktu yang baik untuk aku menceritakan hal ini kepada bapak dan ibu yang selama ini menganggap bahwa hubunganku hanya sebatas hubungan kerja.”
“Pertanyaan terakhir, kapan kau akan menikah?” Tanya Siti yang tidah sempat dijawab oleh Habibah, karena sang juru rias memanggil Habibah untuk kemudian dirias, karena Habibah mempunyai tugas untuk mendampingi pengantin perempuan selama upacara pernikahan. Acara pernikahanpun segera dimulai dengan adat Sunda. Setelah sang pengantin pria datang. Dimulai oleh upacara penyambutan pengantin pria, diteruskan oleh acara seserahan, yang berisi sambutan dari atas nama pengantin pria yang pada intinya menyerahkan pengantin pria untuk dinikahkan dengan sang pengantin wanita. Dan setelah itu dilanjutkan dengan sambutan dari atas nama keluarga pengantin wanita sebagai pendamping sang pengantin wanita.
Suasana pun menjadi khidmat ketika acara pernikahan itu sendiri dimulai. Dimulai dari sang naib mengecek keberadaan wali dan saksi, diteruskan kepada khotbah nikah dan dilanjutkan dengan Ijab Kabul yang dilakukan oleh pengantin. Setelah acara ini selesai, semuanya mengucap syukur kepada Sang Illahi Robbi atas kenikmatannya telah melancarkan acara pada pagi ini.
Setelah itu acara mulai hening dan penuh dengan keharuan, yaitu acara sungkeman. Suara kawih Sunda sang juru kawih melaunglaung melagukan pupuh yang diiringi oleh denting suara kecapi dan alunan suara seruling. Menjadikan suasana begitu hening, larut kepada kesedihan bersama isak tangisnya sang pengantin dan keluarga. Semuanya terharu dan sesekali harus menatap ke atas supaya air mata tidak ikut keluar bersama kesyahduan suasana ini.
Acara sungkeman sudah selesai, sekarang dilanjutkan kepada acara selanjutnya, yaitu acara menginjak telur. Tetapi sebetulnya acaranya bukan hanya menginjak telur, tetapi acara menginjak telur itu terdiri dari tiga rangkaian acara. Pertama sang pengantin pria menginjak telur, terus dilanjutkan dengan tugas pengantin perempuan yang membasuh kaki sang pengantin pria, dan seterusnya dilanjutkan dengan acara saweran, yaitu menyawer sang pengantin pria dan wanita.
Semua acara itu mengandung philosofi yang sangat dalam, philosofi itu diceritakan secara lengkap oleh sang juru kawih ketika sang pengantin melakukan kegiatan itu. Tetapi seorangpun tidak ada yang memperhatikan, seolah penerangan itu lewat begitu saja sebagai angin lalu. Semuanya hanya terpaku kepada apa yang sedang dilakukakan oleh sang pengantin.
Setelah semua acara selesai dilaksanakan, semuanya menjadi sangat bahagia karena hidangan sudah menunggu, hidangan yang enakenak, dan menjadi seolah hidangan khas orang yang hajatan. Seperti mie bihun, mie kuning, sambal goreng kentang, sayur sop, telur, daging ayam, kerupuk udang. Dan sebagai makanan pencuci mulutnya tersedia pisang susu, atau jeruk yang kecilkecil dan hijau.
Makanmakan menjadi sangat mantap ketika diiringi oleh nyanyian sang biduanbiduan cantik dari grup orkes melayu yang sengaja didatangkan dari kota.
Anakanak muda mudi saling berlomba menawar lagu dengan mengirimkan amplop yang berisi lagu yang dipesan, salamsalam, dan yang pastinya uang. Dan bagi yang lagunya terpilih, maka ia diwajibkan untuk joget di atas panggung bersama biduanbiduan yang amboi itu, sambil jangan lupa biduanbiduannya disawer oleh uang agar mereka tetap semangat melayani anda.
Momen seperti ini menjadi sangat penting bagi Habibah, karena inilah saatnya ia harus berterus terang kepada bapak dan ibunya akan maksud Abi untuk melamarnya.
Selama ini kedua orang tua Habibah belum pernah ngobrol dengan Abi. Ketemu pun hanya dari kejauhan, disaat bapak Habibah membantu dalam bergotong royong dalam pembuatan irigasi dan jalan. Adapun Abi agak sering mengantar Habibah pulang, tapi ia belum pernah sampai bertemu dengan kedua orang tuanya Habibah, karena terdorong rasa tidak enak jika bertemu malammalam. Apalagi hal itu dilakukannya karena memang jalan itu adalah salah satu jalan menuju tempat tinggal sementaranya Abi, yang meskipun lebih jauh, tapi sekalian mengantar Habibah.
“Kang, Aku akan kenalkan Akang kepada ibu dan bapakku.” Ucap Habibah kepada Abi.
"Boleh, Akang senang sekali kalau begitu. Emang itu adalah niat Akang yang sudah direncanakan, insyaAllah tadinya dalam mingguminggu ini.”
“Sekalian juga menjelaskan akan hubungan kita.” Ucap Habibah sedikit meminta.
“Nanti dulu Neng, kalau untuk sekedar perkenalanmah akang setuju saja, tapi kalau untuk menjelaskan hal itu, akang rasa ini bukan waktu yang tepat. Lebih baik sekarang neng kenalkan dulu saja akang kepada ibu dan bapak Neng, bilang saja Akang temannya Neng. Nanti kalau tidak ada halangan, lusa Akang akan ke rumah Neng, untuk nanyaan (menanyakan kesediaan) kepada bapak dan ibu Neng. Bagaimana, setuju tidak?”
“Ya atuh, Neng setuju saja kepada Akang. Hayu atuh Kang temuin bapak dan ibu sekarang.”
“Hayu.”
Segera Habibah membawa Abi untuk menemui ibu dan bapaknya dan mengenalkan Abi kepada mereka berdua. Yang kemudian disambut hangat oleh ibu dan bapak Habibah.
Satu langkah sudah selesai. Sekarang tinggal langkahlangkah berikutnya, mudahmudahan dua pertalian suci dua makhluk Tuhan ini dapat segera resmi diikat oleh satu ikatan suci yang bernama pernikahan. 
Yang penting sekarang di dalam benak Habibah dan Abi merekam dan membayangkan segala proses pernikahan Siti pada saat ini sebagai pernikahan mereka berdua. Yang kalau Tuhan meridhoi, pertalian hubungan itu akan mereka jadikan sebagai peristiwa sekali seumur hidup, sampai nanti tubuh kaku dan jantung berhenti berdetak. Sampai semuanya telah selesai menghabiskan kontraknya di alam dunia ini.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar