Tidak beberapa lama setelah habibah
berbisik kepada Siti bahwa ia telah menemukan sang pujaan hati. Maka Siti
seolah diingatkan bahwa hubungannya dengan Idrus harus segera diresmikan, harus
segera melangkah ke jenjang pernikahan, atau nanti akan didahului oleh Habibah,
yang ini berarti menambah lagi penderitaan kepada dirinya, karena akan lebih
banyak dan lebih lantang lagi orangorang desa yang menghinanya sebagai perawan
tua.
Siapa
mau dibilang tua, apalagi seorang perawan. Meski seorang neneknenekpun yang
kulitnya sudah keriput, kadang ada yang tidak rela disebut sebagai orang tua.
Jika pun ada yang menyebut tua, mereka segera menjawab bahwa “Tua soteh
badannya, tetapi hatinyamah masih anak umur 17 tahun. Sweet seventeen.”
Kadang
memang terasa keterlaluan cara berfikir orangorang desa ini, benarbenar tidak
ada rasa perikemanusiaan. Atau mungkin karena mereka tidak ada bahan lain untuk
berdialog, jadinya mereka ngomongin orang satu persatu di desanya. Ya
begitulah, kalau orang pada umumnya sedang membicarakan orang lain, kadang-kadang
yang 1 cm jadi 100 cm. terlalu banyak bumbu. Atau bahkan yang tadinya 100 cm
menjadi 1cm.
Keinginannya
untuk segera menikah, segera disampaikan Siti kepada Idrus. Dan tidak beberapa
lama Idrus menyanggupi keinginan Siti untuk segera menikahinya. Seminggu
kemudian penikahan itupun segera berlangsung. Pernikahan yang bagi orang kampung
sudah termasuk mewah. Maklum Idrus dan Siti adalah anak bungsu, dan ini sudah
menjadi kebiasaan bahwa acara pernikahan anak bungsu itu selalu dibuat semeriah
mungkin, karena ini adalah terakhir kalinya hajatan bagi para orang tua mereka.
Rumah
Siti yang berada di samping jalan, kini mulai terlihat ramai, janur kuning
berbentuk lampion sudah terpasang dengan tenang dan tegas bahwa sebentar lagi
pesta pernyataan anak manusia segera dimulai. Tenda berwarna biru yang besar
sudah terpasang di jalan depan rumahnya. Memang besar, karena pada saatnya nanti
pada hari Hnya, Siti berencana akan mengundang sebuah grup musik dangdut dari
kota untuk menghibur para warga Desa Kelaban selama satu hari satu malam.
Satu
minggu sebelum hari H, semuanya sudah siap, bahkan makananpun hampir sudah
selesai dimasak semuanya oleh ibuibu warga desa yang dipimpin oleh Ibu Lurah.
Setiap malam menjadi ramai karena banyak para bapakbapak dan anak pemuda yang
main kartu gapleh atau remi Sambil ngopi dan makanmakan kecil.
Ramai
sekali, seolah semuanya ikut larut dalam kebahagiaan itu.
Penuh
kenangan memang. Suasana seperti ini hanya ada di kampungkampung atau di
desadesa. Suasana yang begitu akrab dan bersahaja, jauh dari rasa angkuh dan
sombong. Saling egois satu sama lain.
Hanya
di desalah orang akan menemukan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan yang
sangat kental dan loyalitas yang tinggi, dimana orang sangat perhatian terhadap
saudaranya yang belum makan dan mempunyai kepedulian untuk membangunkan rumah
bagi saudaranya yang tidak mampu.
***
Hari
demi haripun begitu cepat silih berganti. Dan sekarang sudah sampai pada hari
dimana Siti dan Idrus akan saling mengikat janji sehidup semati.
Hari
ini Siti sengaja mengundang Abi melalui Habibah. Karena sekarang sudah tidak
menjadi rahasia umum lagi bahwa Habibah sudah “jadian” dengan Abi.
“Abi
mau datang tidak?” Tanya Siti kepada Habibah ketika sedang berada di kamar rias
pengantin.
“Pasti
dong, kamu kan tahu dia itu orang yang selalu menepati janjinya.” Jawab Habibah
tersenyum.
“Habibah,
aku rasa ini adalah saat yang tepat bagimu untuk memberitahukan kepada orang
tuamu tentang hubunganmu ini dengan Abi.”
“Terima
kasih Ti, aku pikir ini adalah waktu yang baik untuk aku menceritakan hal ini
kepada bapak dan ibu yang selama ini menganggap bahwa hubunganku hanya sebatas
hubungan kerja.”
“Pertanyaan
terakhir, kapan kau akan menikah?” Tanya Siti yang tidah sempat dijawab oleh
Habibah, karena sang juru rias memanggil Habibah untuk kemudian dirias, karena
Habibah mempunyai tugas untuk mendampingi pengantin perempuan selama upacara
pernikahan. Acara pernikahanpun segera dimulai dengan adat Sunda. Setelah sang
pengantin pria datang. Dimulai oleh upacara penyambutan pengantin pria,
diteruskan oleh acara seserahan, yang berisi sambutan dari atas nama pengantin
pria yang pada intinya menyerahkan pengantin pria untuk dinikahkan dengan sang
pengantin wanita. Dan setelah itu dilanjutkan dengan sambutan dari atas nama
keluarga pengantin wanita sebagai pendamping sang pengantin wanita.
Suasana
pun menjadi khidmat ketika acara pernikahan itu sendiri dimulai. Dimulai dari
sang naib mengecek keberadaan wali dan saksi, diteruskan kepada khotbah nikah
dan dilanjutkan dengan Ijab Kabul yang dilakukan oleh pengantin. Setelah acara
ini selesai, semuanya mengucap syukur kepada Sang Illahi Robbi atas
kenikmatannya telah melancarkan acara pada pagi ini.
Setelah
itu acara mulai hening dan penuh dengan keharuan, yaitu acara sungkeman. Suara
kawih Sunda sang juru kawih melaunglaung melagukan pupuh yang diiringi oleh denting
suara kecapi dan alunan suara seruling. Menjadikan suasana begitu hening, larut
kepada kesedihan bersama isak tangisnya sang pengantin dan keluarga. Semuanya
terharu dan sesekali harus menatap ke atas supaya air mata tidak ikut keluar
bersama kesyahduan suasana ini.
Acara
sungkeman sudah selesai, sekarang dilanjutkan kepada acara selanjutnya, yaitu
acara menginjak telur. Tetapi sebetulnya acaranya bukan hanya menginjak telur,
tetapi acara menginjak telur itu terdiri dari tiga rangkaian acara. Pertama
sang pengantin pria menginjak telur, terus dilanjutkan dengan tugas pengantin
perempuan yang membasuh kaki sang pengantin pria, dan seterusnya dilanjutkan
dengan acara saweran, yaitu menyawer sang pengantin pria dan wanita.
Semua
acara itu mengandung philosofi yang sangat dalam, philosofi itu diceritakan secara
lengkap oleh sang juru kawih ketika sang pengantin melakukan kegiatan itu.
Tetapi seorangpun tidak ada yang memperhatikan, seolah penerangan itu lewat
begitu saja sebagai angin lalu. Semuanya hanya terpaku kepada apa yang sedang
dilakukakan oleh sang pengantin.
Setelah
semua acara selesai dilaksanakan, semuanya menjadi sangat bahagia karena
hidangan sudah menunggu, hidangan yang enakenak, dan menjadi seolah hidangan
khas orang yang hajatan. Seperti mie bihun, mie kuning, sambal goreng kentang,
sayur sop, telur, daging ayam, kerupuk udang. Dan sebagai makanan pencuci
mulutnya tersedia pisang susu, atau jeruk yang kecilkecil dan hijau.
Makanmakan
menjadi sangat mantap ketika diiringi oleh nyanyian sang biduanbiduan cantik
dari grup orkes melayu yang sengaja didatangkan dari kota.
Anakanak
muda mudi saling berlomba menawar lagu dengan mengirimkan amplop yang berisi
lagu yang dipesan, salamsalam, dan yang pastinya uang. Dan bagi yang lagunya
terpilih, maka ia diwajibkan untuk joget di atas panggung bersama biduanbiduan
yang amboi itu, sambil jangan lupa biduanbiduannya disawer oleh uang agar
mereka tetap semangat melayani anda.
Momen
seperti ini menjadi sangat penting bagi Habibah, karena inilah saatnya ia harus
berterus terang kepada bapak dan ibunya akan maksud Abi untuk melamarnya.
Selama
ini kedua orang tua Habibah belum pernah ngobrol dengan Abi. Ketemu pun hanya
dari kejauhan, disaat bapak Habibah membantu dalam bergotong royong dalam
pembuatan irigasi dan jalan. Adapun Abi agak sering mengantar Habibah pulang,
tapi ia belum pernah sampai bertemu dengan kedua orang tuanya Habibah, karena
terdorong rasa tidak enak jika bertemu malammalam. Apalagi hal itu dilakukannya
karena memang jalan itu adalah salah satu jalan menuju tempat tinggal
sementaranya Abi, yang meskipun lebih jauh, tapi sekalian mengantar Habibah.
“Kang,
Aku akan kenalkan Akang kepada ibu dan bapakku.” Ucap Habibah kepada Abi.
"Boleh,
Akang senang sekali kalau begitu. Emang itu adalah niat Akang yang sudah
direncanakan, insyaAllah tadinya dalam mingguminggu ini.”
“Sekalian juga menjelaskan akan
hubungan kita.” Ucap Habibah sedikit meminta.
“Nanti
dulu Neng, kalau untuk sekedar perkenalanmah akang setuju saja, tapi kalau
untuk menjelaskan hal itu, akang rasa ini bukan waktu yang tepat. Lebih baik
sekarang neng kenalkan dulu saja akang kepada ibu dan bapak Neng, bilang saja Akang
temannya Neng. Nanti kalau tidak ada halangan, lusa Akang akan ke rumah Neng,
untuk nanyaan (menanyakan kesediaan)
kepada bapak dan ibu Neng. Bagaimana, setuju tidak?”
“Ya
atuh, Neng setuju saja kepada Akang. Hayu atuh Kang temuin bapak dan ibu
sekarang.”
“Hayu.”
Segera
Habibah membawa Abi untuk menemui ibu dan bapaknya dan mengenalkan Abi kepada
mereka berdua. Yang kemudian disambut hangat oleh ibu dan bapak Habibah.
Satu
langkah sudah selesai. Sekarang tinggal langkahlangkah berikutnya, mudahmudahan
dua pertalian suci dua makhluk Tuhan ini dapat segera resmi diikat oleh satu
ikatan suci yang bernama pernikahan.
Yang penting sekarang di dalam benak
Habibah dan Abi merekam dan membayangkan segala proses pernikahan Siti pada
saat ini sebagai pernikahan mereka berdua. Yang kalau Tuhan meridhoi, pertalian
hubungan itu akan mereka jadikan sebagai peristiwa sekali seumur hidup, sampai
nanti tubuh kaku dan jantung berhenti berdetak. Sampai semuanya telah selesai
menghabiskan kontraknya di alam dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar